Calista Blair kehilangan seluruh keluarganya saat hari ulang tahunnya ke-10. Setelah keluarganya pergi, ia bergabung dengan pembunuh bayaran. Tak berhenti di situ, Calista masih menyimpan dendam pada pembantai keluarganya, Alister Valdemar. Gadis itu bertekat untuk membunuh Alister dengan tangannya untuk membalaskan dendam kematian keluarganya.
Suatu saat kesempatan datang padanya, ia diadopsi oleh Marquess Everhart untuk menggantikan putrinya yang sudah meninggal menikah dengan Duke Alister Valdemar, sekaligus sebagai mata-mata musuhnya itu. Dengan identitasnya yang baru sebagai Ravenna Sanchez, ia berhasil menikah dengan Alister sekaligus untuk membalas dendam pada pria yang sudah membantai keluarganya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon fatayaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Misi Penyelamatan
10 Tahun Kemudian
Dibawah sinar rembulan yang remang, Calista bersembunyi di balik semak yang ada di sebuah hutan, perbatasan menuju ibu kota. Ia tak sendirian, melainkan bersama rekan-rekannya dari guild Mortalis yang lain. Beberapa orang bersembunyi di balik pohon di belakangnya, sebagian yang lain bersembunyi di balik batu dan semak-semak sepertinya.
Gadis itu mengintai dengan tajam, lebih dari dua puluh orang pria yang masing-masing dari mereka membawa pedang. Mereka bukan kumpulan pria biasa, melainkan para bandit yang saat ini tengah menyekap rombongan bangsawan dari kerajaan tetangga yang hendak kembali ke ibu kota. Para bandit itu berkeliling, berjaga di semua sisi bangunan berukuran sedang yang sebagian besar materialnya terbuat dari kayu, tempat rombongan di sekap.
Calista kembali menutup wajahnya dengan kain hitam, kemudian memberi isyarat tangan pada pasukan di belakangnya untuk menyerang. Calista berlari keluar lebih dulu, diikuti rekan-rekannya di belakang. Para bandit yang menyadari ada serangan dadakan bersiaga. Mereka mengeluarkan pedang dan mulai saling menyerang.
Calista dengan lihai mengayunkan pedangnya, menebas setiap musuh yang mendekat. Gadis itu berhasil melumpuhkan tiga orang dengan beberapa serangan saja, sampai di dekat bangunan, Calista menendang pintunya hingga berhasil terbuka. Ia kemudian berjalan masuk ke dalam.
Terlihat beberapa orang duduk di sudut ruangan dengan kondisi tangan dan kaki terikat, gadis itu buru-buru berjalan kearah mereka untuk melepaskan ikatannya, namun sebelum berhasil melepaskan ikatan para sandra yang jumlahnya sekitar sepuluh orang itu, tiga bandit masuk ke dalam ruangan, menyusul Calista.
Calista segera mengambil kembali pedangnya dan menyerang tiga orang itu. Salah satu bandit berhasil melukai lengan kiri Calista, membuat gadis itu mundur beberapa langkah. Gadis itu kembali menyerang mereka, namun sayangnya tubuh gadis itu terlempar ke tembok setelah salah satu dari mereka menendang perutnya, tak menunggu gadis itu untuk bangkit, salah satu bandit hendak menebas leher gadis itu, Calista menghindar dengan cepat, mata pedang hanya lewat beberapa inci di depannya, membuat penutup wajah gadis itu terlepas.
Salah satu bandit mengarahkan pedang pada Calista beberapa saat setelah gadis itu berhasil menghindari serangan. Calista melebarkan matanya, tidak ada waktu untuk menghindari serangan. Namun sebelum pedang itu mengenai tubuh Calista, seoran pria bersurai coklat yang tak lain adalah rekannya sendiri, memanah tepat di punggung bandit itu.
Beberapa rekan Calista yang lain berhasil masuk ruangan dan menyerang ketiga bandit itu. Tak ingin menyia-nyiakan kesempatan ini, Calista berjalan kearah sandera, berusaha melepaskan ikatan mereka.
Seorang pria muda bersurai silver menatap wajah Calista terbelalak, ia tidak menyangka kalau ternyata salah satu dari pasukan yang menyelamatkannya adalah seorang gadis muda. Setelah Calista berhasil melepaskan ikatannya, pria itu kemudian membantu gadis itu melepaskan ikatan temannya yang lain.
Akhirnya, setelah bertarung beberapa lama, kawanan bandit berhasil di lumpuhkan, rombongan dagang dikawal keluar dari hutan menggunakan kereta kuda yang sebelumnya para bandit itu rampas, hingga mereka kembali dengan selamat.
Setelah berhasil menyelamatkan dan mengawal rombongan dagang. Calista dan yang lainnya kembali ke guild Mortalis.
“Calista, apa kau baik-baik saja? Apa ada yang terluka selain lengan mu?” tanya Blake, salah satu teman Calista yang ikut dalam misi.
“Tidak ada, aku baik-baik saja,” jawab Calista santai, berjalan beriringan dengan Blake.
“Baguslah kalau begitu, untuk merayakan keberhasilan, bagaimana kalau kita minum bir dan makan daging?” ajaknya bersemangat.
“Bukankah sudah ku katakan berkali-kali, kalau kau itu masih kecil untuk minum bir,” peringat Calista.
“Usiaku sudah 17 tahun tahu, aku sudah cukup dewasa untuk minum alkohol,” protesnya seraya melipat kedua tangannya, tidak terima dibilang masih kecil.
“Tetap saja, kau itu masih kecil. Lagi pula aku sangat lelah, setelah ini aku ingin langsung beristirahat,” ujar Calista.
“Aku yang akan traktir, bagaimana?” tawarnya, berusaha membujuk Calista ikut.
Calista berfikir sejenak, “Baiklah, aku akan menemanimu tapi ada syaratnya, kau harus memanggil ku kakak,” ujar Calista tersenyum miring.
Blake tidak langsung menuruti permintaan Calista, beberapa saat kemudian ia bergumam, “Kakak,” ujarnya lirih tanpa menatap lawan bicaranya.
“Apa? Aku tidak dengar?” seru Calista seraya mendekatkan telinganya kearah Blake.
“KAKAK! Apa kau puas?” seru Blake kemudian, menatap sebal kearah Calista.
Gadis itu terkekeh kecil, “Baiklah, karena kau memanggilku kakak, aku akan menemanimu hari ini,” Calista merangkul leher Blake dan menariknya untuk masuk ke dalam kedai terdekat di seberang jalan.
Malam ini, Blake dan Calista menghabiskan waktu meminum bir dan makan daging panggang sampai kenyang. Blake terus saja memesan bir padahal Calista sudah memperingatkannya, alhasil pemuda itu kini terlalu mabuk untuk kembali.
Calista menggendong tubuh Blake di belakang punggungnya, namun lebih tepatnya menyeret, karena walaupun pria itu lebih muda tiga tahun darinya, tubuhnya jauh lebih tinggi dan besar dari Calista.
“Aduh, berat sekali. Sejak kapan anak ini tumbuh lebih tinggi dari ku?” dengusnya kesal, padahal dulu saat pertama kali bertemu dengan Blake, anak itu tak lebih tinggi dari pundaknya, namun sekarang ia tumbuh menjadi pemuda yang gagah.
Calista bertemu dengan Blake sembilan tahun yang lalu, saat anak itu masih berusia delapan tahun. Waktu itu Calista menyelamatkan Blake saat akan dipukul oleh sekumpulan pria karena Blake ketahuan mencuri roti. Karena kasihan, Calista membayar roti itu dan akhirnya pria-pria itu pergi.
Sejak saat itu, Blake terus mengikuti Calista walaupun Calista menyuruhnya pergi. Hingga akhirnya, Calista dengan terpaksa membawa Blake, karena anak itu tidak lagi punya keluarga. Blake terlahir dari seorang Ibu yang bekerja di rumah bordil, ibunya meninggal satu minggu yang lalu, sedangkan ayahnya tidak tau siapa.
Setelah membawa Blake kembali ke kamarnya, Calista berjalan menapaki tangga menuju kamarnya yang ada di lantai tiga. Gadis itu memutar-mutar lengannya yang pegal setelah menggendong tubuh Blake, untung saja jarak antara kedai dan guild Mortalis tidak terlalu jauh.
Calista menghentikan langkah kaki nya sejenak saat mendapati Julianne tengah menunggunya di dekat pintu kamarnya.
“Madam Julianne?” gadis itu kembali berjalan menghampiri Julianne.
“Ada sesuatu yang ingin ku bicarakan dengan mu,” ujar Julianne terlihat serius.
“Apa yang ingin madam bicarakan malam-malam begini?” tanya Calista penasaran.
“Apa kau masih ingin membalaskan dendam kematian keluargamu pada Duke Valdemar?” pertanyaan yang dilontarkan Julianne membuatnya terkejut.
“Kenapa tiba-tiba madam menanyakan itu? Tentu saja, aku masih menyimpan dendam padanya,” jawabnya sembari mengerutkan keningnya.
Julianne sedikit menyunggingkan senyumnya, “Aku punya penawaran yang bagus untuk mu,”
“Kemarin, aku bertemu dengan Marquess Everhart, satu bulan yang lalu, putrinya meninggal karena penyakit yang dideritanya sejak kecil. Dia sedang mencari seorang gadis untuk menggantikan putrinya yang meninggal untuk menikah dengan Duke Valdemar. Apa kau bersedia?” tanya Julianne.
Mata Calista melebar, “Me-menikah?” sedikit tidak percaya dengan apa yang di dengarnya.
“Iya, Marquess ingin mencari seorang gadis yang bisa ia gunakan sebagai alat pernikahan politik, sekaligus menjadi mata-mata keluarga itu,” jelas Julianne.
Calista tidak segera menjawab, tawaran ini begitu mendadak untuknya, “Aku akan memikirkannya lebih dulu,” jawabnya meminta waktu.
“Baiklah, jangan terlalu lama memberi jawaban, jangan sampai kau melewatkan kesempatan berharga ini,” ucap Julianne kemudian beranjak pergi menuju kamarnya.
Calista merebahkan tubuhnya terlentang dikasur. Gadis itu mengerjabkan mata ungu nya seraya menatap langit-langit kamar. Ia memang ingin balas dendam terhadap kematian keluarganya dengan membunuh Alister, namun ia tidak pernah sekalipun berniat menjadi istrinya.
Gadis itu memiringkan tubuhnya kekanan, ia sendiri bingung. Apa ia harus menerima tawaran itu, atau menolaknya. Namun jika ia menolak, apa ada kesempatan sebagus ini lagi datang padanya. Tiba-tiba saja, ingatan tentang Alister lebih dari sepuluh tahun yang lalu terputar di kepalanya.