NovelToon NovelToon
MENGEJAR CINTA CEO TUA

MENGEJAR CINTA CEO TUA

Status: sedang berlangsung
Genre:Balas Dendam / CEO / Pengantin Pengganti / Nikah Kontrak / Beda Usia / Pelakor jahat
Popularitas:6.9k
Nilai: 5
Nama Author: akos

Kania, gadis yang hidupnya berubah seketika di hari pernikahannya.
Ayah dan ibu tirinya secara tiba-tiba membatalkan pernikahan yang telah lama direncanakan, menggantikan posisi Kania dengan adik tiri yang licik. Namun, penderitaan belum berhenti di situ. Herman, ayah kandungnya, terhasut oleh Leni—adik Elizabet, ibu tirinya—dan dengan tega mengusir Kania dari rumah.

Terlunta di jalanan, dihujani cobaan yang tak berkesudahan, Kania bertemu dengan seorang pria tua kaya raya yang dingin dan penuh luka karena pengkhianatan wanita di masa lalu.

Meski disakiti dan diperlakukan kejam, Kania tak menyerah. Dengan segala upaya, ia berjuang untuk mendapatkan hati pria itu—meski harus menanggung luka dan sakit hati berkali-kali.

Akankah Kania berhasil menembus dinding hati pria dingin itu? Atau akankah penderitaannya bertambah dalam?

Ikuti kisah penuh emosi, duka, dan romansa yang menguras air mata—hanya di Novel Toon.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon akos, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 19. BINGKISAN KECIL.

"Suami baik" suara itu samar di telinga tuan Bram.

Kania mengusap kepala Tuan Bram, lalu menyilang tangan di depan dada. Ia tersenyum pada Sindy, senyum yang jelas bernuansa mengejek.

Sindy tersenyum tipis, lalu mengambil rantang. Dengan tenang ia menyendok isinya, meniup perlahan, sebelum menyuapkannya ke bibir Tuan Bram.

Mata Kania membelalak, membuat Tuan Bram segera mengalihkan wajah.Sindy tidak putus asa, dengan penuh kesengajaan, ia menyuap makanan ke mulutnya sendiri, mengunyah perlahan, lalu mendekat dan menempelkan bibirnya pada bibir Tuan Bram. Hal yang sama seperti yang di lakukan Kania sebelumnya.

Dengan cara itu, Sindy yakin Tuan Bram tidak bakal menolak, tapi sayang apa yang di harapkan sungguh di luar nalar.

Tuan Bram berdiri dan mendorong tubuh Sindy. Untung saja ada meja kerja yang menahan, jika tidak, perempuan seksi itu sudah pasti jatuh.

“Cukup, Sindy! kelakuanmu sudah melewati batas. Pergi sekarang juga, sebelum aku memanggil satpam untuk menyeret mu keluar!”

Wajah Tuan Bram memerah, sorot matanya tajam seakan menembus jantung. Tangan teracung lurus menunjuk ke mulut pintu.

Tubuh Sindy gemetar, baru kali ini dia melihat tuan Bram begitu marah padanya.

Sindy menghentakkan kaki dengan kesal, lalu menatap Kania sejenak, tatapan jelas menyimpan dendam. Ia pun berlari kecil keluar sambil menangis.

Setelah kepergian Sindy, Tuan Bram kembali ke kursi kerja, menarik tubuh kecil Kania lula mendudukan di pangkuannya.

"Tugasku sudah selesai sekarang aku menagih janjimu."

Wajah Tuan Bram kembali memerah, bukan karena amarah, melainkan karena gejolak dahsyat yang menguasai hati dan pikirannya.

Kania mengangkat tangannya, membelai lembut wajah Tuan Bram, lalu menoleh sejenak ke arah pintu.

“Tenanglah, ini masih siang. Cepatlah pulang, aku akan menunggumu di rumah, suamiku. Cup…”

Sebuah kecupan manis singgah di bibir Tuan Bram. Setelah itu, Kania melepaskan diri, meraih rantang, lalu bergegas pergi. Sebelum menutup pintu, ia sempat menoleh, menyunggingkan senyum menggoda, kemudian menghilang dari pandangan.

Tuan Bram berdiri dari kursi kerjanya, seperti seorang frustasi, mengacak rambutnya hingga tidak beraturan.

Kania melangkah dengan senyum puas karena telah berhasil memberi pelajaran pada Sindy, meski harus siap menanggung konsekuensi dari Tuan Bram. Sebab pria itu tidak akan melepaskannya sebelum ia menepati janjinya.

Kania masih tersenyum hingga langkahnya keluar dari lift. Namun, sesampainya di lobi, senyum seketika lenyap, berganti muram.

Di sana berdiri sosok yang tak asing, Raymond, pria yang pernah mengisi hari-harinya dengan keindahan, sekaligus orang yang menjerumuskannya Ke dalam lembah kehancuran.

Raymond datang bersama Tamara. Entah ada urusan apa mereka ke perusahaan MARLIN Grup.

Kania terus melangkah. Ia tidak ingin lagi berurusan dengan kedua orang itu, karena hanya akan membuang-buang waktunya saja.

Niat Kania memang baik, namun apakah keduanya sejalan dengannya? Tentu saja tidak. Mereka justru menghadang langkahnya, menatap lekat dari ujung kaki hingga ujung rambut, sementara pandangan mereka tak pernah lepas dari rantang yang ada di tangan Kania.

Tanpa ragu, Tamara melontarkan kata-kata ejekan, sengaja memperdengarkannya kepada semua orang yang ada di sana. Kania sudah berulang kali memperingatkan adik tirinya itu untuk berhenti, namun bukannya diam, perempuan itu justru semakin menjadi-jadi.

Semua karyawan mulai saling berbisik, pandangan mereka tertuju pada Kania dengan tatapan penuh hinaan. Mereka begitu mudah percaya pada setiap kata yang keluar dari mulut Tamara. Mungkin karena Tamara tampil menarik, sementara Kania terlihat sederhana saja.

Plak.....

Emosi Kania akhirnya tak terbendung. Telapak tangannya melayang keras, meninggalkan jejak merah di pipi putih Tamara.

"Kurang ajar, kau berani menamparku, pengantar nasi kotak."

Tamara memegangi pipinya di bantu Raymond yang ikut mengusap pipi istrinya itu.

“Itu belum seberapa. Aku tidak akan segan memberimu pelajaran yang lebih dari itu, jika mulutmu tidak bisa berhenti menghinaku.”

Senyum tipis mengembang di wajah Kania, menatap puas pada kesakitan dan rintihan Tamara.

Kania pergi meninggalkan mereka berdua. Tamara tidak terima begitu saja, ia ingin membalas perlakuan Kania. Namun, Raymond mencegahnya. Tujuan mereka datang bukan untuk itu, melainkan untuk menemui Tuan Bram. Balas dendam pada Kania bisa dilakukan nanti, saat ada kesempatan yang tepat.

Kania tidak langsung pulang, ia menyempatkan diri singgah di mall untuk menemui Melli. Begitu melihat kedatangannya, Melli langsung bersorak riang, menggenggam kedua tangan Kania, lalu berputar seperti adegan dalam film India. Keduanya tertawa lepas, tak peduli pada tatapan orang-orang di sekeliling.

Keduanya menuju kedai minuman, setelah memesan, keduanya pun menuju meja kosong.

"Apa yang kamu bawa itu?” tanya Melli, matanya langsung tertuju pada rantang yang sengaja diletakkan Kania di atas meja.

"Rantang, makan siang buat majikanku,” ucap Kania sambil terkekeh.

Melli mengernyitkan dahi, melontarkan pertanyaan demi pertanyaan pada Kania. Dalam hati, Kania ingin sekali mengungkapkan bahwa Tuan Bram adalah majikan sekaligus suaminya. Namun, ia khawatir Melli akan syok mendengarnya. Akhirnya ia memilih diam, dan berjanji pada dirinya sendiri akan menceritakan segalanya di waktu yang tepat.

Tak terasa waktu berlalu, jarum jam sudah menunjuk pukul empat sore. Kania pun meminta Melli untuk mengantarnya pulang. Ia tahu, jika naik taksi pasti akan terjebak macet. Pada jam-jam seperti itu, para karyawan baik negeri maupun swasta biasanya sudah mulai kembali ke rumah.

Dengan senang hati Melli mengiyakan. Motornya melaju menembus padatnya lalu lintas, lincah menyelip dan melewati jalan-jalan sempit untuk menghindari kemacetan.

Sepeda motor berhenti tepat di depan pintu gerbang. Kania segera turun dan masuk, sementara Melli kembali melanjutkan perjalanan Pulang ke rumah.

Kania mengelus dada, lega karena apa yang ia khawatirkan tidak terjadi. Mobil Tuan Bram belum tampak di garasi, itu berarti pria menakutkan itu belum pulang.

Kania menuju dapur, mengembalikan rantang, lalu bergegas kembali ke kamar. dari jauh terdengar suara seseorang memanggil namanya. Seketika langkahnya terhenti di tempat.

Nyonya Marlin datang dengan kursi rodanya, ditemani Bi Ana yang setia mendampingi dari belakang.

Nyonya Marlin menyerahkan sebuah bingkisan merah putih bertuliskan "MERDEKA" sesuai dengan perayaan hari kemerdekaan. Ia berharap Kania akan memakainya saat Tuan Bram pulang.

Meski ada tanda tanya besar menyelimuti pikirannya, Kania akhirnya mengiyakan permintaan Nyonya Marlin.

Kania melanjutkan langkah menuju kamar. Namun, belum juga sampai di ambang pintu, suara Nyonya Marlin kembali terdengar.

“Jangan lupa dipakai, dan berikan pelayanan terbaik untuk suamimu. MERDEKA."

Tawa perempuan tua itu bergema sambil mengangkat tangannya disertai tawa Bi Ana yang sejak tadi menahan geli.

Begitu sampai di kamar, Kania langsung mandi. Malam ini ia harus mempersiapkan diri lebih ekstra, yakin bahwa Tuan Bram akan terus menagih janjinya.

Beberapa pelayan masuk membawa hidangan, meletakkannya di atas meja seperti biasa, lalu pamit meninggalkan kamar.

Kania tidak lagi menunggu tuan Bram karena dia tidak tahu kapan pria itu pulang.

Selesai menyantap makan malam Kania membuka bingkisan pemberian nyonya Marlin.

1
Trivenalaila
suka jln ceritanya, klu bisa dilanjutkan yaaa🙏🙏
Akos: akan lanjut terus KK sabar ya
total 1 replies
Ahn Mo Ne
apakah ini lagi hiatus.??
Akos: setiap hari update kk,
total 1 replies
Muna Junaidi
Hadir thor
Ayu Sasih
next ditunggu kelanjutannya kak ❤️❤️
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!