"inget, ini rahasia kita!. ngga ada yang boleh tau, sampai ini benar benar berakhir." ucap dikara dengan nafas menderu.
"kenapa? lo takut, atau karna ngerasa ngga akan seru lagi kalau ini sampai bocor. hm?." seringai licik terbit dari bibir lembab lengkara, pemuda 17 tahun yang kini sedang merengkuh pinggang gadis yang menjadi rivalnya selama 3 tahun.
Dan saat ini mereka sedang menjalin hubungan rahasia yang mereka sembunyikan dari siapapun.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mian Darika, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MUAK
Malam harinya, dikara melakukan aktivitas biasa yang selalu rutin ia lakukan. Termasuk menghubungi kedua orang tuanya, dan tentu saja banyak pertanyaan pertanyaan yang harus ia siap kan terlebih dahulu jawabannya.
"Gimana, udah nemu sekolah yang pas belum?. Kalau belum, biar mama bantu cariin kebetulan ada teman mama yang jadi kepala sekolah di SMA top juga." Ucap marinka mama dari dikara.
Mendengar lontaran itu, dikara langsung menghela nafas dengan bola mata yang di putar malas. Dan untung saja saat ini dia sedang melakukan panggilan telfon dengan mama nya itu, bukan panggilan video seperti kemarin kemarin, jadi marinka tidak bisa melihat mimik wajahnya. Dan alasannya untuk tidak melakukan video call, yaitu sedang belajar, padahal sedang membuka akun sosial media mengguna kan laptop yang ada di depannya.
"Ngga usah, aku udah dapat kok. Udah daftar juga dan tinggal tunggu minggu depan buat mulai masuk, lagian kalau mau bantu kenapa ngga dari kemarin kemarin?. Masa pas waktunya udah mepet gini baru mau bantuin cari sekolah, mama ada ada aja." Ucapnya cukup sarkas, membuat marinka di seberang sana langsung berdecak.
"Kamu juga ngga minta kan? Lagi pula kamu itu kan udah besar, bentar lagi 16 tahun jadi untuk urusan kayak gini pasti udah bisa urus sendiri. Lagian ya kara, kamu tentu ngerti lah kalau mama sama papa ngga bisa dampingin kamu buat daftar itu karna apa, karna pekerjaan di sini banyak dan ngga bisa di tinggal."
"Iya iya gitu aja terus, kerja terus sampai kalian bisa bangun kerajaan plus bikin gedung perusahaan bertingkat tingkat sampai ke langit ke tujuh."
"Kok kamu ngomongnya kayak gitu?, ngga sopan banget sama orang tua. Mama sama papa di sini lagi kerja kara, buat kamu buat sekolah kamu. Jadi jangan bisanya cuma minta uang sama minta mama sama papa pulang aja, sekali sekali bikin sesuatu yang bikin mama sama papa lebih milih pulang dari pada kerjaan." Marinka membentak cukup keras, karna merasa jika ucapan putrinya ini sudah keterlaluan.
Terdengar suara laptop yang di tutup kasar, dan itu adalah ulah dikara.
"Aku tau kok, kalian kerja buat masa depan aku. Tapi kalian seharusnya juga ngga lupa kalau aku ini masih butuh kalian, aku belum dewasa buat lakuin semuanya sendiri, aku masih butuh perhatian kalian bukan cuma sekedar telfonan kayak gini, atau transferan uang yang selalu kalian kirim setiap bulan itu. Aku juga pengen ma kayak kaena sama ken, mereka sering di anter jemput sama papa nya. Pengen kayak lengkara sama avel yang setiap pagi di bangunin sama mama nya buat ke sekolah, sarapan bareng, makan malam bareng, di tanyain gimana kabarnya hari ini, di tanyain gimana harinya di sekolah, di ajak jalan pas weekend, di usapin kepalanya pas dapat nilai bagus atau menang lomba, di puji setiap ngelakuin hal kecil sekali pun. Tapi apa? Kalian ngga ngelakuin itu semua, kalian taunya nitipin aku aja sama asisten rumah tangga yang ngga ada ikatan darahnya sama kita." Dikara menarik nafas sejenak, sebelum kembali meluap kan uneg unegnya.
"Aku udah berusaha ma, aku belajar buat dapat nilai bagus di sekolah. Aku lakuin itu supaya kalian bangga dan cepat pulang, aku udah berusaha buat ngalahin puluhan murid lain biar bisa ada di titik ini, aku udah berusaha pertahanin semuanya sampai harus pakai kacamata buat bikin fokus aku ngga keganggu. Tapi apa? Mama masih bilang itu belum cukup, belum bisa bikin kalian pulang dan milih aku ketimbang pekerjaan kalian itu?."
"DIKARA MICIELA!." Teriak marinka keras.
Dikara terkekeh, dengan lelehan air mata yang sudar turun tanpa ia kehendaki. "Hah, kalau kalian emang nganggep apa yang aku lakuin selama ini ngga ada apa apanya. Maka jangan tanyain apa, atau kenapa aku ngelakuin hal di luar batas nantinya."
Tuutt....tutt....tutt....
Sambungan telfon di tutup, dan itu dikara lah yang melakukannya lebih dulu. Hal yang tidak pernah ia lakukan selama ini, sebab merasa tidak sopan jika menutup lebih dulu sambungan telfon tersebut.
Dikara membalik kan badannya dan terlentang menatap langit langit kamarnya, ada perasaan lega dan juga merasa bersalah karna meninggi kan suara pada marinka.
Tapi itu ia lakukan untuk memperjelas semuanya, memperjelas hal apa yang bisa ia lakukan di kemudian hari agar kedua orang tuanya itu bisa pulang, dan menetap di sampingnya.
"Tunggu aja, dikara yang selalu ngalah sama kalian ini bakalan balik arah."