Gisva dan Pandu adalah pasangan kekasih yang saling mencintai. Seiring berjalannya waktu, hubungan keduanya semakin merenggang setelah kehadiran seseorang dari masa lalu.
Hingga saatnya Pandu menyadari siapa yang benar-benar dia cintai, tapi semua itu telah terlambat, Gisva telah menikah dengan pria lain.
**
“Gisva maaf, aku harus ke rumah sakit sekarang juga, Kalila kecelakaan.”
Pandu hendak berbalik badan, tapi tangannya ditahan Gisva. “Tunggu mas.”
“Apalagi Gis, aku harus ke rumah sakit sekarang juga, Kalila kritis.”
“Hiks.. Hiks… Mas kamu tega, kamu mempermalukan aku mas di depan banyak orang.” Gisva menatap sekeliling yang tengah pada penasaran.
“GISVA! sudah aku bilang aku buru-buru. Hari pertunangan kita bisa diulang dihari lain.” Pandu melepaskan tangannya sekaligus membuat Gisva terhuyung dan terjatuh.
“Mass…” Panggil Gisva dengan suara bergetar.
Bagaimana kelanjutan kisah mereka berdua? baca di bab selanjutnya! 😍
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Athariz271, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
kejadian dikamar mandi
“Tapi…” Naresh menggantungkan kalimatnya, membuat Gisva penasaran.
“Tapi apa, Mas?” tanya Gisva, mendongak menatap Naresh dengan tatapan bingung.
Naresh tersenyum jahil, mendekatkan wajahnya ke telinga Gisva lalu berbisik. “Tapi, mas jadi penasaran, rasanya.”
Gisva terbelalak, entah apa maksud suaminya, tapi Gisva merasa itu sangat menyebalkan.
“Apaan sih.” Gisva memalingkan wajah merahnya, sadar belum pernah memberikan haknya untuk Naresh.
Naresh terkekeh, meraih dagu Gisva agar kembali menatapnya. "Kenapa malu, hm? Kita kan suami istri." goda Naresh, dengan senyum jahil yang membuat Gisva semakin salah tingkah.
"Ish, Mas, jangan mulai deh!" protes Gisva, dengan pipi yang semakin merona.
Naresh tertawa, lalu mencium kening Gisva dengan lembut. "Iya, iya, mas akan sabar nunggu kok. Tapi kalau kamu yang minta, Mas nggak akan nolak kok." bisik Naresh masih menggodanya.
Gisva mencubit perut Naresh, membuat pria itu meringis kesakitan. "Mesum!"
Naresh tertawa terbahak-bahak, lalu memeluk Gisva erat. “Jangan lama-lama yah, sayang. Takut gak kuat nahan lagi!” bisiknya.
...****************...
“Mas bangun, udah siang!” Gisva memanggil-manggil suaminya yang masih tertidur.
Naresh menggeliat malas, mengeratkan selimutnya yang sedikit melorot. "Bentar lagi, Sayang. Mas masih ngantuk." gumam Naresh, dengan suara serak khas bangun tidur.
“Gak ada. Ini udah siang, aku sudah selesai masak. Ayo cepetan mas, nanti kamu telat!” Gisva mengguncang tubuh suaminya yang tertutup selimut.
“Lima menit sayang.”
Gisva mendengus sebal. "Lima menit apanya, udah hampir satu jam kamu bilang gitu. Ayo cepetan bangun! " ancam Gisva, dengan nada bercanda.
Naresh membuka matanya sebelah, menatap Gisva dengan tatapan sayu. "Dingin sayang, nanti aja agak siangan.” gumam Naresh, dengan nada merajuk.
Gisva terkekeh, mencubit pipi suaminya gemas. “ Mana ada bosnya datang kesiangan, dipecat baru tau rasa!”
Naresh mengerucutkan bibirnya, lalu menarik Gisva ke dalam pelukannya. "Nggak mau dipecat." Rengek Naresh manja.
“Ya ampun, kok kaya toddler banget sih.” Gisva sampai geleng-geleng kepala dengan tingkah suaminya.
Naresh semakin mengeratkan pelukannya, menyembunyikan wajahnya di ceruk leher Gisva. "Biarin!”
“Mas!”
“Ya udah mandiin.” Sahut Naresh
Gisva terbelalak, mencubit lengan Naresh. "Enak aja! Mandi sendiri sana!" protes Gisva kesal.
“Sekali aja Gis, mandiin mas ya.” mohon Naresh mengedip-ngedipkan matanya.
“Ngaco! Mas kenapa sih, buruan mandi gih.” Gisva berbalik badan hendak pergi.
Tapi Naresh tak membiarkan hal itu terjadi, dengan cepat dia memeluk istrinya dari belakang.
“Kita kan udah suami istri, jadi gapapa dong.” Bujuk Naresh lagi.
“Ya iya sih, tapikan..”
“Kenapa hm? Kamu juga belum mandi kan?” Naresh mengendus-endus leher Gisva.
Hembusan nafas Naresh tepat mengenai tengkuk Gisva, membuat gadis itu merinding disko. Jantungnya berdebar tak karuan, apalagi saat tangan Naresh mulai menyusup ke balik blus tidurnya, membelai lembut perut ratanya.
“Mas!”
Gisva menahan tangan suaminya, mencoba menahan desahan yang hampir lolos dari bibirnya.
Tanpa aba-aba Naresh menggendong istrinya ke dalam kamar mandi, membuat Gisva terkejut dan refleks melingkarkan tangannya ke leher Naresh.
“Mas, turunin!” Jerit Gisva.
“Ssst, sayang. Jangan kenceng-kenceng, mas lupa belum pasang kedap suara.” bisik Gisva.
Gisva terkejut, menyembunyikan wajahnya di dada bidang Naresh yang tak memakai baju.
Naresh menurunkan istrinya di atas bathtub, lalu mengisinya dengan air hangat, tak lupa menaburkan bubble bath ke dalamnya.
“Mas..” Lirih Gisva.
Naresh tersenyum lembut, mengusap pipi Gisva. “Mas pengen kamu rileks, Sayang. Lupakan semua yang bikin kamu sedih.”
Gisva mengangguk, air mata haru menetes. “Makasih, Mas.” bisiknya.
Naresh ikut masuk, memeluk Gisva dari belakang, keduanya menikmati momen berendam dalam air hangat. Naresh dengan lembut memijat pundak Gisva, membuat istrinya mendesah nyaman.
Gisva memejamkan matanya, menikmati setiap sentuhan Naresh yang membuatnya merasa nyaman.
Naresh membalikan tubuh Gisva pelan, menyambar bibir ranum gadis itu yang sedari tadi mencuri perhatiannya.
Ciuman itu semakin lama semakin dalam, semakin menuntut. Tangan Naresh semakin berani menjelajahi tubuh istrinya, membuat Gisva semakin terbuai dalam gelora asmara.
Gisva membalas ciuman Naresh dengan penuh gairah, melingkarkan tangannya di leher suaminya, menariknya semakin mendekat. Keduanya tenggelam dalam dunia mereka sendiri, melupakan sejenak segala masalah dan kekhawatiran.
...****************...
Pagi ini Naresh berangkat kerja seperti biasa, namun ada sesuatu yang berbeda dalam dirinya, ia merasa lebih bersemangat dan bahagia dari biasanya. Ia mencium kening Gisva sebelum berangkat, berjanji akan pulang lebih awal hari ini.
Sesampainya di kantor, Naresh langsung disibukkan dengan berbagai macam pekerjaan. Ia harus menyelesaikan laporan keuangan, menghadiri rapat dengan klien, dan mengawasi proyek baru perusahaannya.
Tapi pikirannya tak bisa lepas dari adegan di kamar mandi, bagaimana Gisva begitu menikmati setiap sentuhannya, bagaimana bibirnya terasa begitu manis dan memabukkan.
Naresh berusaha fokus pada pekerjaannya, namun bayangan Gisva terus menghantuinya. Ia jadi salah tingkah sendiri dan terus tersenyum sendiri.
“Sial!” Bayangan Gisva yang membalas ciuman panasnya terus berseliweran dibenaknya.
“Bagaimana aku bisa kerja kalau kaya gini terus. Gisva, kamu istriku, tapi kenapa hatimu belum jadi milikku?”
Naresh menghela napas panjang, lalu memutuskan untuk menghubungi Gisva.
"Hallo, Sayang." sapa Naresh.
"Hallo, Mas. Ada apa?"
"Kamu lagi ngapain?" tanya Naresh.
"Lagi masak untuk makan siang, mas gak kerja?” Tanya Gisva heran, lalu menoleh ke arah jam dinding yang masih menunjukan pukul sepuluh pagi.
“ Mas gak bisa kerja, sayang. Mas te…”
“Mas kenapa, sakit?” Sela Gisva dengan cepat. Tangannya refleks melambai pada ART untuk meneruskan masakannya.
Naresh tersenyum mendengar nada khawatir Gisva. "Mas nggak sakit. Tapi..”
“Apa?”
“Mas kangen kamu.” Jawab Naresh terkekeh.
“Ish, dasar! Yaudah aku matiin, mau lanjutin masak nanggung.”
“ Kamu masak banyak gak?”
“Kenapa? Mas mau dikirimin makan dari rumah?” Tebak Gisva yang memang benar adanya.
“Tapi kamu yang anterin ya, nanti ada supir yang jemput.”
Gisva menghela napas, tersenyum tipis. Naresh memang punya seribu cara untuk mendapatkan keinginannya.
“Ya udah, aku selesaikan dulu masaknya. Bye.”
“Oke, mas tunggu.!”
Bersambung…
Happy reading🥰🥰🥰