"Kalian siapa? Kenapa perut kalian kecil sekali? Apa kalian tidak makan?" tanya seorang perempuan dengan tatapan bingungnya, dia adalah Margaretha Arisya.
"Matanan tami dimatan cama cacing," ucap seorang bocah laki-laki dengan tatapan polosnya.
"Memang tami ndak dikacih matan cama ibu," ceplos seorang bocah laki-laki satunya yang berwajah sama, namun tatapannya sangat tajam dan ucapannya sangat pedas.
"Astaga..."
Seorang perempuan yang baru bangun dari tidurnya itu kebingungan. Ia yang semalam menyelamatkan seorang wanita paruh baya dari pencopet dan berakhir pingsan atau mungkin meninggal dunia.
Ternyata ia baru sadar jika masuk ke dalam tubuh seorang perempuan dengan status janda bernama Naura Arisya Maure. Setelah menerima keadaan, ia berupaya mengubah semuanya. Namun kedatangan orang-orang di masa lalu pemilik tubuh ini membuat semuanya semakin rumit.
Bagaimakah Arisya bertahan pada tubuh seorang janda dengan dua orang anak? Apakah Arisya bisa kembali ke tubuh aslinya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon eli_wi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pura-Pura
Theo, gimana ini?
Ibu gimana? Kok dimacukin ke kamal situ,
Pelawatna tadi bawa cuntikan becal,
Ini kita ndak bica bayal, diculuh cuci piling ndak?
Gheo terus menggenggam tangan Theo dengan erat. Ia juga terus bertanya kepada Theo yang hanya diam tanpa menjawab pertanyaan kembarannya. Ia juga khawatir, bingung akan menjawab atau melakukan apa. Sekali saja ia menjawab, maka dadanya mungkin akan sesak karena menahan tangis.
"Tenang dulu ya. Biar dokter periksa keadaan Ibu kalian," ucap Ricko menenangkan Gheo saat tiba di depan ruang IGD. Tadi Ricko meninggalkan keduanya karena harus mengurus administrasi terlebih dahulu.
"Ini gala-gala Om yang lusakin teflonna Ibu nih. Ibu jadi pingcan," Gheo menyalahkan Ricko yang menyusahkan Ibunya karena teflon rusak. Gheo berpikir jika Ibunya kelelahan memasak san berakhir pingsan.
"Kok jadi Om lagi sih? Kan Om sudah ganti rugi. Itu lho uang bisa buat beli teflon lebih dari lima," Ricko sedikit kesal karena terus disalahkan.
"Ya benal tan talo..."
"Diam kalian beldua. Aku lakban itu bibil kalian beldua bial ndak belantem telus. Do'a, janan beldebat dan belantem telus." sela Theo yang teramat pusing dengan perdebatan keduanya.
Ricko dan Gheo langsung melipat bibirnya ke dalam. Mereka memilih diam dan tak lagi membuat keributan. Apalagi tatapan Theo terlihat tajam dan menyeramkan. Ricko melihat lewat kaca pintu IGD untuk memantau bagaimana Arisya sedang diperiksa. Gheo yang penasaran, juga langsung mendekati Ricko.
"Om penculik hati janda..." Gheo menoel-noel telapak tangan Ricko membuat laki-laki itu menundukkan kepalanya.
"Dendong," Gheo mengangkat kedua tangannya ke arah Ricko pertanda ingin digendong. Ricko hanya bisa menghela nafasnya pasrah kemudian menggendong Gheo.
"Ibu ndak diapa-apain kan cama doktelna?" tanyanya pada Ricko saat melihat Arisya sedang diperiksa oleh dokter dan perawat di sana.
"Ya pasti diapa-apain. Namanya juga dokter, pasti periksa dan cek ada apa dengan Ibumu dong. Aneh sekali pertanyaanmu itu. Buat apa Ibumu dibawa ke rumah sakit kalau cuma didiamkan oleh dokternya,"
Plakk...
Gheo langsung menggeplak lengan tangan Ricko. Padahal ia hanya bertanya karena takut Ibunya diperlakukan tidak baik. Seharusnya Ricko menenangkan, bukan malah berucap sambil menaikkan ucapannya dengan nada tinggi. Theo yang melihat interaksi keduanya sangat kesal.
"Pada ndak tahu situasi. Bisa-bisanya meleka belantem di depan pintu IGD," gumam Theo sambil menghela nafasnya kasar.
***
"Permisi, keluarga pasien atas nama Nona Naura Arisya Maure." panggil seorang perawat yang baru saja keluar dari ruang IGD.
"Saya nanaknya," ucap Theo yang langsung berdiri di depan perawat itu.
"Apa tidak ada orang dewasa sebagai perwakilan keluarga di sini?" tanya perawat itu yang tak yakin jika harus bertanya atau memberikan keterangan tentang kondisi pasien pada anak kecil.
"Saya suaminya," ceplos Ricko yang langsung mendekati perawat itu.
"Apa?" Gheo dan Theo terkejut dengan ucapan Ricko. Bisa-bisanya Ricko mengaku sebagai suami dari Arisya.
"Sejak kapan Om jadi cuamina Ibu aku?" ucap Gheo dengan pelan yang masih berada di dalam gendongan Ricko.
"Sejak malam ini," Jawab Ricko dengan santainya.
"Janan mengkhayal, Om. Banunlah talo itu mimpi, takutna nanti dila talo ndak jadi kenyataan." Theo sedikit menyindir Ricko yang langsung terdiam. Ia tak suka ada orang yang mengaku sebagai suami dari Ibunya.
"Hanya pura-pura. Daripada perawat itu nggak mau kasih tahu kondisi Ibu kalian," bisik Ricko pada Theo.
"Ya walaupun kalau jadi suaminya beneran, juga nggak papa sih." lanjutnya mengucapkan kalimat itu di dalam hati.
"Jadi yang benar bagaimana ini? Saya butuh orang dewasa untuk membicarakan kondisi pasien," tanya perawat itu lagi meminta kejelasan dari penanggungjawab pasien.
"Saya suaminya. Jadi ada apa dengan istri saya?" tanya Ricko pada perawat itu. Terlihat sekali Theo dan Gheo langsung memalingkan wajahnya karena sedikit tak terima.
"Apa istrinya pernah terjatuh atau kepalanya terbentur sesuatu? Atau mungkin pernah kecelakaan? Apa pernah istrinya mengalami trauma akan sesuatu?" tanya perawat itu dengan beruntun.
Ricko yang mendengar itu langsung menatap Theo dan Gheo. Namun keduanya langsung menjawab dengan gelengan kepala. Mereka tidak tahu apakah Arisya pernah kecelakaan atau mengalami trauma akan sesuatu.
"Saya kurang tahu, sus. Pasalnya kami ini LDR dan saya baru pulang beberapa hari ini," Ricko memberi alasan dengan sedikit berbohong.
"Memangnya ada apa, sus? Apa ada sesuatu yang serius terjadi pada istri saya?" Perawat itu menatap Ricko dengan intens.
Sepertinya perawat itu curiga pada Ricko yang bukan suami dari Arisya. Terlihat sekali jika Ricko seperti tak tahu menahu mengenai kejadian apa yang menimpa pasien. Jika LDR, paling tidak pernah mendengar kabar jika istrinya tengah terluka.
"Anda berbohong ya? Jangan ngaku-ngaku suaminya pasien ya." Perawat itu menatap intens pada Ricko.
"Ibu saya memang bebelapa hali yang lalu cempat telbentul kepalana, demam, dan pingsan sehalian. Setelah sadal, juda seling mengeluh sakit kepala."
"Tadi setelah matan, dia belteliak sesuatu yang ndak kami mengelti. Habis itu pingsan," Akhirnya Theo yang menjelaskan dan mengaitkan kejadian ini dengan pingsannya Arisya beberapa hari lalu.
Perawat itu mencatat semua informasi yang didapatkan dari Theo. Sedangkan Ricko hanya mendengarkan, namun mencoba menganalisa apa yang terjadi dari penjelasan Theo.
"Kemungkinan pasien mengalami trauma masa lalu yang ingin dipendamnya. Namun tadi teringat kemudian pingsan karena tak kuat saat mengingatnya. Untuk pemeriksaan lebih lanjut, biar nanti dokter yang menyampaikan." ucap perawat itu menjelaskan.
"Tapi Ibu baik-baik caja kan, sus?" tanya Gheo dengan mata berkaca-kaca.
"Ibumu akan baik-baik saja. Bantu do'anya ya adik manis, biar Ibu segera sembuh." Perawat itu menenangkan Gheo yang sepertinya khawatir berlebihan pada kondisi Arisya.
"Bapak tuh sebagai suaminya, lebih perhatian sama istrinya biar dia terbuka akan masalahnya. Jangan sampai istrinya memendam masalahnya sendiri dan akhirnya meledak seperti ini," tegurnya pada Ricko yang hanya bisa tersenyum canggung.
"Ditenangkan anaknya. Jangan cuma mau bikinnya doang, tapi ngurus mereka nggak bisa."
Perawat itu pergi setelah mengomeli Ricko. Perawat itu sedikit kesal karena Ricko terlihat kaku saat berinteraksi dengan Theo dan Gheo. Tentu saja kaku, mereka baru bertemu hari ini dan langsung dihadapkan dengan situasi yang menegangkan.
"Ndak ucah lagi pula-pula jadi cuamina Ibuku. Ndak cocok," ucap Theo yang kemudian kembali duduk di ruang tunggu.
"Walaupun seluruh dunia bilang nggak cocok, tapi kalau Tuhan bilang iya. Kalian bisa apa?" ucap Ricko sambil menaikturunkan alisnya membuat Theo kesal.
Amit-amit,
Coba mulai sekarang, panggil Om dengan panggilan Papa.
Siapa tahu habis Ibumu sadar, dia mau menikah dengan Om.
Ogah,
Ricko, ngapain kamu di sini?
Ha?
KOK ISO²NE DADI MANG OJEK TO KOOOOOOOOO RICKOOOO
lucu banget theo dan gheo
lanjut thor please
ke SKAK sama anak kecil iniJUDULNYA👏👏👏👏👏👏👏👏👏👏