Narendra (35) menikah untuk membersihkan nama. Adinda (21) menikah untuk memenuhi kewajiban. Tidak ada yang berencana jatuh cinta.
Dinda tahu pernikahannya dengan Rendra hanya transaksi. Sebuah kesepakatan untuk menyelamatkan reputasi pria konglomerat yang rusak itu dan melunasi hutang budi keluarganya. Rendra adalah pria problematik dengan citra buruk. Dinda adalah boneka yang dipoles untuk pencitraan.
Tapi di balik pintu tertutup, di antara kemewahan yang membius dan keintiman yang memabukkan, batas antara kepentingan dan kedekatan mulai kabur. Dinda perlahan tersesat dalam permainan kuasa Rendra. Menemukan kelembutan di sela sisi kejamnya, dan merasakan sesuatu yang berbahaya dan mulai tumbuh : 'cinta'.
Ketika rahasia masa lalu yang kelam dan kontrak pernikahan yang menghianati terungkap, Dinda harus memilih. Tetap bertahan dalam pelukan pria yang mencintainya dengan cara yang rusak, atau menyelamatkan diri dari bayang-bayang keluarga yang beracun.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon PrettyDucki, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bahaya Mengintai
Tiga hari kemudian, media sosial ramai lagi. Namira menatap layar ponselnya dengan rahang mengeras. Di TikTok, sebuah akun mengunggah screen recording Instagram Story sepupu Dinda, Noora. Ia memang biasa membagikan momen keluarga tanpa banyak pertimbangan. Momen tiup lilin, suapan kue, hingga ciuman singkat Rendra pada Dinda. Semua terlihat hangat, intim, dan tanpa jarak.
Harusnya hubungan mereka retak setelah kebobrokan Rendra diketahui Dinda. Tapi kenapa mereka terlihat semakin mesra?
Belum habis kesalnya, jempol Namira bergeser ke video lain. Kali ini unggahan ulang foto Dinda yang memegang kue dari akun Instagram yang sama, lengkap dengan caption yang mengejutkan.
Selamat ulang tahun bumil!
Perempuan itu hamil?
Dan yang paling membuatnya kesal adalah isi kolom komentar pada postingan-postingan tersebut.
'Gue pernah liat mereka grocery shopping di Kem Chicks. Emang se sweet itu.'
'Ahhh pasangan favoritku! Gemess 🫶'
'Kok image Rendra berubah jadi suami idaman gini ya? 😍'
Namira merasakan amarahnya mengental.
Membongkar aib Rendra kepada Dinda saja tidak cukup rupanya. Pria itu masih bisa berdiri tegak, memeluk istrinya di depan semua orang, seolah tidak pernah melakukan hal menjijikkan di belakang layar.
Kemudian Ingatannya melayang pada kejadian dua tahun lalu.
Flashback On
Malam Transaksi, Maret 2023
Saat itu malam pertama kesepakatan mereka. Di kamar hotel Presidential Suite, Namira duduk di tepi ranjang. Ini kali keempatnya bertemu dengan Rendra setelah malam-malam panas dan bergelora sebelumnya. Pria itu berdiri di dekat jendela, punggung menghadapnya, sambil bicara lewat ponsel dalam bahasa Inggris bisnis yang terlalu cepat untuk ia tangkap.
Setelah telepon selesai, Rendra berbalik. Wajahnya datar, "Kita perlu bicara dulu sebelum mulai apa-apa." Katanya langsung.
Namira mengangguk antusias. Pria ini sepertinya akan jadi sumber uang baru untuknya.
Rendra duduk di sofa, jauh darinya. Jarak yang sengaja ia ciptakan.
"Ini kesepakatan kita." pria itu meletakkan selembar kertas di atas meja.
"Kamu dapat seratus lima puluh juta per bulan, ditransfer tanggal lima. Saya akan kasih akses ke beberapa event eksklusif buat exposure kamu. Kita ketemu seminggu sekali, atau sesuai jadwal saya. Lokasi saya yang tentukan." Kalimatnya mengalir cepat dan profesional. Mekanis seperti mesin.
Namira menatap kertas itu. Ada poin-poin tertulis rapi di sana.
...___...
TERMS :
Monetary compensation: IDR 150,000,000/month
Meeting frequency: Weekly or as per schedule
No public acknowledgment of relationship
No contact outside arranged meetings
No emotional claims or expectations
Exclusive arrangement (no other partners)
Termination possible with 30 days notice
...___...
"No other partners?" Sebelah alis Namira terangkat.
"Kamu harus bersih. Saya nggak mau tertular penyakit apapun. Kamu juga harus STD test 3 bulan sekali." (STD test : Tes Penyakit Menular Seksual)
"Fair." Jawab Namira.
"Yang paling penting," Rendra menatapnya tajam, "Kalau ketemu di publik, kita nggak kenal."
"Tapi... kalau orang tau--" Tantang Namira.
"Kita nggak perlu klarifikasi. Kamu single, saya single, nggak ada masalah. Tapi nggak akan ada yang tau kalau kamu jaga jarak. Dan jangan pernah claim ke siapa pun kalau kita punya hubungan spesial. Ini strictly transactional. Clear ?"
Namira menelan ludah. Transactional.
Baiklah. Ia butuh uang. Kariernya mandek. Dan Rendra... tampan, berkuasa, sulit ditolak. Bagian kecil di hatinya berbisik, 'Mungkin saja nanti dia berubah pikiran.'
"Clear." Jawabnya yakin.
Rendra mengangguk, "Bagus. Sekarang kita bisa mulai."
Malam itu, Namira lagi-lagi menyerahkan tubuhnya kepada pria yang bahkan tak mau mengakui keberadaannya di luar kamar. Dan ia menipu dirinya sendiri, meyakinkan bahwa itu cukup.
Lima Bulan Kemudian - Gala Premiere Film
Namira mengenakan gaun merah menyala. Ia berdiri di red carpet, tersenyum untuk kamera. Dari sudut matanya, ia melihat Rendra masuk dengan jas hitam sempurna. Jantungnya berdegup. Dia datang!
Ia tunggu Rendra mendekat. Tapi pria itu bahkan tidak meliriknya. Ia langsung masuk ke ballroom, dikerumuni orang-orang penting.
Namira mencoba mendekati saat di dalam. Berdiri tidak jauh dari circle Rendra, berharap ia akan menyapanya. Saat mata mereka bertemu, Rendra hanya melirik sekilas lalu berpaling. Seolah Namira hanyalah udara.
Namira tetap berdiri di sana, senyumnya beku. Ia baru ingat poin nomor tiga.
No public acknowledgment.
Ia bertahan di pojok ruangan, menatap dari jauh. Wartawan memotretnya. Senyum itu kembali ia pakai, senyum yang menutupi hatinya yang retak.
Sembilan Bulan Kemudian (Setelah Seks)
Namira berbaring telentang, nafasnya masih terengah. Di sampingnya, Rendra sudah duduk, mengenakan celananya.
"Rendra..." panggilnya pelan, "I love you."
Hening.
Rendra berhenti sebentar, lalu lanjut mengancingkan kemejanya, "Namira, kita udah sepakat di awal. No emotional claims."
"Tapi..."
"Ini arrangement. You get what you need, and so do I. That's it."
Namira merasakan dadanya sesak.
'Tapi aku benar-benar sayang kamu!' Teriaknya dalam hati.
Namun akhirnya ia paksa dirinya terlihat tak terpengaruh, "Okay, I know."
Rendra meliriknya sekilas, lalu mengambil dompet dari meja. Ia keluarkan beberapa lembar uang, lalu meletakkannya di nakas.
"Buat taksi pulang. Saya pergi sekarang."
Dan ia tinggalkan Namira sendirian di ranjang hotel, dengan tubuh yang baru saja ia pakai dan uang taxi di nakas. Seperti pelacur. Bagi pria itu Namira memang hanya pelacur.
3 Bulan Kemudian (Percakapan Telepon)
Saat itu hujan. Namira menelepon Rendra jam sepuluh malam. Ia kesepian dan butuh seseorang untuk bicara. Ia bertengkar dengan ibu dan adiknya, lalu baru saja ia mendapati manager yang juga sahabatnya menipunya ratusan juta. Ia tertekan dan ingin meluapkan kegelisahannya.
"Rendra... aku boleh ke tempat kamu?"
"Sekarang?" Nada suaranya datar. "Ini di luar jadwal kita."
"Aku tau, tapi--"
"Kita ketemu Rabu. Tunggu sampai hari itu."
"Please... aku cuma mau ngobrol sebentar--"
"Kita nggak punya hubungan di luar arrangement. Saya udah bilang dari awal, no contact outside arranged meetings."
Klik. Telepon diputus.
Namira menatap layar ponselnya yang gelap. Air mata menetes. Dia bahkan tidak boleh menelepon pria itu? Kemudian ia ingat poin nomor empat. Ia bukan pacar Rendra. Ia bukan siapa-siapa. Ia hanya layanan yang dijadwalkan seminggu sekali.
Flashback Off
Namira sudah mematikan video. Tapi otaknya terus memutar ulang. Rendra mencium Dinda di depan keluarga. Di depan orang banyak. Di depan kamera. Dengan bangga. Dengan cinta.
Sementara dia?
Dua tahun Namira berbaring di ranjang hotel dengan pria itu. Tapi tak sekalipun Rendra memperkenalkannya pada siapa pun. Tidak sekalipun namanya disebut dengan kasih sayang.
Ia adalah rahasia. Komoditas. Barang yang dibayar 150 juta per bulan untuk membuka kaki dan menutup mulut. Dan bodohnya, ia jatuh cinta pada pria yang memperlakukannya seperti transaksi.
No emotional claims katanya ?
Tapi bagaimana ia bisa tidak punya perasaan? Bagaimana ia bisa tidak berharap? Setiap kali Rendra menyentuhnya dengan sedikit kelembutan (hanya sesekali), ia kira itu berarti sesuatu. Setiap kali pria itu sedikit tersenyum, (sangat jarang) lalu ia pikir ada celah. Tapi rupanya tidak. Rendra hanya melakukan pekerjaannya. Menjaga aset-nya tetap puas supaya perjanjian berjalan lancar.
Tapi sekarang ia lihat bagaimana Rendra memperlakukan perempuan yang benar-benar ia inginkan.
Dinda tidak dibayar. Dinda tidak disembunyikan. Dinda adalah istri. Calon ibu dari anaknya.
Sedangkan dirinya? Ia bukan perempuan istimewa dalam hidup Rendra. Ia adalah pengeluaran bulanan dalam spreadsheet finansialnya.
Air mata mengalir deras. Tapi di balik air mata itu ada sesuatu yang mulai tumbuh. Bukan hanya sakit hati. Tapi amarah. Pada dirinya yang bodoh. Pada Rendra yang kejam. Pada Dinda yang datang dan mengambil segalanya tanpa perlu berjuang.
Namira menyeka air matanya, ia tidak akan menangis lagi. Kini rahangnya mengeras.
Ia tak peduli lagi pada ancaman kuasa hukum Rendra yang akan membongkar masalah pajaknya jika ia berani menyebut nama Rendra.
"Oke." gumamnya dingin. "Karena kamu main cantik, aku kasih kamu kejutan lebih."
Ia duduk sedikit membungkuk di tepi ranjang, lampu kamar redup menyorot setengah wajahnya. Jemarinya bergerak lincah di layar ponsel. Sesekali berhenti, menghapus kata, lalu menggantinya dengan kalimat yang lain. Senyumnya samar, tapi matanya menyala seperti sedang menonton seseorang yang ia benci jatuh ke jurang. Malam itu, ia mulai merangkai skenario yang akan mengusik hidup Rendra.
...***...
dalam hati maksudnya☺️☺️