"Ayo bercerai setelah anak ini lahir"
laki-laki itu hanya diam, tapi keterdiaman itu membuat semuanya semakin jelas kalau ia menginginkan hal yang sama
Belasan tahun hanya cintanya yang terus terpupuk, keajaiban yang ia harapkan suatu hari nanti tak kunjung terjadi. Pada akhirnya, berpisah adalah satu-satunya jalan atas takdir yang tak pernah menyatukan mereka dalam rasa yang sama.
"Selamat jalan Kalanza, aku harap kamu bahagia dengan pilihan hatimu" 
Dari sahabat sampai jadi suami istri, Ishani terlalu berpikir positif akan ada keajaiban saat Kalanza tiba-tiba mengajaknya menikah, harapannya belasan tahun ternyata tak seindah kisah cinta dalam novel. Kalanza tetaplah Kalanza, si laki-laki keras kepala yang selalu mengatakan tak akan pernah bisa jatuh cinta padanya. 
"Ishani, aku ingin melanggar janji itu"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mukarromah Isn., isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Cemburu
"Kondisi anda perlahan semakin memburuk beberapa bulan ke belakang. Apakah anda sudah mencoba mengontrol pikiran?. Jangan terlalu setres, pemicu utama penyakit itu dari pikiran"
"Saya tidak bisa untuk tidak memikirkan semuanya dokter" Ayah Arga menghela nafasnya berat
"Sejauh ini saya hanya bisa menyimpulkan akibat itu, tekanan darah anda normal dan anda juga hanya mengatakan gejala seperti sering pusing"
"Saya mengusulkan kita melakukan pemeriksaan darah juga pak, untuk memeriksa penyakit ini lebih jauh. Mungkin didalam tubuh anda bermasalah"
"Tidak, sepertinya apa yang dokter katakan sebelumnya benar. Saya hanya merasa kelelahan dan banyak pikiran. Bukan karena apa, saya adalah tipe orang yang sangat memperhatikan apa yang saya makan, pola makan, dan lingkungan sekitar untuk menjaga kesehatan"
"Saya meresepkan vitamin saja kalau begitu, jangan terlalu sering begadang dan mulai kontrol pikiran bapak. Bapak harus bisa tetap berpikir positif dengan baik"
"Saya paham dokter, terima kasih" pria paruh baya itu keluar dari ruang pemeriksaan
"Kapan terakhir kali aku bisa tidur dengan tenang?" Ia tak kekurangan harta, keluarganya ada disana. Walaupun mereka tetap bertegur sapa, ia merasa hampa. Bagaimana tidak? Putrinya sendiri yang mengabaikannya. Apa yang ia telah lakukan pada putrinya? Kenapa sampai harus melukai fisiknya? Psikis putrinya juga pasti sangat terguncang
Ia mengambil handphone dari saku jasnya, mencoba menelpon nomor itu. Sudah lama sekali mereka tak berkomunikasi lewat benda itu, sering bertemu atau lebih tepatnya memang terlampau ego masing-masing untuk memulai sebuah percakapan
Sampai lima kali tak ada balasan walau nada sambung terdengar. Ia beralih mendial nomor lain, nomor menantunya yang dulu tak pernah mau ia simpan, karena menurutnya semakin dewasa tingkah laki-laki itu justru semakin kurang ajar menurutnya. Namun kini, nomor itu sangat penting untuknya
"Dimana Kalanza?" Pertanyaan itu langsung ia ajukan saat suara halo terdengar dari seberang sana
Jawaban yang tak memuaskan, laki-laki itu di kantor sedangkan Ishani ada di rumah. Ia ingin kesana, tapi ada pekerjaan penting yang menunggunya.
.
"Aku tak tau kalau kamu pernah belajar memasak. Setiap ke apartemenmu ketika kuliah, kamu hanya memberikan semangkok mie instan" Kalan memakan masakan istrinya dengan semangat, padahal Ishani yakin kalau Kalan pernah merasakan yang lebih baik daripada itu.
"Saat patah hati, aku menghabiskan waktuku dengan belajar banyak hal baru. Salah satunya memasak. Bukankah aku juga sering membuat bekal untuk kita berdua?. Tapi aku tau kalau kamu tak percaya juga kalau aku bisa memasak saat itu"
"Tentu saja aku tak percaya, ketika datang langsung kamu hanya memberiku mi instan"
"Karena aku tidak mood memasak"
"Jadi setiap aku datang selalu merusak moodmu begitu? Memang siapa yang harusnya datang? Hans?"
"Kenapa tiba-tiba membawa namanya? Jangan mengalihkan pembicaraan" kata-kata jangan bicara saat makan itu sangat benar adanya. Selain dari sisi kesehatan, juga bisa menurunkan nafsu makan jika pembicaraannya merusak mood
"Aku juga tidak suka menyebut namanya" jawabnya dengan nada kesal
"Ya sudah kalau begitu jangan dibahas" Ishani tak habis pikir, pdahal laki-laki itu yang memulai tapi pada akhirnya ia juga yang kesal sendiri
"Aku bertemu lagi dengannya hari ini" Kalan kembali membuka pembicaraan, Ishani meliriknya cukup penasaran
"Siapa?" Mendengar tak ada lanjutan kalimat itu, ia jadi penasaran siapa yang dimaksud oleh laki-laki itu
"Hans"
"Sudah dibilang jangan dibahas lagi. Belum dua menit yang lalu kamu bilang tidak mau menyebut namanya"
"Aku hanya ingin memberitau saja, siapa tau kamu ingin bertemu dengannya"
"Memangnya kamu izinin?"
"Jadi, kamu memang benar-benar mau bertemu?" Ishani memutar bola matanya malas. Sedari tadi obrolan mereka hanya berputar disana saja. Memancing, bertanya dan kesal. Siklus yang sama berulang kali
"Kalan dengarkan aku baik-baik, kamu lihat ini" Ishani mengangkat jari manisnya, sebuah cincin terpasang disana
"Iya"
"Ketika melihatnya semua orang akan tau statusku bagaimana, tak mungkin baginya untuk mendekatiku. Lagipula, untuk apa dia mendekatiku?"
"Siapa tau dia masih mencintaimu"
"Itu masalah perasaannya? Tapi apakah aku mencintainya balik itu perasaanku. Lagipula, kenapa juga aku harus jatuh cinta dengannya saat aku sudah memiliki pasangan. Kamu aneh, seperti orang yang sedang cemburu saja" Ishani mengucapkannya dengan santai, makanan di depannya lebih menggoda daripada meladeni pertanyaan Kalan yang kadang tak jelas
"Aku memang cemburu"
Uhuk Uhuk
Rasa panas langsung menjalar di tenggorokannya, ia meraih gelas dan menghabiskan isinya dengan cepat. Jawaban yang tak pernah ia sangka akan keluar dari mulut laki-laki gagal move on dari mantannya
"Pelan-pelan"
"Siapa yang tak cemburu kalau istrinya didekati laki-laki lain?" Kalan kembali membahasnya, jangan tanya seberapa cepat jantung Ishani berdegup kencang. Memang benar adanya, siapa yang tak cemburu? Tapi posisi mereka disini tak lebih dari sahabat yang sama-sama terikat perjanjian pernikahan
"Jadi, apakah artinya aku juga boleh cemburu kalau kamu didekati perempuan lain?" Ishani menatap matanya dalam
"Bukankah itu harus?. Aneh saja rasanya saat ada yang mendekati pasangan kita lalu kita bersikap biasa saja"
"Bolehkah aku bilang kalau hubungan ini naik level?. Apa yang kamu katakan mungkin benar adanya, tapi tidakkah kamu lupa awalnya kita bagaimana sampai ke tahap ini?"
"Aku tidak lupa. Bukankah kamu sendiri yang bilang bahwa anak yang merasa cukup lahir dari keluarga yang harmonis dan penuh dengan cinta?. Aku memikirkan itu, lagipula wajar bagi kita untuk saling jatuh cinta sebagai pasangan"
"Apa kamu sadar apa yang kamu katakan Kalan?"
"Aku sadar" bolehkah Ishani menyimpulkan kalau laki-laki itu sudah mencintainya sebagai pasangan? Bukan sebatas sahabat baik. Apakah artinya perasaan suka itu akhirnya terbalas?
"Baik, mari kita jalani peran itu dengan baik" terlepas apapun alasannya, bukankah sama saja bahwa perasaan itu akhirnya tumbuh?
Kalanza mengangkat jari kelingkingnya diatas meja
"Mari kita berjanji menjadi orang tua yang baik dan memberikan cinta yang cukup pada anak kita kelak"
"Baik, ayo berjanji" Ishani membalas kaitan jari kelingkingnya
"Apa yang sedang kalian berdua lakukan? Sudah sebesar ini masih berjanji dengan hal remeh seperti itu?" Mereka berdua terlonjak kaget, melihat Ares berdiri didepan pintu bersedekap tangan
"Apa yang kamu lakukan disini?"
"Apalagi? Mengantar nyonya yang ingin menginap tentu saja"
"Mama mau menginap?"
"Ares apa kakakmu ada dirumah?" Kalan mendengar suara mamanya masuk
"Mama pikir kalian tidak ada di rumah, mama sudah pencet bel berkali-kali. Untung pintunya tidak dikunci, jadi mama bisa langsung masuk"
"Mereka tidak mendengarnya Ma, mereka sedang bermain janji kelingking"
"Apa itu?" Mamanya nampak tak mengerti perkataan anak tengahnya
"Jangan dengarkan Ares, Ma"
"Oh iya, mama akan menginap disini selama satu minggu karena papa sedang pergi dinas"
"Tumben mama tidak ikut"
"Mama ingin menghabiskan waktu mama dengan putri mama, pasti terasa sangat menyenangkan"
ingat istri dan calon anakmu.. nanti kamu menyesal