NovelToon NovelToon
Obsesi Om Duda

Obsesi Om Duda

Status: tamat
Genre:Nikahmuda / Duda / Dijodohkan Orang Tua / Menjual Anak Perempuan untuk Melunasi Hutang / Cinta Lansia / Tamat
Popularitas:7k
Nilai: 5
Nama Author: fania Mikaila AzZahrah

Ihsan Ghazi Rasyid, 40 tahun seorang duda beranak dua sekaligus pengusaha furnitur sukses yang dikenal karismatik, dingin dan tegas.

Kehidupannya terlihat sempurna harta berlimpah, jaringan luas, dan citra pria idaman. Namun di balik semua itu, ada kehampaan yang tak pernah ia akui pada siapa pun.

Kehampaan itu mulai berubah ketika ia bertemu Naina, gadis SMA kelas 12 berusia 18 tahun. Lugu, polos, dan penuh semangat hidup sosok yang tak pernah Ihsan temui di lingkaran sosialnya.

Naina yang sederhana tapi tangguh justru menjeratnya, membuatnya terobsesi hingga rela melakukan apa pun untuk mendapatkannya.

Perbedaan usia yang jauh, pandangan sinis dari orang sekitar, dan benturan prinsip membuat perjalanan Ihsan mendekati Naina bukan sekadar romansa biasa. Di mata dunia, ia pria matang yang “memikat anak sekolah”, tapi di hatinya, ia merasa menemukan alasan baru untuk hidup.

Satu fakta mengejutkan kalau Naina adalah teman satu kelas putri kesayangannya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon fania Mikaila AzZahrah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab. 20

Naina melangkah pelan ke kamar mandi, masih menunduk malu, sementara Ihsan sudah menggelar sajadah. Aroma wangi kayu gaharu samar-samar memenuhi kamar, bercampur dengan udara subuh yang dingin menusuk.

Tak lama kemudian, gadis itu keluar dengan rambut yang masih basah di pelipis, wajahnya pucat namun matanya berkilat gugup. Ihsan tersenyum tipis, lalu menepuk sajadah di sampingnya.

“Sini, Na. Berdiri di belakangku,” ucapnya lembut.

Naina menelan ludah, jantungnya berdetak cepat. Ia menurut, berdiri rapi dengan jarak yang terasa menyesakkan sekaligus menenangkan.

Takbir pertama berkumandang dari bibir Ihsan, suaranya dalam, berat, tapi menenangkan. “Allahu Akbar…”

Naina merasakan bulu kuduknya berdiri. Suara itu berbeda, bukan sekadar suara om yang selama ini menggoda atau menakutinya. Kini suara itu terdengar seperti pelindung, membawa hawa damai yang tak bisa dijelaskan.

Ketika Ihsan mulai membaca Al-Fatihah, nada tartilnya mengalun begitu indah.

“Bismillāhir-raḥmānir-raḥīm…”

Setiap huruf keluar dengan mantap, jelas, penuh penghayatan. Naina sampai tertegun, dadanya bergetar hebat. Seolah-olah ayat itu bukan hanya terdengar di telinga, tapi masuk jauh ke dalam hatinya.

Air matanya menggenang tanpa sadar. Ia menutup mata, menahan isak kecil yang hampir pecah. Astaga… aku baru tahu suara Om seindah ini kalau baca Qur’an…

Ketika sampai pada ayat “Ihdinaṣ-ṣirāṭal-mustaqīm…” suara Ihsan semakin lirih, namun sarat doa. Naina merasa seakan ia sendiri yang sedang dipinta untuk dituntun ke jalan yang lurus, dipeluk, dan diarahkan dengan penuh kasih sayang.

Tangannya gemetar di dada, tubuhnya terasa ringan seolah melayang.

Saat rukuk dan sujud, Naina menunduk begitu dalam, hatinya terasa hangat meski wajahnya basah oleh air mata yang menetes diam-diam.

Shalat itu terasa panjang sekaligus terlalu singkat. Begitu salam terakhir terucap, Naina masih terisak pelan di balik telekungnya. Ihsan menoleh, menatapnya dengan pandangan lembut namun mantap.

“Na…” suaranya berat tapi penuh kasih.

“Inilah yang harusnya selalu ada di antara kita. Biar Allah yang jadi saksi, biar ibadah yang jadi penguat, bukan cuma perasaan yang gampang rapuh.”

Naina menunduk, air matanya mengalir deras. Ia buru-buru mengusapnya dengan punggung tangan. “Om… aku… aku nggak pernah dengar suara seindah itu. Aku sampai gemetar tadi.”

Ihsan tersenyum tipis, mengusap kepala istrinya yang masih terisak. “Itu bukan suara, Na. Itu doa. Dan doa suami untuk istrinya selalu punya jalan sendiri menuju langit.”

Naina tertegun, dadanya sesak oleh rasa yang tak bisa ia namai. Antara haru, malu, takut, tapi juga bahagia. Untuk pertama kalinya sejak pernikahan itu dimulai, ia merasa ada ikatan tak kasat mata yang kuat di antara mereka.

Shalat subuh itu berakhir dengan salam yang menenangkan. Ruangan terasa lebih terang meski matahari belum sepenuhnya muncul. Naina masih menunduk, tangannya meremas ujung telekung, wajahnya basah oleh air mata.

Ihsan menoleh, menatap gadis kecilnya dengan pandangan yang sulit diartikan. Ada bangga, ada kasih, juga ada rasa ingin melindungi yang menggebu. Ia mengangkat tangan, berdoa lirih.

Naina mengikuti pelan-pelan, meski suaranya tersendat oleh isak.

Begitu doa selesai, Ihsan menurunkan tangannya, lalu menoleh lebih dekat. Ia menyentuh dagu Naina lembut, memiringkan wajah istrinya itu agar menatapnya.

“Na,” bisiknya lirih, napasnya hangat di telinga gadis itu. “Ada doa khusus yang selalu aku baca untuk istriku.”

Naina menelan ludah, matanya bergetar gugup. “D-doa… apa, Om?”

Ihsan tersenyum samar, lalu menunduk hingga bibirnya hampir menyentuh telinga Naina. Suaranya rendah, dalam, tapi penuh kelembutan.

“Allahumma inni as’aluka hubbi wa hubba man yuhibbuka, warzuqni hubba zawjati, waj‘al baytana sakīnan mawaddatan rahmah…”

Naina terdiam. Kata-kata itu asing, tapi nadanya begitu indah. Ihsan menutup bisikannya dengan terjemah singkat.

“Ya Allah, aku mohon cinta-Mu, cinta orang-orang yang mencintai-Mu, rezekikan aku cinta istriku, dan jadikan rumah tangga kami penuh ketenangan, kasih, dan rahmat.”

Tubuh Naina merinding seketika. Air matanya pecah lagi, kali ini bukan karena takut atau malu, tapi karena terharu luar biasa.

“Om… kenapa bisikinnya di telinga? Aku jadi makin deg-degan,” gumamnya lirih, pipinya memerah padam.

Ihsan terkekeh pendek, lalu mengusap air mata di pipinya dengan ibu jari. “Biar kamu ingat. Doa ini bukan cuma di lidah, tapi harus nyantol di hati. Kalau aku bisikin, berarti itu doa yang paling dalam.”

Naina menunduk, wajahnya separuh sembunyi di balik telekung. Hatinya bergetar, seperti ada sesuatu yang baru tumbuh di sana.

“Om jahat… bikin aku nangis terus,” katanya dengan suara serak, setengah malu setengah manja.

Ihsan tersenyum hangat, lalu menepuk kepalanya pelan. “Kalau nangisnya karena doa, itu bagus, Na. Air matamu jadi saksi.”

Mereka terdiam sejenak, hanya suara burung pagi yang terdengar dari luar jendela. Untuk pertama kalinya, Naina merasa tenang berada di samping lelaki itu. Tidak hanya sebagai suami yang menakutkan, tapi juga sebagai imam yang menuntunnya.

Pagi itu, suasana kamar hotel masih terasa hangat. Aroma teh manis yang baru saja diseduh Ihsan memenuhi ruangan. Naina duduk di kursi dekat meja rias, masih mengenakan seragam sekolah rapi, dasinya sedikit miring karena tadi gemetar saat memasangnya. Ihsan tersenyum tipis sambil membetulkan dasi kecil itu dengan tangannya sendiri.

“Jangan gugup begitu. Kamu cuma mau sekolah, bukan mau disidang,” ujarnya santai.

Naina menunduk, pipinya memerah. “Om ngomongnya gampang… aku takut teman-teman tahu semua…”

Belum sempat Ihsan menanggapi, tiba-tiba—BRAK! Pintu kamar hotel itu terbuka keras dari luar.

Naina terlonjak kaget, hampir menumpahkan teh yang dipegangnya. Ihsan berdiri cepat, tatapannya langsung tajam.

Di ambang pintu berdiri seorang gadis muda dengan wajah marah membara Rubi Ghazi. Rambut panjangnya terurai berantakan, matanya memerah, seolah tak tidur semalam.

“Nggak salah aku lihat?! Beneran ya, Papa. Beneran Papa tega nikahin anak SMA?! Aku kira semalam itu hanya mimpi esok papa nggak jadi menikahinya!” suaranya bergetar tapi penuh ledakan emosi.

Naina membeku. Napasnya tercekat begitu sadar siapa yang datang. Rubi. Putri pertama Ihsan. Teman kelasnya sendiri. Rival abadinya di setiap pelajaran. Gadis yang selama ini selalu menatapnya dengan sinis di sekolah.

“R-Rubi…” suaranya tercekat, wajahnya pucat pasi.

Tatapan Rubi beralih cepat ke arah Naina, penuh kebencian. “Jadi… ini alasannya kamu sok-sokan mau saingin aku terus di kelas? Ternyata modalmu bukan otak, tapi nikah sama bapak orang!”

“Rubi! Jaga mulutmu!” suara Ihsan meledak, berat dan tegas. Ia maju setapak, berdiri melindungi Naina di belakangnya.

Tapi Rubi tak gentar. Air matanya jatuh, namun nadanya tetap penuh amarah.

“Papa keterlaluan! Aku masih bisa terima kalau Abbi nikah lagi dengan wanita dewasa. Tapi dengan anak SMA, dengan temanku sendiri, dengan rivalku?! Itu jijik, Abbi! Jijik!”

Naina gemetar hebat, tangannya meremas rok seragamnya. Ia ingin membela diri, ingin bicara, tapi lidahnya terkunci.

Ihsan mengepalkan tangan, menahan diri agar tidak terbawa emosi. Wajahnya menegang, rahangnya mengeras. “Rubi, cukup! Apapun yang kamu lihat, kamu nggak punya hak hina istriku. Dia sah, halal, dan aku suaminya.”

Rubi menatap Ihsan dengan tatapan hancur, lalu menunjuk Naina dengan telunjuk bergetar.

“Mulai hari ini… kamu musuhku, Na. Bukan cuma di kelas. Kamu udah ngerebut keluargaku.”

Naina terisak pelan, tubuhnya makin kaku di balik punggung Ihsan.

Ihsan menghela napas panjang, lalu menatap putrinya dalam-dalam. “Kalau kamu mau marah, marah sama Abbi. Jangan bawa-bawa Naina. Dia nggak salah apa-apa.”

Tapi Rubi hanya menggeleng keras, lalu berbalik, menutup pintu dengan hentakan keras hingga kamar berguncang.

Keheningan mencekam menyelimuti kamar itu. Naina menunduk, bahunya bergetar menahan tangis.

“Om… aku… aku nggak sanggup kalau Rubi benci aku begini…” suaranya lirih, nyaris pecah.

Ihsan menatapnya dengan tatapan tajam namun penuh tekad. Ia meraih dagu kecil itu, mengangkatnya agar menatap matanya.

“Na, dengar aku. Kamu istriku. Selama aku masih hidup, nggak ada yang boleh merendahkanmu, bahkan anakku sendiri. Paham?”

Naina menelan ludah, matanya berkaca-kaca. Ia hanya bisa mengangguk kecil, meski hatinya tetap bergetar hebat.

1
sunshine wings
😍😍😍😍😍♥️♥️♥️♥️♥️
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: makasih banyak 🥰😘
total 1 replies
sunshine wings
Kan Nai.. Penuh dengan rasa cinta.. ♥️♥️♥️♥️♥️
sunshine wings: 🥰🥰🥰🥰🥰
total 2 replies
sunshine wings
Support paling ampuh.. ♥️♥️♥️♥️♥️
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: nggak kakak soalnya suamiku lebih muda aku 😂🤭
total 3 replies
sunshine wings
♥️♥️♥️♥️♥️
sunshine wings: ♥️♥️♥️♥️♥️
total 2 replies
sunshine wings
Yaaa.. Kirain apa Nai.. Sudah pasti Ihsan akan ngelakuin.semua itu dengan senang hati karna itu maunya kan.. ♥️♥️♥️♥️♥️
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: hahaha 😂 betul banget tuh kak nantangin lagi 🤣
total 1 replies
Purnama Pasedu
bertemanlah Ruby dengan naina,tertawalah bersama
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: setuju tapi yah keegoisan Rubi menutupi sisi baiknya
total 1 replies
Fadila Bakri
teman saingan jadi calon anak tiri
Eva Karmita
sesakit dan sebenci apapun naina tetap anakmu dan darah daging mu Bu ..😤😏
ayah sabung naina berhati mulia mau Nerima naina seperti putri kandungnya beda sama emaknya naina yg berhati siluman 😠👊
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: hehehe 🤭🤣
total 1 replies
sunshine wings
😏😏😏😏😏
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: mampir Baca novel aku ini kakak judulnya Pawang Dokter Impoten ceritanya seru sudah banyak babnya
total 1 replies
sunshine wings
Dan menjauh dari mamanya.. 😬😬😬😬😬
sunshine wings
Ya Allah.. 🤦🏻‍♀️🤦🏻‍♀️🤦🏻‍♀️🤦🏻‍♀️🤦🏻‍♀️
sunshine wings
pikiran licik.. 🤭🤭🤭🤭🤭
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: hahaha 😂
total 1 replies
sunshine wings
Sepatutnya jangan di bedain kerana anak itu rezeki yg tidak ternilai oleh apapun.. Kasian banget hidupmu Naina.. 🥹🥹🥹🥹🥹
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: sedih yah
total 1 replies
Maulida greg Ma
kejamnya
sunshine wings
Ditukar judulnya author ya.. 👍👍👍👍👍😍😍😍😍😍
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: aku ganti kak mumpung ada cover nganggur 🤭😂🙏🏻
total 1 replies
sunshine wings
😲😲😲😲😲
sunshine wings
♥️♥️♥️♥️♥️♥️♥️♥️♥️♥️
sunshine wings
Sialan emangnya..
Apa mereke adek beradek tiri author???
Kenapa beda kasih sayangnya???
🤔🤔🤔🤔🤔
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: akan terjawab nanti Kak ☺️
total 1 replies
sunshine wings
Ayo pak semangat 💪💪💪💪💪
keluarkan Naina dari rumah itu.. 🥺🥺🥺🥺🥺
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: yah yah
total 1 replies
sunshine wings
🙄🙄🙄🙄🙄😏😏😏😏😏
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!