NovelToon NovelToon
I Want You

I Want You

Status: sedang berlangsung
Genre:Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Romantis / Office Romance / Cintapertama
Popularitas:4.6k
Nilai: 5
Nama Author: Mapple_Aurora

Pengkhianatan yang dilakukan oleh tunangan dan kakak kandungnya membuat Rada mengambil keputusan untuk meninggalkan New York dan kembali ke Indonesia.

Pernikahan yang gagal membuat Rada menutup hati dan tidak ingin jatuh cinta lagi, tapi pertemuan dengan Gavin membuatnya belajar arti cinta sejati.

Saat Gavin menginginkan sesuatu, tidak ada yang bisa menolaknya termasuk keinginan untuk menikahi Rada. Ia tahu hati Rada sudah beku, tetapi Gavin punya segala cara untuk menarik wanita itu ke sisinya.



Cerita ini murni ide penulis, kesamaan nama tokoh dan tempat hanyalah karangan penulis dan tidak ada hubungannya dengan kehidupan nyata.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mapple_Aurora, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 28

Api dari panggangan memantulkan cahaya keemasan di wajah mereka. Aroma daging dan bumbu barbeque menyatu dengan angin laut yang lembut. Halaman belakang villa itu terasa hangat malam ini, bukan karena suhu, melainkan karena kebersamaan yang sudah lama tak terjadi.

Daniel sibuk membolak-balik daging, sementara Bunda Istina menyiapkan salad di meja panjang. Rada duduk di kursi taman, rambutnya sedikit berantakan tertiup angin, sesekali menatap laut yang berkilau jauh di belakang villa. Gavin berdiri di dekat panggangan, wajahnya tetap datar seperti biasa. Ekspresinya tenang yang seolah tidak terusik oleh apa pun.

“Udangnya udah hampir matang,” kata Daniel dengan suara riang. “Kamu suka seafood kan, Ra?”

“Suka, Niel. Apalagi udang bakar.” Rada menjawab sambil tersenyum tipis.

Dari tempat duduknya, Istina melotot pada putrinya. “Rada, tadi Bunda bilang apa? Kok kamu ngomongnya gitu sama Bang Daniel?”

“Daniel aja nggak masalah kok Bun— Aduhh… iya-iya, Bang Daniel.” Rada cemberut saat Bundanya dengan cepat pindah kesampingnya dan memberinya cubitan di pinggang. Bunda selalu memaksanya memanggil Daniel dengan panggilan Abang.

Daniel tertawa kecil, lalu menoleh ke Gavin. “Kamu juga suka udang?”

Gavin hanya mengangguk. “Iya, mas. Selama nggak terlalu asin.”

Nada bicaranya tenang, sopan, tapi datar seperti biasa.

Bunda Istina menatap Daniel dan Gavin bergantian. “Kalian berdua dari tadi serius amat. Ini barbeque, bukan rapat perusahaan.”

Daniel tertawa kecil, Gavin hanya mengangkat kepala sebentar, menatap Bunda Istina sekilas.

“Saya cuma memastikan semua matang sempurna, Tante.” katanya datar.

“Wah, calon suami yang perfeksionis,” sahut Daniel menggoda.

Gavin menjawab datar, “Lebih baik begitu daripada keracunan.”

Daniel terbahak, Bunda Istina ikut tertawa. Rada hanya tersenyum samar, memandangi ekspresi Gavin yang tetap sama. Tenang, terukur, dan sulit dibaca.

“Jadi, gimana Lombok?” tanya Daniel setelah suasana agak tenang.

“Cantik banget,” jawab Rada. “Cuma sayang anginnya tadi kencang banget di tebing.”

Gavin menoleh sekilas, matanya refleks memandang wajah Rada. “Kamu sempat hampir jatuh.”

“Iya, tapi kan ada kamu di belakang,” kata Rada pelan tanpa sadar.

Gavin menunduk sedikit, memperhatikan arang panggangan. “Kebetulan aja aku dekat.”

Jawaban singkat itu seolah menutup percakapan.

Daniel menepuk bahu Gavin. “Datar banget jawabannya. Tapi baguslah, yang penting kamu tanggap kalau Rada butuh bantuan.”

Gavin hanya mengangguk tanpa membalas.

Malam berlanjut dengan obrolan ringan, Daniel bercerita tentang pekerjaannya. Bunda Istina menimpali dengan kisah masa kecil Rada yang membuat Rada malu sendiri. Gavin sesekali ikut mendengarkan, memberi komentar singkat seperlunya, tapi pandangannya kerap diam-diam mengarah ke Rada untuk memastikan ia makan cukup, atau sekadar memastikan ia tidak kedinginan.

Ketika semua mulai selesai makan, Daniel mengangkat gelas jusnya. “Untuk kebersamaan malam ini,” katanya dengan senyum hangat. “Udah lama banget nggak kumpul kayak gini.”

Semua mengangkat gelas masing-masing, tersenyum. Gavin pun mengikutinya tanpa banyak kata, pandangannya sempat bertemu dengan Rada, hanya sepersekian detik, tapi cukup membuat Rada merasa aneh di dadanya. Ada sesuatu di balik tatapan datar itu, sesuatu yang ia belum bisa pahami.

...☆...

Malam itu, suara debur ombak terdengar lembut dari kejauhan. Langit Lombok bertabur bintang, dan angin laut membawa aroma asin yang menenangkan. Setelah makan malam selesai, Daniel mengajak Rada berjalan-jalan keluar halaman villa.

Lampu taman menyinari jalan setapak yang menuju bibir pantai. Rada berjalan di samping kakaknya, mengenakan cardigan tipis dan menggenggam sandalnya di tangan. Kakinya sesekali menyentuh pasir yang masih hangat.

Daniel meliriknya sekilas. “Kamu kelihatan capek, tapi juga… lebih tenang daripada terakhir kulihat.”

Rada tersenyum kecil. “Mungkin karena udara di sini bagus.”

Daniel ikut tersenyum, tapi nadanya berubah sedikit serius. “Rada…” Ia berhenti melangkah. “Aku boleh tanya sesuatu?”

Rada mengangguk pelan.

“Pernikahan ini… beneran nggak jadi beban buat kamu? Maksudku—” Daniel menarik napas. “—setelah semua yang terjadi waktu itu. El, Naysa… semuanya.”

Rada memandang laut di depannya, lama. Suara ombak menenggelamkan jeda di antara kata-katanya. Memang tidak mudah, setelah semua yang terjadi Rada kesulitan melihat Naysa sebagai kakaknya.

“Aku nggak bisa bilang ini hal yang mudah,” ujarnya akhirnya. “Aku dan Gavin bahkan belum benar-benar saling mengenal. Aku juga nggak cinta dia.”

Daniel menatap adiknya dengan tatapan penuh iba. Tapi sebelum ia sempat bicara, Rada melanjutkan, “Tapi, aku juga nggak ngerasa terbebani. Justru… rasanya kayak sesuatu yang akhirnya harus aku jalanin. Bunda sama Ayah kelihatan bahagia banget. Dan entah kenapa, aku juga senang melihat mereka bahagia. Kalau dengan menikah aku bisa bikin mereka tenang, ya sudah.”

Daniel terdiam sejenak. “Kamu selalu gitu, ya. Selalu mikirin orang lain dulu.”

“Aku cuma nggak mau lihat orang lain kecewa lagi karena aku.” Ujar Rada tersenyum samar, menatap bintang

Suara ombak kembali menjadi satu-satunya yang terdengar. Daniel menghela napas panjang lalu merangkul pundak adiknya.

“Aku cuma pengen kamu bahagia, Rada. Kalau nanti ternyata kamu nggak bahagia, aku yang pertama bakal nyuruh kamu pergi.”

Rada tertawa pelan. “Jangan ngomong gitu, Bang. Aku udah cukup jauh jalan, kayaknya kali ini aku pengen diam dulu.”

“Kalau nggak ada Bunda, panggil aja kayak biasa.” pinta Daniel lalu ikut tersenyum, meski di matanya terselip kekhawatiran. “Kalau gitu, aku percaya. Tapi inget, kalau kamu ngerasa nggak punya tempat buat keluh kesah, masih ada aku.”

Mereka berdua berjalan lagi menyusuri pasir, meninggalkan jejak kaki yang cepat hilang tersapu ombak. Dari kejauhan, di balkon villa yang remang, Gavin berdiri diam sambil menatap ke arah pantai. Wajahnya tetap datar seperti biasa, tapi pandangannya mengikuti setiap langkah Rada.

...✯✯✯...

1
Lunaire astrum
💯
Lunaire astrum
Bagus juga. Nanti baca lagi, mau ke warung dulu
Ega
Suka sama karakter Gavin🥰🥰🥰
Ega
cowok kyak El nih nyebelin banget deh😏
Adit monmon
cinta dlm diam ya vin🤭
Nda
luar biasa
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!