NovelToon NovelToon
(Batas Tipis) CINTA & PROFESI

(Batas Tipis) CINTA & PROFESI

Status: sedang berlangsung
Genre:Trauma masa lalu / Cintapertama
Popularitas:316
Nilai: 5
Nama Author: Penasigembul

Dorongan kuat yang diberikan sepupunya berhasil membuat Marvin, pria dengan luka yang terus berusaha di kuburnya melangkahkan kaki masuk ke dalam ruang praktek seorang Psikolog muda. Kedatangannya ke dalam ruang praktek Bianca mampu membuat wanita muda itu mengingat sosok anak laki-laki yang pernah menolongnya belasan tahun lalu. Tanpa Bianca sadari kehadiran Marvin yang penuh luka dan kabut mendung itu berhasil menjadi kunci bagi banyak pintu yang sudah dengan susah payah berusaha ia tutup.
Sesi demi sesi konsultasi dilalui oleh keduanya hingga tanpa sadar rasa ketertarikan mulai muncul satu sama lain. Marvin menyadari bahwa Bianca adalah wanita yang berhasil menjadi penenang bagi dirinya. Cerita masa lalu Marvin mampu membawa Bianca pada pusaran arus yang ia sendiri tidak tahu bagaimana cara keluar dari sana.
Ditengah perasaan dilema dan masalahnya sendiri mampukah Bianca memilih antara profesi dan perasaannya? apakah Marvin mampu meluluhkan wanita yang sudah menjadi candu baginya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Penasigembul, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 18

Saka dan Bianca sedang menunggu di depan ruang operasi dengan kecemasan yang menyelimuti mereka. Saka mendapat kabar bahwa Marvin mengalami kecelakaan dan segera menyusul ke rumah sakit. Setelah mengurus semua administrasi dan meminta pihak rumah sakit untuk segera melakukan tindakan kepada sepupunya, Marvin langsung mendapatkan perawatan.

Bianca masih memejamkan matanya meredam kegelisahan yang muncul sejak menerima kabar mengenai kecelakaan Marvin, kecemasan yang membuat dirinya sendiri merasa aneh.

Tidak ada yang mengetahui kronologi kejadian yang menimpa Marvin karena saat itu dia hanya sendiri. Saka sempat menghubungi Sabrina dan mencari tahu kemana sepupunya ketika makan siang, sekertaris Marvin itu hanya mengatakan bahwa bosnya mau ke rumah sakit sebentar untuk melihat Anton dan akan segera kembali ke kantor.

Sambil menunggu pintu operasi terbuka, Saka terus mondar-mandir dan sesekali memijat keningnya, sedangkan Bianca duduk dengan gusar, mulut mungil wanita itu terus berkomat kamit memanjatkan doa untuk Marvin. Waktu terasa berjalan sangat lambat bagi keduanya.

Kemunculan dokter yang keluar dari balik pintu operasi langsung membuat Bianca bangkit dan secara bersamaan keduanya menghampiri Dokter tersebut dan menanyakan keadaan Marvin.

“Bagaimana keadaan saudara saya, Dok?” tanya Saka cepat.

“Pak Marvin tidak apa-apa. benturan di kepalanya yang menjadi penyebab beliau tidak sadarkan diri.” Jelas Dokter setengah baya itu, “Perawat akan memindahkan Pak Marvin ke ruang rawat ya, Pak, Bu.” Lanjut Dokter itu, yang langsung di respon dengan anggukkan kepala, terdengar hembusan nafas lega yang sedari tadi tertahan dari Bianca dan Saka setelah menerima informasi dari Dokter yang baru saja menangani Marvin. Setelah dirasa cukup, Dokter itu pun berlalu meninggalkan Bianca dan Saka yang masih menunggu perawat keluar untuk memindahkan Marvin ke ruang rawat.

Saka dan Bianca berjalan di belakang pembaringan Marvin yang sedang di dorong menuju ruang VVIP yang akan menjadi ruang rawat Marvin. Bianca hanya memerhatikan pemuda yang terbaring masih tidak sadar itu.

“boleh aku titip Marvin sebentar?” tanya Saka kepada Bianca yang tidak mengalihkan pandangannya dari Marvin.

“Kak Saka mau kemana?” tanya Bianca

“Tadi seorang perawat memberitahu ada polisi yang mencari keluarga korban.” Jelas Saka yang kemudian direspon dengan anggukkan kepala oleh Bianca. Sakapun meninggalkan ruangan itu menyisakan Bianca sendiri dengan Marvin.

Wajah tenang Marvin berhasil menghipnotis Bianca, raut wajah yang tidak pernah Bianca temukan ketika bertemu pria itu di dalam ruang konsultasi. Raut wajah yang berhasil mengalirkan ketenangan dalam hati Bianca, seolah Marvin sedang diberi waktu oleh yang kuasa untuk sedikit beristirahat dari luka yang terus menggerogotinya.

Dering ponselnya menyadarkan Bianca, ia mengambil benda pipih itu dari dalam tasnya dan mendapati nama Jean di layar ponselnya. Bianca menggeser tombol jawab panggilan dan meletakkan benda pipih itu di telinga kanannya.

“Mbak Bianca, ada dimana?” suara Jean yang terdengar di seberang sana menyadarkan Bianca bahwa ia masih memiliki klien.

“Maaf Jean, temanku kecelakaan dan sekarang aku di rumah sakit.” Jawab Bianca menyamarkan Marvin sebagai teman. “Apa Bu Ica sudah datang?” tanya Bianca kemudian.

“sudah, Mbak. Apa mau di atur ulang saja jadwalnya, Mbak?” tanya Jean menawarkan. Bianca berpikir sejenak dan menimbang, ia merasa tidak mungkin meninggalkan Marvin sendirian.

“jika Bu Ica tidak keberatan, tolong bantu aku atur ulang jadwalnya ya, Jean.” Pinta Bianca lembut setelah memutuskan untuk tetap disini menunggu Marvin siuman.

“Baik, Mbak Bianca.” Balas Jean.

“oh iya Jean, tolong bantu aku kosongkan semua jadwal hari ini dan atur ulang semuanya di minggu ini ya.” Tepat setelah Jean menyanggupi semua perintahnya Bianca mematikan sambungan telepon itu. Matanya tidak lepas memerhatikan wajah Marvin yang masih terlelap .

*

Marvin membuka matanya pelan, menyesuaikan cahaya yang menerobos masuk ke dalam penglihatannya. Memerhatikan sekeliling ketika matanya sudah bisa beradaptasi, tangannya meraba kepala yang terbalut perban dan terasa nyeri.

Pemuda itu mulai memerhatikan orang-orang yang ada di ruang itu, ia melihat Saka yang keluar untuk memanggil dokter, tante intan yang melangkah menghampirinya dan matanya menangkap seorang wanita yang berhasil membuat pemuda itu keheranan dengan keberadaan wanita pemilik wajah teduh yang selalu mampu menenangkannya. Tatapannya bertemu dengan manik cokelat milik Bianca yang sedari tadi pun hanya diam memerhatikannya, dengan cepat keduanya mengalihkan pandangan mereka.

“kamu sudah sadar, nak?” tanya Intan sambil menggenggam tangan Marvin.

“Aku kenapa, tante?” tanya Marvin kepada Intan.

“kamu mengalami kecelakaan, nak. Apa kamu tidak ingat?” tanya Intan setelah memberitahu apa yang dialami keponakannya. Marvin memegang kepalanya yang terasa pusing dan berdenyut, mengingat yang terjadi.

Bianca yang masih berdiri memerhatikan Marvin pun bersuara, “jangan dipaksa untuk mengingatnya, Pak Marvin.” Ujar Bianca mengingatkan, ia sendiri seperti tidak sanggup melihat pria itu tampak menahan sakit. Marvin kembali melihat ke arah Bianca.

“Mbak Bianca, kenapa ada disini?” tanya Marvin pelan, menyuarakan keheranannya mendapati Bianca berada disana, meskipun ada ruang dalam hatinya yang merasa sejuk melihat wanita itu.

“saya sedang bersama Kak Saka ketika mendapat kabar kecelakaan anda, Pak Marvin.” Tanpa sadar jawaban yang diberikan Bianca membuat Marvin sedikit kecewa mengetahuinya.

“apakah boleh dan memungkinkan untuk memanggil saya seperti anda memanggil Saka jika berada di luar ruang konsultasi?” tanya Marvin yang belum sempat dijawab Bianca karena saat itu pintu ruangan Marvin terbuka dan memunculkan seorang wanita disana..

Wanita yang berhasil membuat ketiga orang dari ruangan itu cukup terkejut berjalan masuk dengan wajah cemas.

“Marvin, are you ok?” tanya Nadira yang langsung berdiri di samping pembaringan Marvin dan menggenggam tangan pria itu.

Marvin melihat sekilas ke arah Nadira menyipitkan matanya tapi kemudian pria itu memilih menatap langit-langit kamar rawatnya.

“apa yang kamu lakukan disini?” tanya Marvin ketus.

“tentu saja melihat keadaanmu, bagaimana kecelakaan itu bisa terjadi?” Nadira masih terus menggenggam tangan Marvin meski pria itu berusaha untuk terus melepaskan genggaman itu.

Dokter dan perawat yang masuk bersama dengan Saka langsung memeriksa keadaan Marvin. Menanyakan beberapa hal kepada pria itu dan mencatatnya. Kemunculan dokter dan para perawat berhasil menyingkirkan Nadira dari tempatnya berdiri, wanita itu melangkah dan memilih berdiri di sebelah Saka.

“kami akan melakukan pemantauan terhadap kondisi Pak Marvin, jika tidak ada keluhan atau masalah serius, Pak Marvin sudah boleh pulang dalam satu sampai dua hari kedepan.” Dokter menyampaikan penjelasan kepada Intan dan Saka yang mengangguk mendengar penjelasan itu. Bianca hanya menyimak dari posisinya dan dalam hati terus mengucapkan rasa syukur untuk Marvin.

“Terima kasih, Dokter.” Ujar Intan dan Saka bergantian.

Setelah kepergian Dokter yang memeriksa Marvin tadi dan memastikan sekali lagi bahwa pria itu sudah lebih baik, Bianca memutuskan untuk pamit pulang karena hari sudah mulai gelap. Bianca mengambil tasnya dan menghampiri Saka yang sedang mengobrol dengan Intan. “Aku pamit pulang dulu ya, Kak Saka.” ujar Bianca

“Saka mengangguk, “mau aku anter, Ca?” tanya Saka menawarkan mengingat wanita itu tidak membawa mobil ketika kemari bersamanya.

Bianca menggeleng, “tidak perlu, Kak. Aku naik taxi saja.” Ujar Bianca sambil melangkah menuju pembaringan Marvin.

Wanita yang akhirnya Bianca ketahui bernama Nadira itu juga masih ada disana, dan sudah kembali berdiri di samping pembaringan Marvin setelah dokter dan perawat keluar. Meski tidak direspon oleh Marvin wanita itu tetap tidak peduli. Kemunculan wanita berambut sebahu itu entah mengapa berhasil membuat hati Bianca tidak senang, apalagi melihat wanita itu terus menempel pada Marvin.

“Kak Marvin” panggil Bianca yang terdengar canggung, panggilan yang menghembuskan angin segar di hati Marvin tapi keheranan di wajah Saka. “Saya pulang duluan ya, semoga Kak Marvin cepat pulih.” Ujar Bianca lembut kepada Marvin yang hanya merespon dengan anggukan lemah.

“Terima kasih.” Ujar Marvin lirih, Bianca tersenyum kemudian juga pamit kepada Intan dan Nadira kemudian melangkah meninggalkan ruangan itu.

Intan memerhatikan langkah Bianca yang menghilang, fokusnya bukan pada wanita itu tapi pada gantungan yang bertengger di tasnya, gantungan milik Marvin yang dibuat pria itu untuk mengenang adiknya, gantungan boneka milik Martha yang ditambah inisial AMD sebagai inisial dari namanya dan Martha. Intan tahu Marvin sangat menyayangi gantungan itu, dan baru disadari Intan bahwa gantungan itu memang sudah lama sekali tidak terlihat.

“kenapa wanita itu memiliki gantungan yang sama?” gumam Intan kepada dirinya sendiri, gumaman yang di dengar Saka, gumaman yang pria itu tanyakan juga kepada dirinya sendiri.

“siapa wanita tadi?” tanya Intan yang ditujukan kepada Saka maupun Marvin. Saka menoleh ke arah Marvin, memerhatikan apakah sepupunya akan memberikan jawaban tapi pria itu hanya diam.

“Namanya Bianca, Ma. Dia teman kuliah Saka dan sekarang menjadi Psikolog yang mendampingi Marvin.” Jawab Saka apa adanya.

1
Tít láo
Aku udah baca beberapa cerita disini, tapi ini yang paling bikin saya excited!
Michael
aku mendukung karya penulis baru, semangat kakak 👍
Gbi Clavijo🌙
Bagus banget! Aku jadi kangen sama tokoh-tokohnya 😍
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!