NovelToon NovelToon
Melahirkan Anak Rahasia CEO

Melahirkan Anak Rahasia CEO

Status: sedang berlangsung
Genre:One Night Stand / Single Mom / Anak Kembar
Popularitas:5.8k
Nilai: 5
Nama Author: Nanda wistia fitri

Menginjak usia 20 tahun Arabella zivana Edward telah melalui satu malam yang kelam bersama pria asing yang tidak di kenal nya,semua itu terjadi akibat jebakan yang di buat saudara tiri dan ibu tirinya, namun siapa sangka pria asing yang menghabiskan malam dengan nya adalah seorang CEO paling kaya di kota tempat tinggal mereka. Akibat dari kesalahan itu, secara diam-diam Arabella melahirkan tiga orang anak kembar dari CEO tersebut

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nanda wistia fitri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Aku Kembali 2

Rumah besar dengan halaman luas itu berdiri megah di antara pepohonan rindang. Bunga-bunga bermekaran di sepanjang jalan setapak menuju pintu utama mawar, lavender, dan melati saling menebar wangi yang khas. Di sisi kanan, beberapa bonsai tertata rapi di atas rak batu, dibentuk dengan hati-hati oleh tangan tua yang penuh kasih.

Arabella berdiri mematung di depan gerbang. Matanya berkelana menyapu setiap sudut halaman yang begitu familiar. Rumah itu masih sama seperti lima tahun lalu tenang, hangat, dan menyimpan ribuan kenangan.

Namun entah mengapa, hatinya terasa sedikit asing. Lima tahun bukan waktu yang singkat, dan ia kini bukan lagi gadis polos yang dulu sering berlari-lari di halaman ini.

“Ayo, Bella. Nenek sudah menunggumu di dalam,” ajak Leo lembut sambil menggandeng tangannya.

Arabella tersenyum tipis, melangkah perlahan ke depan.

“Iya… aku hanya merasa seperti melihat bayangan masa lalu,” ujarnya lirih. “Waktu itu, aku sering datang diam-diam hanya untuk bertemu Nenek. Takut Papa memarahi kalau sampai tahu.”

Leo menatapnya tajam namun penuh rasa iba.

“Kau terlalu takut pada laki-laki berengsek itu,” katanya dengan nada pelan tapi tegas. “Mulai sekarang, jangan lagi anggap dia papamu.”

Arabella terdiam. Kata-kata Leo menembus dadanya seperti anak panah. Ada bagian dari dirinya yang masih sulit menerima kenyataan itu bahwa darah yang mengalir di tubuhnya juga milik seorang pria yang pernah menghancurkan hidupnya.

Namun sebelum air matanya sempat jatuh, dari dalam rumah terdengar suara lembut namun serak memanggil,

“Bella… apa itu kamu, sayang?”

Arabella segera menoleh, matanya berkaca-kaca. Ia mengenali suara itu hangat, lembut, dan penuh kasih seperti dulu.

Langkahnya bergetar saat ia mulai berjalan menuju teras, di mana Nenek Reva duduk di kursi rotan, menatap cucunya dengan mata yang sudah mulai redup tapi masih memancarkan cinta yang sama.

“Nenek…” panggil Arabella dengan suara lembut, sebelum akhirnya ia berlari kecil memeluk tubuh renta yang duduk di kursi rotan di teras rumah.

Rasa rindu yang selama ini ia tahan menyeruak tanpa bisa dibendung. Air matanya mengalir begitu saja di bahu nenek Reva.

“Kenapa Nenek keluar? Bukankah Nenek sedang sakit? Seharusnya Nenek istirahat di dalam saja, angin di luar tidak baik untuk kesehatan Nenek,” ucap Arabella dengan suara bergetar.

Nenek Reva terkekeh pelan sambil mengelus rambut cucunya yang kini sudah menjadi seorang ibu.

“Kamu ini bicara apa, Bella. Nenek sakit karena sudah tua, bukan berarti harus dikurung di kamar. Lagipula, bagaimana mungkin Nenek diam saja di dalam saat tahu cucu Nenek akhirnya pulang?”

Arabella tersenyum di antara air mata. Ia memandangi wajah neneknya keriput memang sudah banyak, tapi pancaran lembut dan aura kecantikannya masih sama seperti dulu.

“Ngomong-ngomong,” ujar Nenek Reva sambil menatap sekeliling, “di mana anak-anakmu, Bella? Biarkan Nenek melihat mereka.”

Belum sempat Arabella menjawab, dari arah halaman terdengar suara langkah kecil dan tawa lembut.

Tiga anak mungil berlari menghampiri Dimitry di depan menggandeng tangan Michelle, diikuti Michael yang membawa boneka kelinci kesayangan adiknya.

Mereka berhenti di depan kursi rotan itu, lalu memberi salam dengan sopan seperti yang diajarkan Arabella.

“Selamat siang, Nenek,” ucap Dimitry dan Michael bersamaan.

Michelle hanya menatap dengan mata bulat jernih, lalu tersenyum manis sambil menunduk pelan.

Air mata kembali mengalir di pipi Nenek Reva.

“Oh Tuhan… mereka cantik dan tampan sekali,” ucapnya lirih sambil merentangkan tangan. “Kemari, sayang, biarkan Nenek memeluk kalian.”

Ketiganya segera mendekat. Dalam pelukan hangat itu, seolah waktu berhenti sejenak.

Arabella berdiri di sisi mereka, hatinya penuh syukur akhirnya, keluarga kecilnya bisa merasakan kasih yang tulus, sesuatu yang tak pernah ia dapatkan di rumah keluarga Edward.

Mereka semua akhirnya masuk ke rumah besar itu. Aroma wangi bunga dari taman bercampur dengan harumnya masakan yang baru saja disiapkan oleh para pelayan.

Sudah lewat tengah hari waktunya makan bersama.

Di ruang makan yang luas, meja panjang dari kayu mahoni sudah penuh dengan hidangan lezat. Ada menu Perancis kesukaan Nenek Reva seperti beef bourguignon dan creme brulee, juga beberapa menu khas Tiongkok yang dimasak khusus untuk menghormati Arabella dan anak-anaknya.

Sup hangat mengepul, roti baru dipanggang, dan di ujung meja berjejer dessert cantik kue mungil, buah segar, dan puding vanila yang lembut.

Kepulangan Arabella rupanya menjadi kabar besar bagi keluarga besar Reva.

Siang itu rumah terasa ramai dan hidup kembali setelah sekian lama sunyi.

Ada Paman Philips, Bibi Sophia, dan juga Jessica, adik Leo yang kini sudah tumbuh menjadi gadis cantik dan energik.

“Selamat datang kembali, Bella,” ucap Paman Philips sambil menepuk bahunya dengan bangga, lalu memeluk keponakannya dengan penuh kasih.

Bibi Sophia tersenyum lembut, menyerahkan beberapa kotak hadiah yang dibungkus rapi.

“Ini hadiah kecil untukmu, Sayang. Kami semua sangat merindukanmu.”

Sementara itu, Jessica berlari kecil menghampiri ketiga anak Arabella dengan wajah berseri.

“Halo, pahlawan kecil! Tante Jessica bawa sesuatu buat kalian!” katanya riang sambil mengeluarkan beberapa mainan dari kantong besar mobil-mobilan, boneka kelinci baru untuk Michelle, dan beberapa puzzle edukatif.

Ketiga anak itu langsung bersorak gembira. Michelle memeluk boneka barunya erat-erat, sedangkan Dimitry dan Michael berlomba mencoba mainan yang baru mereka dapat.

Tawa memenuhi ruang makan itu.

Untuk pertama kalinya setelah bertahun-tahun, Arabella merasakan suasana rumah yang benar-benar damai tanpa amarah, tanpa ancaman, hanya cinta dan keluarga.

Leo menatap pemandangan itu dengan senyum lega.

“Lihatlah mereka, Bella,” katanya pelan. “Kau pantas mendapatkan semua kebahagiaan ini.”

Arabella menatap sekeliling meja makan, lalu memandang ketiga anaknya yang tertawa bersama keluarga.

Air matanya menitik pelan.

“Ya,” jawabnya lirih, “aku hanya berharap… kedamaian ini bisa bertahan lama.”

Suasana makan siang yang semula hangat perlahan berubah hening.

Hanya terdengar dentingan sendok dan garpu yang beradu di atas piring.

Paman Philips menatap Arabella dengan pandangan serius.

“Paman dengar perusahaan milik ayahmu sedang goyah, Bella,” ujarnya hati-hati. “Beberapa investor besar sudah menarik saham mereka. Kau tidak berniat kembali ke sana?”

Arabella menghentikan gerak tangannya. Tatapannya menunduk pada piring di depannya.

Kalimat paman itu membuat hatinya bergetar.

Perusahaan itu...

Perusahaan yang dulu dibangun dengan keringat dan kerja keras ibunya, sebelum Julian sepenuhnya mengambil alih setelah kematian sang istri.

Arabella menarik napas panjang.

Jika perusahaan itu benar-benar jatuh, berarti semua pengorbanan ibunya akan ikut lenyap kerja keras, dedikasi, dan mimpi yang pernah mereka bangun bersama di masa lalu.

Sementara Julian…

Laki-laki itu hanya menikmati hasilnya, tanpa tahu bagaimana ibunya dulu berjuang siang dan malam demi menjaga agar bisnis tetap hidup.

“Paman,” ucap Arabella lirih, “aku masih punya lima belas persen saham di sana. Itu milik Mama yang diwariskan untukku. Tapi… aku tak tahu apakah aku sanggup kembali ke rumah itu, apalagi menatap wajahnya lagi.”

Ruangan itu seketika hening. Semua mata tertuju padanya.

Leo yang duduk di sebelahnya menatap sepupunya itu dengan khawatir.

“Bagaimana menurut Paman?” tanya Arabella akhirnya, suaranya bergetar. “Apakah aku harus kembali… ke rumah Papa?”

Paman Philips bersandar di kursinya, matanya menatap jauh seolah menimbang masa lalu dan masa kini.

“Bella,” katanya lembut, “kadang kita harus kembali, bukan karena masa lalu layak untuk dimaafkan… tapi karena ada sesuatu yang lebih besar yang harus kita selamatkan.”

Arabella terdiam.

Kata-kata itu terasa menembus dadanya.

Ia menatap ketiga anaknya yang sedang asyik menikmati makanan di ujung meja mereka adalah alasan dia bertahan hidup.

“Pikirkan baik-baik, Sayang,” lanjut Paman Philips. “Jika perusahaan itu benar-benar bagian dari warisan ibumu, jangan biarkan siapa pun menghancurkannya. Termasuk ayahmu sendiri.”

1
tia
update lebih banyak Thor
tia
lanjut dobel up thor
tia
tumben belom thor
tia
lanjut thor
tia
lanjut Thor,,, semakin seru 👍
tia
lanjut thor cerita ny bagus
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!