Tanpa perlu orang lain bicara, Aya sangat menyadari ketidaksempurnaan fisiknya.
Lima tahun lamanya, Cahaya bekerja di kota metropolitan, hari itu ia pulang karena sudah dekat dengan hari pernikahannya.
Namun, bukan kebahagiaan yang ia dapat, melainkan kesedihan kembali menghampiri hidupnya.
Ternyata, Yuda tega meninggalkan Cahaya dan menikahi gadis lain.
Seharusnya Cahaya bisa menebak hal itu jauh-jauh hari, karena orang tua Yuda sendiri kerap bersikap kejam terhadapnya, bahkan menghina ketidaksempurnaan yang ada pada dirinya.
Bagaimanakah kisah perjalanan hidup Cahaya selanjutnya?
Apakah takdir baik akhirnya menghampiri setelah begitu banyak kemalangan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mama Mia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
11. Tuntutan untuk Yuda
.
“Anda mengenal nomor ini?”
Tanpa menggeser ikon hijau, bahkan membiarkan ponsel itu tetap berdering, Radika mengangkat ponsel dan menunjukkan layarnya ke depan pria itu.
"A-a-aku,,, “
Pria itu tergagap, tidak mampu berkata apa-apa. Keringat dingin membasahi seluruh tubuhnya.
Wajahnya seketika menjadi pucat pasi seperti mayat. Ia baru sadar bahwa kebohongannya telah terbongkar.
Radika tersenyum sinis. "Sepertinya Anda salah sambung. Atau mungkin, Anda memang tidak mengenal pengacara Grup Dirgantara?”
Pengacara yang bahkan masih terlihat muda di usianya yang telah paruh baya itu bahkan dengan sengaja mereject panggilan lalu melakukan panggilan balik.
Kriiiing….
Kriiiing….
Pria yang saat ini berhadapan dengannya seketika geragapan saat ponselnya berdering. Memperhatikan layar sekilas, wajahnya semakin pucat melihat adanya panggilan balasan dari pengacara Radika.
Para tamu undangan yang menyaksikan kejadian itu terkejut bukan main. Mereka tidak menyangka bahwa Tuan Pramono, saudara laki-laki Bu Sumini, yang selama ini mereka anggap sebagai orang penting ternyata hanya seorang penipu.
“Wah, tadi dia koar-koar bilang kalau mengenal pengacara resmi grup Dirgantara. Tidak disangka ternyata hanya tipuan.”
"Dasar pembohong!"
"Penipu! Penipu!" teriak yang lain, semakin membuat pria itu merasa terpojok.
Marcel mendekati pria itu, menatapnya dengan tatapan meremehkan. "Bagaimana? Masih mau mengaku sebagai orang kepercayaan Dirgantara Group? Atau Anda ingin saya bongkar semua kebohongan Anda yang lain?"
Pria itu menggelengkan kepalanya, merasa kalah dan malu. Ia tidak berani lagi menatap wajah orang-orang yang ada di sekitarnya.
Detektif Reno yang sejak tadi hanya dia mengamati, kini maju ke depan. Mengambil lencana yang tersimpan di balik saku jaketnya dan menghadapkannya kepada pria tua itu dan juga Yuda.
“Kalian berdua tahu artinya lencana ini bukan?”
Bukan ingin memamerkan identitas diri, tetapi Reno berpikir berhadapan dengan orang-orang sombong seperti keluarga Yuda terkadang butuh shock terapi.
Reno Darusman, sahabat baik Marcel dan Marvel, adalah detektif resmi kepolisian negara. Pria muda itu memang tidak pernah mengenakan seragam kepolisian. Apalagi kalau sedang menjalankan tugas. Ia lebih banyak menyamar sebagai rakyat sipil.
Yuda dan pamannya menelan ludahnya kasar. Sebagai orang yang berpengalaman, Yuda jelas tahu itu adalah lencana milik departemen kepolisian.
Dalam hati Yudha bertanya-tanya bagaimana bisa Cahaya mengenal orang-orang hebat. Yang sebelumnya adalah pengacara resmi grup Dirgantara lalu yang saat ini berada di hadapannya adalah perwira kepolisian. Dan masih ada dua orang lagi (Marcel dan Marvel) yang belum ia tahu identitasnya. Apa mereka berdua juga orang-orang hebat?
“Kalian berdua telah melakukan tindak pidana penipuan dan memberikan keterangan palsu. Kalian berdua akan kami bawa ke kantor polisi untuk dimintai keterangan lebih lanjut."
Sebelum Reno sempat memborgolnya, pria itu tiba-tiba berlutut di hadapan Cahaya, memohon ampun.
"Maafkan saya, Cahaya! Saya mohon maaf atas semua kesalahan saya. Saya hanya ingin membantu keluarga Sumini, tapi saya tidak tahu kalau kamu memiliki sahabat perwira polisi."
Melihat bahwa pamannya saja ketakutan, Yuda mendekati cahaya dengan tatapan memohon. “Aya, aku juga minta maaf.”
Cahaya menatap Pak Pramono dengan tatapan tidak mengerti. "Jadi, kalau saya tidak memiliki sahabat perwira polisi Anda berhak melakukan kecurangan terhadap saya?”
“Tidak! Tidak seperti itu maksud saya.” Pria itu baru menyadari bahwa ia telah salah bicara.
Cahaya menggelengkan kepalanya. “Saya tidak mengerti kenapa Anda mau berbohong dan menipu demi membela orang yang salah. Anda sudah tahu kalau bukti-bukti yang saya berikan beberapa waktu yang lalu adalah asli, tetapi Anda mengatakan bahwa itu palsu sehingga semua orang menghujat saya.”
“Maaf, sekali lagi saya minta maaf. Saya berjanji tidak akan mengulanginya lagi.” Wajah Pramono benar-benar terlihat memelas.
Cahaya membuang muka malas. Pramono adalah tipe orang besar yang suka menindas. Tetapi begitu keadaan berbalik pada dirinya, ia menganggap semua masalah akan selesai hanya dengan minta maaf.
Aya menoleh ke arah Yuda, yang berdiri mematung dengan wajah pucat pasi. "Aku bisa memaafkan semua kesalahanmu. Tapi bukan berarti masalah selesai begitu saja. Kembalikan semua uang yang pernah kamu ambil dariku dan sertifikat tanah yang kamu ambil dari ibuku."
Suara bisik-bisik kembali terdengar di antara para tamu undangan. Suara pujian-pujian untuk Aya, dan hajatan-hujatan untuk keluarga Bu Sumini terus berdengung.
Yuda menatap Cahaya sambil menggelengkan kepalanya. Bagaimana caranya ia bisa mengembalikan semua uang yang pernah ia terima dari cahaya dan juga sertifikat tanah bu Ningsih? Sedangkan semua uang itu sudah habis.
Pengacara Radika maju ke depan, menatap Yuda dengan tatapan tegas. "Baiklah, saudara Yuda. Sekarang juga kembalikan semua yang pernah anda ambil dari nona cahaya dan bu Ningsih! Jika tidak, maka kami akan menyerahkan kasus ini ke pihak kepolisian."
“Aya, apa tidak ada jalan lain?” Yuda kembali menatap Cahaya penuh permohonan.
“Jalan lain? Jalan lain seperti apa?” Mata Aya memicing tajam. Nada suaranya penuh dengan intimidasi dan curiga. Apa Yuda berniat lari dari tanggung jawab?
Yuda menelan ludahnya kasar. Cahaya bukan lagi gadis lembut yang seperti ia kenal sebelumnya. Bahkan kini berbicara padanya dengan raut datar.
"Jadi, Saudara Yuda," suara Radika memecah keheningan, tegas namun terkontrol, "kapan Anda akan mengembalikan semua yang telah Anda rampas dari Aya dan ibunya?"
Yuda tampak menelan ludah, kerongkongannya terasa kering. Ia berusaha mencari alasan, jawaban yang bisa sedikit meringankan kesalahannya, namun otaknya terasa buntu.
"Saya sudah menghitungnya dengan cermat. Tiga juta rupiah setiap bulan selama satu setengah tahun. Totalnya lima puluh empat juta rupiah,” lanjut Radika. Suaranya mengalir seperti air bah yang tak terbendung.
Semua tamu yang hadir terbelalak tidak percaya mendengar nominal yang disebut oleh pengacara Radika.
Yuda semakin menunduk, bahunya bergetar halus. Lima puluh empat juta. Angka itu terasa seperti beban berat yang menghimpit dadanya. Ia tahu, ia salah karena melakukan penipuan terhadap Aya dan ibunya. Yang tidak ia tahu adalah bagaimana cara mengembalikan semua itu.
"Dan untuk kebun Bu Ningsih," Radika menekan setiap kata, "kami menuntut agar dikembalikan dalam bentuk utuh. Sertifikatnya harus dikembalikan dalam bentuk sertifikat pula. Tidak ada alasan, tidak ada kompromi."
Bu Ningsih, yang sedari tadi hanya diam, kini mengangkat wajahnya. Berharap agar Yuda mau mengembalikan apa yang seharusnya menjadi haknya.
Ruangan itu hening. Tak ada suara orkes. Tak ada lagi suara orang berbincang. Hanya suara detak jam dinding yang terdengar jelas, mengiringi napas berat yang keluar dari bibir Yuda.
"Lima puluh empat juta? Sertifikat kebun?" Tiba-tiba, Bu Sumini berteriak histeris, memecah keheningan. Wanita tua itu seakan baru tersadar. "Tidak! Itu tidak mungkin! Yuda tidak mungkin mengambil uang sebanyak itu dari Cahaya!”
Bu Sumini melotot tajam dan menuding ke arah Cahaya. “Pasti dia! Gadis cacat itu yang memanipulasi semua ini!” perempuan tua itu berteriak semakin histeris.
"Bu, tolong tenang dulu!" Yuda mencoba menenangkan ibunya. Saat ini Cahaya dikelilingi oleh orang-orang hebat. Jika ibunya tidak bisa berhenti memaki Aya, bisa-bisa keluarga mereka akan dituntut balik dengan tuduhan pencemaran nama baik seperti yang saat itu mereka lakukan pada Cahaya.
"Tidak, Yuda! Ibu tidak akan diam! Kita tidak boleh membiarkan gadis pincang itu mengambil apa pun dari kita!" Bu Sumini menatap Cahaya dengan tatapan penuh kebencian. "Dengar, Cahaya! Saya tidak akan memberikanmu uang sepeser pun!
Radika menggelengkan kepalanya melihat tingkah Bu Sumini. "Baiklah, kalau itu yang Anda inginkan. Saudara Reno, silakan bawa mereka ke kantor polisi."
Detektif Reno mengangguk dan mulai mendekati Yuda dan Bu Sumini.
Namun, sebelum Reno sempat menyentuh mereka, Bu Sumini kembali berteriak. "Jangan sentuh saya! Saya tidak bersalah! Saya tidak melakukan apa pun!”
“Aya, jangan seperti ini. Kita bicarakan ini baik-baik.” Ya udah kembali menatap ke arah Cahaya dengan mata memelas.
“Sejak tadi kamu bilang baik-baik? Baik-baik seperti apa?”
Yuda menarik nafas dalam. Terbersit ide brilian dalam otaknya untuk membuat dirinya terbebas dari tuntutan, bahkan tidak harus membayar sepeserpun terhadap Cahaya.
“Begini saja. Sebagai ganti semua uang yang telah aku ambil dan juga sertifikat tanah milik ibumu, bagaimana kalau aku menikahimu?”
. cuit cuit