Namanya Elisa, dia terlahir sebagai putri kedua dari keluarga Hanggara, namun hal itu tak membuat nasibnya bagus seperti kakaknya.
Dia bahkan dikenal sebagai perempuan arogan dan sangat jahat di kalangannya, berbeda dengan kakaknya yang sangat lembut dan pandai menjaga sikap.
Marvin Wiratmadja, adalah putra dari Morgan Wiratmadja. Terlahir dengan kehidupan super mewah membuatnya tumbuh menjadi orang yang sedikit arogan dan tak mudah di dekati meski oleh lawan jenisnya.
Namun siapa sangka, ketertarikannya justru tertuju pada seorang gadis yang dikenal berhati busuk dan semena-mena bernama Elisa Hanggara.
Bagaimana takdir akan mempertemukan mereka?
Baca episodenya hanya disini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sujie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Perdebatan
Lisa memberhentikan taxi setelah cukup jauh berjalan dari tempatnya bersama Marvin tadi.
Jarak antara rumahnya dan tempatnya saat ini cukup dekat, mungkin hanya butuh waktu sekitar 20 sampai 30 menit saja.
Dia masuk saat taxi itu berhenti tepat di hadapannya.
Maafkan aku Marvin, aku tidak ingin kau kecewa padaku suatu saat nanti. Selama ini aku sudah berusaha untuk berteman dengan siapapun, tapi akhirnya aku harus menelan kekecewaan karena mereka pada akhirnya menjauhiku saat rumor itu sampai ditelinga mereka.
Aku mulai membatasi pergaulanku, sampai pada akhirnya aku hanya punya teman bernama kak Arumi. Seorang yang sangat tulus dan dewasa. Terkadang aku ingin sekali menjadi orang biasa saja seperti kak Rumi agar hidupku lebih tenang tanpa gangguan dari kak Stevi dan teman-teman sosialitanya.
Elisa masih berusaha menyeka air matanya saat berada di dalam mobil. Hingga pria paruh baya yang sedang fokus mengemudi itu sedikit memperhatikannya.
"Tisu Non?" tawarnya pada Elisa yang sejak tadi sibuk menyeka lelehan bening yang terus bergulir di pipinya.
"Terimakasih, Pak," jawabnya seraya menyambut tawaran pengemudi taxi itu. Ia mengambil beberapa helai tisu dari tangannya.
"Terkadang hidup memang tidak sesuai dengan keinginan kita, Non. Tapi kita tetap harus menjalaninya. Apapun masalah Nona, semoga Tuhan memberikan jalan yang terbaik untuk Nona," kata pengemudi taxi itu, yang justru membuat lelehan bening itu mengalir lebih deras.
"Terimakasih sudah menghibur, Pak. Bapak juga, semoga selalu diberkahi dan dilimpahi banyak nikmat," ucapnya seraya mencoba tersenyum.
"Nona sepertinya orang yang sangat baik, pasti banyak orang yang menyayangi Nona,"
Elisa tersenyum tapi guratan kesedihan nampak jelas dari raut wajahnya.
Hal itu sempat terlihat oleh bapak pengemudi taxi tadi.
"Maaf kalau saya salah bicara, Non," ucap pengemudi itu lantaran merasa bersalah karena wajah penumpangnya justru bertambah muram setelah mendengar ucapannya.
"Kenapa minta maaf, Pak? Saya justru sangat bersyukur masih ada orang-orang yang mengasihi saya selama ini," ujar Lisa menghibur.
Ya, walaupun orang-orang itu hanya Bi Sum dan Bi Yanti. Tapi Elisa merasa, seperti ini saja juga sudah cukup.
Tidak ada pelukan ibu, tapi masih ada tangan dua orang itu yang selalu siap membelainya dengan lembut dan menenangkannya sejak ia masih kecil.
"Syukurlah, Bapak kira, Bapak salah bicara,"
"Tidak, Pak,"
Mereka kemudian sama-sama tersenyum.
"Rumah Nona daerah sini? Ini termasuk salah satu komplek perumahan elit, Non,"
"Saya hanya menumpang saudara saja kok, Pak," jawabnya seraya tersenyum.
Bukankah begitu? Elisa hanya seperti orang yang menumpang hidup saja dirumah mewah milik Hanggara itu.
"Oh ... begitu? Yang mana rumahnya, Non?" tanya pengemudi itu seraya memperlambat laju kendaraannya.
"Yang pagar perak dan tinggi itu, Pak,"jawab Lisa seraya menunjuk sebuah rumah cukup megah dengan pagar dan gerbang yang menjulang tinggi tak jauh dari mereka.
Pengemudi taxi itu lalu menghentikan mobilnya tepat di depan rumah yang ditunjuk tadi.
"Yang ini kan, Non?"
"Iya, Pak," jawab Lisa seraya menyerahkan selembar uang pada pria paruh baya yang mengantarnya tadi.
"Kembaliannya, Non?" teriaknya saat Lisa sudah akan menjauh dari mobilnya.
"Simpan saja, Pak" jawabnya seraya menangkupkan tangan dan menunduk sopan.
Pengemudi taxi itu tersenyum dan memperhatikan orang yang tadi diantarkannya.
Lisa melangkahkan kakinya melewati bebatuan yang sengaja disusun rapi di halamannya.
Ia merasa sedikit lebih tenang setelah sedikit berbincang dengan pengemudi taxi tadi.
Ia meraih gagang pintu rumahnya dan memutarnya seraya memberikan sedikit dorongan disana hingga pintu itu terbuka.
"Bibi bilang kau sakit? Kenapa keluyuran?" tanya Hanggara yang sedang duduk diruang tengah.
"Lisa cuma cari udara,"
"Cari udara atau menemui lelaki-lelaki hidung belang itu?" selidik Hanggara seraya berdiri dan memutari putrinya.
"Sudah berapa kali Lisa bilang sama Papa, Lisa tidak pernah punya hubungan apapun dengan lelaki-lelaki yang Papa maksud itu!" Lisa meninggikan suaranya. Baru saja ia merasa sedikit lega setelah menumpahkan air mata yang membuatnya sesak tadi.
"Lalu ini apa?"
Hanggara menunjukkan foto dirinya sedang bersama dengan Marvin tadi. Tapi sayang sekali, hanya punggung Marvin saja yang terlihat.
"Ini? Dari mana Papa dapat foto ini?"
"Tidak penting darimana Papa dapat foto ini. Tapi yang jelas Papa kecewa sekali padamu Lisa, karena kau tidak pernah berubah sampai sekarang. Kau masih muda, kau juga tidak kekurangan apapun. Papa masih bisa memberimu uang dan memberikan apapun yang kau inginkan. Tapi kenapa harus jalan ini yang kau ambil? Menyerahkan tubuh pada setiap orang yang mendekatimu. Itu adalah hal yang sangat memalukan, Lisa. Jika kau ingin mobil atau barang mewah seperti kak Stevi, kau bisa meminta pada Papa. Atau jika kau ingin menghasilkan uang sendiri, bekerjalah seperti kak Stevi!"
Guratan kekecewaan memang nampak jelas sekali terpancar dari raut wajah Hanggara.
Ia tidak habis pikir dengan jalan pikiran putri keduanya selama ini.
hmm🤔, bisa jdi sih..atau mngkin kembaran stevi kh!!??