Argani Sebasta Ganendra adalah pewaris muda dari keluarga yang berdiri di puncak kejayaan. Ayahnya seorang CEO tambang emas, ibunya desainer ternama dengan butik yang selalu menjadi pusat perhatian sosialita. Semua yang ia butuhkan selalu tersedia: mobil sport mewah, sekolah elit dengan fasilitas kelas dunia, dan hidup yang diselimuti gengsi serta hormat dari sekitarnya. Di sekolah, nama Argani bukan sekadar populer—ia adalah sosok yang disegani. Wajah tampan, karisma dingin, dan status pewaris membuatnya tampak sempurna. Namun, di balik citra itu, Argani menyimpan ruang kosong di hatinya. Sebuah perasaan yang ia arahkan pada seorang gadis—sederhana, berbeda, dan jauh dari dunia yang penuh kemewahan. Gadis itu tak pernah tahu kalau ia diperhatikan, dijaga dari kejauhan oleh pewaris yang hidupnya tampak sempurna. Kehidupan Argani semakin rumit ketika ia dipaksa mengikuti jejak keluarga: menjadi simbol keberhasilan, menghadiri pertemuan bisnis, bahkan menekan mimpi pribadinya. Di satu sisi, ia ingin bebas menjalani hidupnya sendiri; di sisi lain, ia terikat oleh garis keturunan dan kewajiban sebagai pewaris
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon CantiknyaKamu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
ASTORIA
Langit sore mulai berubah oranye, dua mobil hitam keluaran terbaru meluncur meninggalkan gerbang sekolah. Anak-anak lain hanya bisa memandang, beberapa dengan iri, beberapa dengan takjub—geng Astoria memang selalu berbeda.
Mobil Pertama – Argani (Driver), Albiru, Kavi
Di dalam mobil Argani, suasana terasa jauh lebih tenang. Musik yang diputar bukan lagu keras, hanya instrumental soft yang nyaris jadi background.
Albiru menyandar ke jendela, menatap keluar“Kasian juga sih, kita dituduh begitu. Tapi ya, namanya sekolah, gosip jalan lebih cepat daripada kebenaran.”
Kavi merespons datar, sambil scroll ponselnya. “Gue udah biasa denger omongan orang. Toh besok juga hilang sendiri. Yang penting, jangan sampai kita bikin kesalahan beneran.”
Argani tetap fokus di setir, sesekali melirik spion“Biarin aja. Diam itu juga jawaban. Kalau kita ribut, sama aja kayak kita ngakuin.”
Suasana mobil mereka memang tidak banyak kata, tapi terasa solid. Seakan komunikasi di antara mereka cukup lewat tatapan singkat atau helaan napas.
Mobil Kedua – Zamora (Driver), Zayn, Amora
Berbeda jauh dengan mobil Argani, di sini suasana justru pecah. Speaker mobil memutar lagu hits, dan mereka bertiga tak sungkan karaoke keras-keras.
Zayn menirukan nada tinggi dengan suara asal-asalan, bikin Zamora sampai tertawa keras di balik setir.“Hahaha, sumpah, lo nggak usah maksa nyanyi deh, Zayn. Bikin kuping gue rusak.”
Amora menutup mulut menahan tawa. “Parah! Tapi seru banget sumpah.”
Setelah lagu selesai, obrolan malah bergeser ke gosip internal sekolah.
Zayn menoleh ke Amora. “Eh, kelas IPS 3 ada tuh yang baru pindah. Hot banget, sumpah. Gue kira anak modeling.”
Amora melotot sambil ngakak. “Lo bener-bener ya, baru sehari kelas tiga udah scouting talent lagi.”
Zamora menimpali dengan santai tapi sinis. “Tenang aja. Circle Astoria itu kastanya udah beda. Mau secakep apa juga, tetep aja nggak bisa nyentuh level kita.”
Tawa lagi-lagi pecah. Suasana mobil mereka penuh energi, liar tapi aman,karena mereka tahu, obrolan ini nggak akan pernah bocor ke luar.
⸻Panti Asuhan
Kedua mobil akhirnya berhenti bersamaan di depan sebuah panti asuhan sederhana. Kontras sekali: aura mewah mobil-mobil itu dengan bangunan penuh cat yang mulai pudar.
Argani turun lebih dulu, disusul yang lain. Dan di balik gosip, di balik tawa, di balik semua rumor liar yang menempel pada nama Astoria, hanya mereka sendiri yang tahu sisi lain: geng paling berpengaruh di sekolah ini ternyata juga punya rutinitas yang tidak semua orang duga.
Scene di Panti Asuhan
Mobil-mobil itu berhenti di halaman sebuah bangunan bercat putih dengan pagar sederhana. Dari luar, tampak seperti panti asuhan biasa, tapi siapa pun yang tahu kisahnya pasti paham,tempat ini berdiri berkat Circle Astoria. Mereka yang mendirikan, mereka pula yang menjaga agar anak-anak di dalamnya tidak pernah kekurangan.
Begitu turun dari mobil, keenamnya berjalan masuk dengan aura khas masing-masing, namun kali ini bukan aura “anak populer sekolah” melainkan aura keluarga yang sudah terbiasa memberi.
Di aula sederhana, sudah tersusun balon warna-warni, kue besar di atas meja panjang, dan tumpukan kado yang sebelumnya diantar oleh asisten mereka. Anak-anak kecil langsung berlari menyambut.
• Argani menunduk, tersenyum tipis sambil menepuk kepala seorang anak yang memeluk kakinya. “Selamat ulang tahun,” ucapnya singkat tapi hangat, membuat anak itu berbinar.
• Kavi hanya mengangkat alis, tapi diam-diam ia sudah memasang lilin di kue. Sifat dinginnya tak menghalangi tangannya yang cekatan membantu.
• Albiru langsung bercampur dengan anak-anak, sibuk mengatur kursi, kadang bercanda ringan yang membuat mereka tertawa.
• Zayn paling heboh. Ia langsung nyanyi keras-keras, mengajak semua ikut tepuk tangan. “Yang ulang tahun, maju ke depan dong!” serunya dengan ekspresi ceria.
• Zamora sibuk memastikan kue dan hadiah tertata rapi. Ia sesekali merapikan pita rambut anak perempuan yang berlarian.
• Amora menemani adik-adik panti meniup balon, wajahnya selalu tenang, sabar, dan lembut.
Ketika lagu ulang tahun dinyanyikan, suasana berubah haru. Lilin ditiup bersama, anak-anak bertepuk tangan riang. Di mata mereka, geng Astoria bukan sekadar kakak-kakak keren dari sekolah elit, tapi benar-benar keluarga yang peduli.
Setelah itu mereka membagikan hadiah. Bukan sekadar mainan murah, tapi masing-masing anak mendapatkan sesuatu yang memang mereka butuhkan,sepatu baru, buku gambar, boneka, bahkan alat musik kecil. Semuanya sudah dipikirkan sejak jauh-jauh hari.
Di tengah keriuhan itu, Argani berdiri agak di belakang, memperhatikan semua dengan wajah datar tapi matanya jelas berisi rasa puas. Ia sadar, apapun gosip di luar sana tentang mereka, di tempat ini tidak ada yang bisa meragukan niat baik mereka.