"Izinkan aku menikah dengan Zian Demi anak ini." Talita mengusap perutnya yang masih rata, yang tersembunyi di balik baju ketat. "Ini yang aku maksud kerja sama itu. Yumna."
"Jadi ini ceritanya, pelakor sedang minta izin pada istri sah untuk mengambil suaminya," sarkas Yumna dengan nada pedas. Jangan lupakan tatapan tajamnya, yang sudah tak bisa diumpamakan dengan benda yang paling tajam sekali pun. "Sekalipun kau benar hamil anak Zian, PD amat akan mendapatkan izinku."
"Karena aku tau, kau tak akan membahayakan posisi Zian di perusahaan." Talita menampakkan senyum penuh percaya diri.
"Jika aku bicara, bahwa kau dan Zian sebenarnya adalah suami istri. Habis kalian." Talita memberikan ancaman yang sepertinya tak main-main.
Yumna tersenyum sinis.
"Jadi, aku sedang diancam?"
"Oh tidak. Aku justru sedang memberikan penawaran yang seimbang." Talita menampilkan senyum menang,
Dan itu terlihat sangat menyebalkan.
Yumna menatap dalam. Tampak sedang mempertimbangkan suatu hal.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon najwa aini, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 17
Acara talk show dimulai. Menghadirkan bintang tamu yang sudah sangat dinanti. Ustadz Raizan Khalif. Seorang ustadz muda, yang tak banyak diceritakan tentang prestasi akademisnya, pun berasal dari jebolan mana.
Yang pasti, ia tidak dilahirkan oleh ajang pencarian bakat, apalagi aji mumpung. Dari salah satu sumber yang terpercaya-- namun enggan disebutkan--mengatakan kalau Raizan Khalif berasal dari keluarga pesantren, yang memiliki latar belakang pendidikan agama yang tinggi, yang ia tempuh di dalam, dan juga luar negeri.
Terkadang, latar pendidikan itu tidak perlu ditelusuri lagi, mana kala sudah terlihat kualitas dan kuantitas sang da'i yang sangat mumpuni. Cara penyampaiannya yang bersahabat, dengan gaya bahasa retoris, dan mudah dipahami. Menjadikan tausiah sang ustadz banyak diterima oleh banyak generasi muda yang cenderung mencari jati diri.
Wajar jika acara talk show kali ini, yang datang untuk mengikuti cukup banyak. Hingga kursi yang tersedia pun hampir tak memadai. Padahal Jaya tv hanya membagikan undangan pada pihak tertentu saja.
Dira dan Yumna mengikuti jalannya acara dengan seksama. Beda dengan Aira--yang kini telah duduk bersama mereka--sesekali gadis itu masih teringat pembicaraan di ruangan tadi. Membuatnya menatap ke arah posisi Zian duduk saat ini. Tiba-tiba saja.
"Kedip!"
Aira terkejut mendengar ucapan yang seolah menegur dirinya untuk berkedip.
Dan saat ia menoleh, ternyata itu ucapan Dira untuk Yumna. Pasalnya gadis cantik itu hampir tak mengalihkan pandangan dari sosok Raizan Khalif dari mulai lelaki muda tampan itu memasuki tempat acara.
"Ini pemandangan yang bikin mata bening dan cerah, tau. Sangat tak patut dilewatkan."
Yumna berkilah dengan definisi yang ia buat sendiri. Tak perduli sekalipun orang lain tak menyetujui.
"Nyata banget terpesonanya." Dira terkekeh.
"Raizan Khalif itu kemungkinan yang tak mungkin." Yumna masih melayangkan kekagumannya pada sosok yang kini berbicara di panggung acara. "Aku bisa narasikan penampilannya saat ini." Yumna melihat sekali lagi sosok Raizan di sana yang memakai baju putih, celana cokelat, dan jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan kirinya.
"Gimana, gimana?" Dira begitu bersemangat untuk mendengarkan.
"Langkah yang sederhana, tapi penuh makna. Putih yang tenang, cokelat yang hangat, dan waktu yang terus berjalan di pergelangan tangan. Kadang diam lebih lantang daripada kata-kata."
"Waaw." Dira ekspresikan kekaguman atas narasi yang disusun oleh Yumna itu.
"Narasi yang aestetik. Cocok buat caption unggahan sosmed." Aira juga memuji sambil tersenyum.
"Kalian tau, berapa lama aku merangkai kalimat itu?"
"Cukup lama. Tepatnya sejak melihat ustadz Raizan melangkah ke sana. Kira-kira dua puluh menit lalu," tebak Dira.
"Dira cerdas banget deh."
Yumna acungkan jempol pada Dira yang menebak dengan benar.
"Narasikan juga tentang penampilan Zian. Jangan sampai dia cemburu karena kamu malah lebih merhatiin pria lain," kata Dira pada Yumna.
"Kalau aku narasikan tentang dia kamu yang bakal cemburu, Dira."
Yumna kalau berkata memang suka jujur. Membuat Aira mengulum senyum. Karena Dira yang sepintas langsung tak bisa berkata apa-apa.
"Kak bantu aku kasih serangan balik ke Yumna." Dira malah sedikit merajuk pada Aira. Ia menatap kesal Yumna yang memberi senyuman mengejek.
"Udah gak usah saling serang. Kalian berdua tuh sama-sama sayang ke Zian." Aira menengahi dengan bijak.
"Harusnya sesama selir kalian harus rukun," tambah gadis ayu itu lagi sambil menahan tawa.
Dira dan Yumna langsung ingin bereaksi. Tapi Aira memberi isyarat agar mereka diam. Saat itu pula terdengar notifikasi chat di ponsel Dira dan Yumna secara bersamaan. Secara bersamaan pula dua gadis itu memeriksa ponselnya.
Berisik kalian.
Isi chat yang sama, dan dikirim oleh orang yang sama.
"Zian." Yumna dan Dira saling pandang.
"Dia ada di sini juga?"
tanya Dira.
"Bukannya udah balik ke kantor ya?" Yumna juga nampak heran.
"Dia ada di sini." Aira menegaskan. Sontak membuat Dira dan Yumna mengedarkan pandangan ke semua arah, mencari keberadaan Zian.
"Gak usah dicari kemana-mana. Dia ada di hati kalian," kata Aira dengan tatapan fokus ke jalannya acara.
Yumna dan Dira pun kemudian mengikuti si kakak pertama. Sama-sama kembali fokus pada jalannya acara.
Acara talk show Jaya Tv mengusung tema
Potensi Inspirasi, yang dimana mereka selalu menghadirkan nara sumber yang bisa memberikan inspirasi dan motivasi melalui cerita dan pengalaman mereka.
Menghadirkan Raizan Khalif sudah menjadi request audiens sejak beberapa bulan terakhir ini.
Pada kesempatan ini, Raizan tidak membagikan pengalaman dakwahnya, atau pun masa-masa pendidikan yang sudah ia tempuh. Lelaki tampan itu justru menceritakan tentang potensi yang bisa dimiliki oleh setiap manusia untuk berbuat kebaikan pada sesama--sekali pun berada dalam kondisi yang juga terbatas.
Berdasarkan motivasi yang diberikan Raizan, pembawa acara sempat menyebut Daru-Fata, rumah yatim piatu yang didirikan lelaki tampan itu bersama tim yang lain.
Raizan pun sedikit menceritakan tentang Darul-Fata, dan alasannya tidak menyebut rumah yatim itu sebagai panti asuhan saja.
Darul-fata mengusung konsep rumah. Yakni sebagai rumah, atau tempat tinggal bagi semua anak-anak yang kehilangan orang tuanya--atau sekedar kehilangan kasih sayang mereka. Di Darul Fata mereka kini tak hanya memiliki rumah, tapi juga memiliki keluarga.
Memiliki tempat pulang yakni rumah, memiliki orang yang dicinta, yakni keluarga, itu adalah berkah yang terindah. Home is where the heart is. Rumah adalah tempat hati berada. Lanjut Raizan.
Darul fata adalah bentuk langkah "memberi" secara nyata. Namun, bentuk pemberian yang seperti itu butuh langkah-langkah besar. Sedangkan konsep memberi tidak harus terpaku pada melakukan hal-hal besar yang membutuhkan waktu dan tenaga yang tak main-main, juga materi yang tidak kecil--seperti membangun rumah singgah. Tapi, memberi juga dengan melakukan hal-hal kecil yang berarti buat orang lain.
"Memberi bukan hanya pada saat kita dalam kondisi "lebih".
Karena memberi tidak terbatas pada materi. Bahkan senyum saja dihitung sedekah. Dan tidak berprasangka buruk pada orang lain, itu adalah bentuk kita memberi yang tak ternilai."
Raizan khalif mengucapkan itu sembari tersenyum santai. Ucapan yang segera mendapat persetujuan dari semua yang hadir, dengan memberikan tepuk tangan.
"Wah." Yumna hanya mewakilkan persetujuan dan kekaguman pada satu kata.
"Praktekkan mulai sekarang." Dira berucap dengan niat yang tertanam.
"Yup." Yumna menyampaikan persetujuan.
"Dan pertama-tama, kamu harus minta maaf padaku, Yum."
"Minta maaf buat apa?"
"Berburuk sangka barusan. Menuduhku cemburu tentang Zian. Tidak berburuk sangka pada orang lain, adalah bentuk pemberian yang tak ternilai, kata ustadz Raizan." Rupanya tentang hal tersebut, Dira masih tak terima. Dan ia mendapatkan kesempatan ajukan keberatan berkat kata-kata motivasi dan inspirasi ustadz Raizan. Momentum yang sangat pas, yang tidak disia-siakan oleh Dira.
"Itu bukan nuduh, tapi fakta," kilah Yumna.
"Fakta dari mana?" Dira tak terima.
"Mau ditegur Zian lagi kalian?" Aira segera menengahi sebelum Dira dan Yumna ribut lagi. Ia menatap dua orang sahabatnya itu bergantian.
"Emang Zian ada di mana sih Kak? udah kayak hantu gentayangan aja dia."
Yumna si paling bisa membuat julukan konyol bertanya serius.
"Gentayangan di hatimu," celetuk Dira.
Yang ditanggapi Yumna dengan cibiran.
"Cari. Seseorang yang ada di hati, akan sangat mudah kalian mengenali, sekalipun dia tampil sebagai orang lain." Aira malah seakan membuat kompetisi, yang membuat Dira dan Yumna saling tatap lalu sama-sama mengedarkan pandangan ke seluruh pemirsa Talk Show yang lain.
"Kasih clue, Kak," pinta Yumna setelah berlalu beberapa saat sepasang matanya mencari dengan menelisik, dan tak mendapatkan hasil apa-apa.
"Ho-oh, Kak." Dira juga meminta hal yang sama.
"Putih dan hitamnya, seperti senja yang tahu caranya indah tanpa berlebihan.
Ia duduk, tapi pesonanya berjalan jauh."
"Berarti Zian sedang memakai baju putih setelan hitam. Dan ia sedang duduk mengikuti acara ini juga." Dira langsung paham makna dari ucapan Aira.
Lain halnya Yumna, dia malah menemukan pemahaman lain dari ucapan Aira itu.
"Wahh." Yumna berdecak kagum.
"Narasimu aestetik banget, Kak. Indah dan bermakna. Seperti hadirnya Zian yang begitu memberi makna dalam hidupmu."
Aira hanya diam, menatap Yumna tanpa sanggahan, juga pembenaran.
"Aku tau dimana Zian." Dira setengah terlonjak saat berkata demikian.
"Di mana?" tanya Yumna begitu penasaran.
"Di hati Kak Aira."
Aw Aw Aw
Aku kasih vote biar calonnya Zian tambah semangat