Sera, harus kehilangan calon anak dan suaminya karena satu kecelakaan yang merenggut keluarganya. Niat ingin berlibur malah menjadi petaka.
Sera bersedih karena kehilangan bayinya, tapi tidak dengan suaminya. Ungkapannya itu membuat sang mertua murka--menganggap jika Sera, telah merencanakan kecelakaan itu yang membuat suaminya meninggal hingga akhirnya ia diusir oleh mertua, dan kembali ke keluarganya yang miskin.
Sera, tidak menyesal jatuh miskin, demi menyambung hidup ia rela bekerja di salah satu rumah sakit menjadi OB, selain itu Sera selalu menyumbangkan ASI nya untuk bayi-bayi di sana. Namun, tanpa ia tahu perbuatannya itu mengubah hidupnya.
Siapakah yang telah mengubah hidupnya?
Hidup seperti apa yang Sera jalani setelahnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dini ratna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Teman Masa Kecil
"Astaghfirullahaladzim ...,"
Inah yang terkejut langsung bersembunyi di balik dinding kamar. Ia yang hendak pergi tidak jadi dan malah kembali ke kamar Lio, niat ingin mengambil bukti yang ada ia dikejutkan oleh Sera, yang jatuh di atas tubuh Darren. Melihat hal demikian membuat Inah berpikir jika ada sesuatu dengan tuannya dan ibu susu Lio.
"Wallah ... dallaah ... ada udang dibalik batu ini. Eh, maksudnya ada sesuatu antara mereka ini, aduh ... Nyonya harus tahu ini."
Inah, langsung pergi meninggalkan lantai atas, menuruni tangga dan langsung menuju dapur. Sementara, di dalam kamar Sera dan Darren masih membeku, dengan sepasang netra yang saling menatap.
Entah, apa yang mereka pikirkan tapi tiba-tiba ....
"Akhh!" Darren menjerit sekerasnya, membuat Sera langsung bangun dari tubuhnya. Saking kerasnya teriakannya itu langsung membangunkan Lio.
"Oek ... Oek ... Oek ...."'
Darren, yang terkejut langsung memangku bayinya, ia mencoba menenangkan tangisan Lio dengan cara mengayun-ngayun Lio, tetapi tangisan Lio tidak juga mereda.
"Oek ... Oek ... Oek ...."
"Cup, cup, sayang ... ada papa di sini. Kamu jangan nangis, ya."
"Berikan Lio padaku," pinta Sera, lalu mengambil alih Lio dari gendongan Darren.
Tangisan Lio langsung berhenti ketika digendong ibu susunya, Darren sampai terheran-heran.
"Apa yang salah dengan tanganku? kenapa tangisannya langsung berhenti setelah digendong kamu."
"Lio, tidak butuh digendong saja, tapi butuh susu. Ini memang sudah waktunya dia nyusu, tuh kan ... kopiku jadi dingin gara-gara Tuan!"
"Kok, gara-gara saya? Kamu tuh yang nyosor-nyosor."
"Enak saja, siapa yang nyosor!"
"Tadi, kamu mau c1um saya, kan?"
"Tidaklah Tuan!" Sera, membelalakkan mata. "Tadi itu emang gak sengaja jatuhnya disitu harus bagaimana lagi. Lagian jangan ngarang, ya ... siapa coba yang C1um gak ada c1um-c1um," elak Sera karena itu kenyataannya. Sera, tidak berani menc1um Darren walau bibir ranum milik pria itu sungguh menggoda.
"Allaaah .... ngeles kamu komet!"
"Apa, komet?'' gumam Sera, karena Darren sudah dua kali menyebut namanya komet. "Sebentar ... panggilan itu seperti ... "
"Sudahlah, lupakan! Saya maafkan kamu sekarang, awas kalau coba-coba nyentuh saya lagi."
"Siapa juga yang mau nyentuh," imbuh Sera, menatap kepergian Darren dari kamarnya, tetapi pria itu tidak melupakan kopinya yang juga dibawa pergi.
Sera langsung menyusui Lio, sedangkan Darren, pria itu masih mematung di depan pintu. Ia mengatur nafasnya sambil bolak-balik di depan pintu dan menggoyang-goyangkan kaosnya seakan gerah.
Jantungnya saat ini memang tidak stabil, Darren sampai terpejam seraya menyentuh dada bidangnya.
"Oh, Tuhan ... apa ini kenapa gugup begini. Lama-lama itu si komet bikin pikiranku kacau.
Darren mendaratkan bokongnya di bibir ranjang, sambil terus mengatur aliran nafasnya. Sementara Sera, dia sudah selesai menyusui Lio, dan kembali menidurkan Lio.
Sedetik ia termenung, memikirkan peristiwa tadi. Tatapan Darren, begitu lembut sampai menembus ke dalam hatinya. Tatapan yang sama yang diperlihatkan saat di rumahnya, saat tragedi basah-basahan.
Sera, segera menggeleng–menepis pikiran itu dari benaknya. "Kenapa aku tiba-tiba jadi melow begini," ucapnya dengan wajah sedih.
"Lio, maafkan Bi Sera, ya. Bi Sera, sudah gila ngebayangin terus papa Lio." Katanya sambil menatap Lio
Jam sudah menunjukkan pukul 5, sudah menjelang pagi. Sera, segera menuju kamar mandi sebelum Lio terbangun, karena jika Lio sudah bangun, akan sangat sulit meninggalkan bayi itu.
***
Pukul 7 pagi, semua penghuni sudah mulai memenuhi meja makan untuk sarapan. Pagi ini Inah, sedikit terlambat dan baru selesai membuat nasi goreng. Pikirannya jadi kacau gara-gara pagi tadi.
"Inah, masak nasi goreng saja?" tanya Maudy, berjalan menghampiri Inah.
"Iya, Nyonya maaf ... saya kesiangan."
"Hmm .... ya sudah tidak apa-apa. Tapi kamu tidak lupa, kan masak sayur katuk itu menu spesial yang harus ada setiap hari untuk Sera."
"Iya, Nyonya sudah saya masak."
"Baguslah. Sama teh manis jangan lupa, ya, buat Sera."
Bibir Inah mencebik ketika Maudy, pergi sambil bergumam ia menuangkan nasi goreng dengan kesal. "Nyonya, yang diinget Sera, terus. Coba kalau tahu tadi pagi apa yang dia lakuin, yang mencoba menggoda Tuan Darren."
"Sudah pasti ini si Sera, ngincar duda keren itu. Sudah, keren tajir pula, pake pura-pura jadi ibu susu ternyata ngincer bapaknya."
Inah, sudah selesai menuangkan nasi goreng ke dalam mangkok besar. Ia pun membawanya ke meja makan. Di sana sudah terlihat Maudy, Darren, juga Sera. Mata Inah mendelik tidak suka kepada Sera.
"Nyonya, hati-hati sama Non, Sera. Dia ngincar Tuan Darren," bisik Inah, membuat Maudy memicingkan mata.
"Jangan aneh-aneh, ah Inah. Sana pergi ke belakang." Bukannya mendapat tanggapan tapi malah mendapat usiran.
"Sera, makan sayur katuknya yang banyak, ya. Biar ASI-Nya banyak."
"Iya, Nyonya. Di jamin ASI Sera, gak akan habis, lihat saja Nyonya, ini masih kenceng dan montok."
"Uhuk ... uhuk!" Darren terbatuk-batuk. Sera dan Maudy menatapnya curiga.
"Makan hati-hati Darren."
"Iya, Mah," ucapnya lalu meneguk segelas air putih. Sebenarnya Darren, tidak tersedak ia hanya gugup ketika Sera menunjukkan dua gunung kembarnya yang montok.
"Seharusnya dia gak nunjukkin gitu di depan aku," gumam Darren menatap sinis ke arah Sera.
"Oh, ya Darren ... Mama jadi keinget teman sekolahmu dulu."
"Siapa Mah?"
"Itu, loh ... yang suka ngikutin kamu. Siapa, ya namanya Mama lupa. Sekarang bagaimana, ya kabarnya?"
"Baik," jawab Darren.
"Emang kamu pernah bertemu?"
"Sekali," jawab Darren, karena yang sedang
dibicarakan Maudy saat ini adalah teman masa SMP yang tidak lain Sera.
"Memangnya kenapa, ya Nyonya?" Sera mulai penasaran dengan kehidupan Darren.
"Dulu, ya Ser, Darren ini tidak mudah bergaul. Dia dicuekin di sekolah, bahkan sering di-bully. Bukannya Darren tidak ingin bergaul dengan teman-teman di sekolahnya, tapi karena dia itu senang menyendiri," papar Maudy sambil mengunyah nadi gorengnya.
Maudy, menelan sejenak nasi goreng itu lalu meneguk air minumnya, lantas kembali cerita.
"Tapi ... ada satu gadis, dia gak menyerah yang terus dekatin Darren. Dia selalu bilang akan menjadi temannya, sementara Darren ia tidak pernah menyukai gadis itu. Tapi yang Tante suka ... gadis itu tidak menyerah sama sekali, dia tetap berada di dekat Darren, sampai akhirnya tidak ada lagi yang berani membully Darren."
"Pasti Tuan kesal," ucap Sera, yang menatap Darren.
Darren tersenyum lantas berkata, "Sangat! Dan sampai sekarang dia terus menempel padaku." Darren menatap marah Sera.
"Jangan begitu Tuan ... jangan terlalu marah juga benci nanti jadi cinta lagi. Memangnya, kenapa sih gak mau?"
"Karena saat itu Darren hanya punya satu teman wanita, yaitu dokter Clara. Darren, sangat tertutup dan introvert, dia akan berteman jika mau dan menjauh jika tidak mau."
Sera, terdiam. Ia mengingat masa sekolahnya dulu, yang pernah terobsesi pada teman satu kelasnya. Bahkan, selalu mendekat dan rela jadi babunya demi bersama temannya itu. Dan sekarang Sera tidak tahu kabarnya, temannya tiba-tiba pindah sekolah dan pindah rumah waktu itu.
"kok, aku jadi teringat Evan, ya? Bagaimana kabarnya, ya?" Sera, membatin. Lalu menghabiskan nasi goreng dengan sayur katuknya.
Sera, tidak menyadari objek di depan yang ternyata terus memperhatikan. Mata Darren menyipit melihat gerak-gerik Sera, yang mungkin teringat masa SMP nya dulu.
...----------------...
Update lagi nanti malam