NovelToon NovelToon
Di Culik Tuan Mafia

Di Culik Tuan Mafia

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Ketos / Mafia / Cinta Terlarang
Popularitas:1.5k
Nilai: 5
Nama Author: Yilaikeshi

Sofia Putri tumbuh dalam rumah yang bukan miliknya—diasuh oleh paman setelah ayahnya meninggal, namun diperlakukan tak lebih dari seorang pembantu oleh bibi dan sepupunya, Claudia. Hidupnya seperti neraka, penuh dengan penghinaan, kerja paksa, dan amarah yang dilampiaskan kepadanya.

Namun suatu pagi, ketenangan yang semu itu runtuh. Sekelompok pria berwajah garang mendobrak rumah, merusak isi ruang tamu, dan menjerat keluarganya dengan teror. Dari mulut mereka, Sofia mendengar kenyataan pahit: pamannya terjerat pinjaman gelap yang tidak pernah ia tahu.

Sejak hari itu, hidup Sofia berubah. Ia tak hanya harus menghadapi siksaan batin dari keluarga yang membencinya, tapi juga ancaman rentenir yang menuntut pelunasan. Di tengah pusaran konflik, keberanian dan kecerdasannya diuji.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yilaikeshi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 20

“Saya sudah menemukan klinik yang merawat Erik malam itu,”

Tatapan Akmal langsung tertuju pada Bella, seolah ada magnet yang menarik pandangannya. Kabar itu bagaikan secercah cahaya di tengah kegelapan baginya dan ia memang selalu menyukai berita baik.

“Benarkah?” Senyum puas muncul di wajahnya. Ia lalu duduk di sofa besar dalam kamarnya yang luas. Seperti dugaannya, ruangan itu penuh nuansa maskulin.

Akmal memang pecinta kemewahan, dan itu tercermin dari setiap detail kamarnya. Perabotan mahal, dekorasi elegan, hingga tempat tidur yang begitu nyaman, seolah tidur di atas awan.

“Ya, aku sudah menemukannya,” jawab Bella, suaranya tenang meski ada kebanggaan yang terselip.

“Di mana kliniknya?” tanya Akmal. Ia sudah menyusun rencana di kepalanya setiap petunjuk adalah langkah maju untuk memancing lawan keluar.

“Lebih tepatnya, itu klinik hewan,” ujar Bella, “Pemiliknya berpura-pura jadi dokter hewan di siang hari. Tapi malamnya, dia menerima pasien yang tak mau dirawat di rumah sakit. Sumber kita memastikan kalau dia yang merawat Erik sampai sembuh.”

Mendengar itu, sorot mata Akmal menyipit tajam. Tangannya yang memegang chihuahua mungil ikut menegang, membuat anjing itu menggonggong karena menyadari perubahan suasana hati tuannya.

“Apa nama kliniknya?” tanyanya. Nada suaranya datar, tapi penuh tekanan.

“Perusahaan Hewan Bahagia.”

Akmal mengerang pelan, mengusap pelipisnya seakan diserang sakit kepala mendadak. “Aku seharusnya sadar… bajingan itu ternyata jauh lebih pintar dari dugaanku,” gumamnya lirih.

Bella menatapnya bingung. “Ada apa, Bos?”

“Klinik itu milik seorang wanita bernama Ruth,” jawab Akmal.

Bella melirik laporan di tangannya lalu kembali menatap Akmal dengan raut tak percaya. “Bagaimana kamu bisa tahu?”

Akmal meletakkan anjing kecil itu di sofa, lalu berdiri menghadap Bella yang sedari tadi masih enggan duduk. Dengan kedua tangan dimasukkan ke saku celana, ia mulai menjelaskan.

“Ruth Nickerson memang terlihat seperti tokoh kecil di dunia bawah tanah. Tapi hanya orang-orang yang sudah di ambang kematian yang akan mencarinya. Suaminya dulu berkecimpung di bisnis kotor, sampai akhirnya tewas karena dijebak dalam sebuah misi. Dia tertembak, dan tak bisa mendapat pertolongan cepat. Bahkan ketika ada kesempatan, Nickerson menolak rumah sakit karena aturan wajib lapor luka tembak. Sejak kematian suaminya, Ruth berubah. Dia justru jadi penyelamat bagi banyak penjahat yang terluka.”

“Singkatnya, dia seperti martir,” timpal Bella. Wajar jika namanya asing bagi Bella, karena geng Luciano punya dokter sendiri dan jarang butuh orang luar.

“Bisa dibilang begitu,” Akmal mengusap rahangnya, ibu jarinya menyentuh bibir, seolah berpikir keras.

“Kalau begitu, sebaiknya kita temui langsung dia untuk tahu siapa Erik sebenarnya. Akan lebih mudah begitu,” ucap Bella penuh keyakinan. Namun reaksi Akmal membuatnya kaget.

“Kamu tak perlu repot-repot.”

“Apa maksudmu?”

“Keunggulan Ruth justru ada pada kemampuannya menjaga rahasia. Apa pun yang kau lakukan, dia takkan bicara,” kata Akmal datar.

Bella mencoba mendorong, “Kalau begitu kita bawa saja dia kemari. Aku yakin kamu bisa memaksanya mengungkapkan kebenaran.”

“Kau tak paham, ya?” Alis Akmal mengerut. “Ruth mungkin semut kecil yang bisa kuinjak kapan saja. Tapi dia punya banyak pendukung. Meski klan kita kuat, aku tidak bisa berhadapan dengan seluruh dunia bawah sendirian. Lagi pula, aku sedang tak ingin menambah musuh. Senjataku saja masih hilang, masalahku sudah cukup banyak.”

Bella langsung menunduk, menyadari kesalahan kecil yang ia buat kesalahan yang jarang sekali terjadi. Persetujuan Akmal selalu jadi obat baginya, karena ia begitu mendambakan kesempurnaan.

“Awasi saja klinik itu. Cepat atau lambat, jejak Erik akan muncul. Dengan jarak yang begitu dekat, dia pasti akan lengah. Orang selalu membuat kesalahan saat berada dalam tekanan, dan saat ini Erik jelas tidak dalam kondisi terbaik,” ujar Akmal memberi kesimpulan.

“Baik,” jawab Bella mantap. Ia sempat berbalik hendak pergi, namun sesuatu di laporan menarik perhatiannya. Sebuah ide muncul.

“Ada satu hal lagi.”

Akmal menguap, lalu meraih anjing kecilnya lagi. “Apa lagi?”

“Ruth punya asisten.”

“Sudah?” respon cepat Akmal menunjukkan kepekaannya.

Bella menelusuri dokumen. “Katanya dia berhenti beberapa bulan lalu. Tapi ada catatan bahwa dia berada di klinik pada malam ketika Erik dirawat. Kemungkinan besar, dia melihat wajah Erik.” Sebuah senyum tipis muncul di bibirnya.

“Ruth mungkin pendiam, tapi asistennya tidak,” Akmal menyeringai. “Bagus. Bawa dia kemari. Aku ingin berbincang langsung.”

“Tentu, Bos.” Kali ini senyum Bella lebih tulus, berbeda dari sebelumnya ketika ia merasa gagal memahami maksudnya.

“Kau boleh pergi sekarang,” ucap Akmal memberi perintah.

“Baik, Bos,” Bella membungkuk singkat lalu pergi.

Begitu pintu tertutup, Akmal menjatuhkan diri ke sofa dengan anjing kecil di pelukannya. Tangannya mengusap bulu lembut binatang itu sambil tersenyum tipis.

“Sekarang, nama apa yang cocok untukmu?” pikirnya dalam hati.

Tiba-tiba, bayangan seorang gadis berambut merah terlintas di benaknya. Senyum licik muncul di bibirnya.

“Ya, itu dia… mulai sekarang, kau Si Rambut Merah.”

Kenith tak pernah ingkar janji untuk mengubah kamar Sofia Putri. Begitu gadis itu bangun keesokan harinya, seorang dekorator interior sudah menunggu untuk menerima pilihannya.

“Mereka pasti punya uang berlimpah untuk dihambur-hamburkan demi dirinya,” pikir Sofia kesal. Tapi mengapa mereka begitu dermawan, padahal sejatinya mereka hanyalah rentenir? Memikirkannya saja membuat darahnya mendidih. Andai bukan karena pamannya yang berutang, ia tak akan terjebak dalam situasi ini.

Tak ada yang lebih menyiksa daripada kehilangan kendali atas hidup sendiri. Pamannya telah merenggut kebebasan sekaligus nyawanya. Amarah itu mencengkeram hatinya seperti cakar yang menancap dalam. Sekeras apa pun ia berusaha mencabutnya, ia tak mampu… Nafasnya terasa sesak.

Namun, Sofia memutuskan untuk memanfaatkan keadaan. Kalau memang mereka punya uang, ia akan memanfaatkannya sebaik mungkin. Maka ia pun habis-habisan mendekorasi kamarnya. Karena sisa hari-harinya yang suram akan dihabiskan di tempat ini, setidaknya ia ingin punya ruang yang layak untuk ditinggali. Ia tidak ragu bahwa setelah menikah ia akan tinggal bersama sang Pangeran. Hanya membayangkannya saja sudah membuat bulu kuduknya meremang.

Sofia memilih tema penjelajahan dunia. Nuansa petualangan itu tercermin dari perpaduan barang-barang antik khas berbagai negara. Kamar itu seolah milik seorang pengembara sejati. Karena kebebasannya dirampas, setidaknya ia bisa berimajinasi menjelajahi dunia.

Namun, persoalan kebebasan hanyalah masalah kecil dibanding kenyataan bahwa ia sebentar lagi akan menemui suaminya—sang Pangeran. Kabar “baik” itu disampaikan oleh salah satu pengawal, sebab ia belum sekalipun melihat Kenith sejak malam ia berjanji merenovasi kamar.

Tanpa kehadiran Kenith, rasa cemas Sofia semakin menjadi. Ia sudah menaruh seluruh harapan padanya. Jika ada jalan untuk keluar dari tempat ini, Kenith-lah kunci utamanya—setidaknya dengan cara memanipulasinya.

…..

“Anda tampak cantik sekali, Nyonya,” komentar seorang pelayan muda sambil merapikan rambut Sofia.

Jika ada satu hal yang sedikit melegakan, itu adalah kenyataan bahwa ia diperlakukan bak bangsawan di rumah ini setelah Kenith memberi pelajaran pada pria yang pernah menyerangnya. Tidak seperti di rumah pamannya, di sini ia tidak dipaksa bekerja keras, apalagi disiksa secara fisik maupun mental.

Satu-satunya yang menjengkelkan adalah pengawasan ketat. Sejak ia mencoba melarikan diri, mereka tidak lagi mempercayainya. Ia memang bisa bergerak bebas di dalam rumah, tapi dunia luar tetap terkunci baginya. Untuk kabur, ia harus meraih kepercayaan sang Pangeran maupun Kenith—dua orang yang jelas berada di puncak rantai kekuasaan.

Sofia hanya bisa berdoa agar ia punya cukup waktu menyiapkan rencana. Untuk saat ini, ia harus kuat, berpura-pura patuh, dan memainkan peran dengan sempurna. Satu-satunya pilihan adalah bertahan hidup.

“Terima kasih,” balasnya sambil tersenyum pada pelayan itu.

“Wah, Pangeran pasti langsung terpesona. Saya yakin beliau bisa bertekuk lutut karena Anda,” celetuk gadis itu dengan polos.

Sofia hanya tersenyum kaku. Ironisnya, ia bahkan tidak tahu siapa sebenarnya suami misterius yang dipaksakan kepadanya. Kalau pun gadis itu tahu pernikahan ini bukan keinginannya, apa yang bisa ia lakukan?

Sempat terlintas di benaknya untuk memanfaatkan si pelayan muda, tapi ia sadar betul bagaimana nasib orang rendahan di dunia seperti ini. Kalau ia melarikan diri dan pelayan itu ketahuan membantu, nyawanya bisa melayang begitu saja. Sofia tidak mau tangannya berlumuran darah orang yang tak bersalah. Satu-satunya jalan adalah memanfaatkan para pemain utama—Kenith dan sang Pangeran. Setelah itu, biarlah mereka saling menghancurkan.

“Siapa namamu?” tanya Sofia lembut.

“Cassie,” jawabnya.

“Hmmm, Cassie,” Sofia menggumam pelan. Ia memang tak ingin menyeret Cassie ke dalam rencana besar, tapi ada beberapa hal kecil yang mungkin bisa diminta bantuannya. Meski begitu, ia curiga gadis itu ditugaskan Kenith untuk mengawasinya. Yah, Cassie terlihat naif dan santai—mudah dimanipulasi.

Astaga, sejak kapan ia mulai berpikir seperti ini? Namun, semua ini demi bertahan hidup.

“Saya harus memakaikan gaun pengantin pada Anda, Nyonya. Sudah hampir waktunya,” ujar Cassie.

Sofia berdiri, melangkah ke arah gantungan tempat gaun itu menunggu. Gaun panjang berwarna hijau zamrud dengan detail bahu terbuka dan taburan manik-manik langsung melekat di tubuhnya, menonjolkan pinggang rampingnya. Saat bercermin, ia nyaris tak percaya dengan bayangan dirinya sendiri. Anggun, berwibawa, seolah seorang ratu.

Rambut merahnya yang bergelombang dibiarkan terurai, menambah kesan berani. Gaun hijau itu menyatu indah dengan kulit putihnya sekaligus menonjolkan semburat hijau di matanya.

Sayang, keanggunan itu harus dipertontonkan di hadapan seorang pria yang dipanggil “Pangeran”. Membayangkan tatapan miliknya saja membuat perutnya mual.

“Siapa yang memilih gaun ini?” tanya Sofia penasaran. Ia yakin tak ada desainer yang pernah mengukurnya atau menanyakan selera pribadinya. Tapi jelas, gaun ini dipilih dengan pertimbangan matang.

“Itu Tuan Kenith,” jawab Cassie polos.

“Benarkah?” Sofia mengangkat alis, antara terkejut dan bingung.

Cassie hanya mengangguk sambil merapikan lipatan gaun.

“Hm, sepertinya Tuan Kenith punya banyak pekerjaan sambilan di rumah ini,” Sofia berusaha memancing sedikit informasi.

1
Alfiano Akmal
Terima kasih sudah Mampir jangan lupa tinggalkan jejak kalian .....
Shinichi Kudo
Satu kata buat cerita ini: keren abis!
cómics fans 🙂🍕
Gak sabar nunggu lanjutannya thor!
Nami/Namiko
Terima kasih author! 🙏
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!