After Divorce

After Divorce

Menikahlah denganku

"Menikahlah denganku Ishani, aku akan membahagiakanmu. Kamu aman bersamaku" gadis yang meringkuk disudut kamar itu mendongak pada laki-laki yang entah sejak kapan ada disana. Tak ada angin, tak ada hujan, Kalanza Haris Kusuma mengajaknya menuju jenjang pernikahan, ini seperti mimpi di siang bolong baginya

"Aku sedang tak mau diajak bercanda" suaranya tegas namun isakan itu tak bisa ia sembunyikan

"Aku serius" Laki-laki itu menatap punggung lemah yang berjalan tertatih ke arah jendela

"Atas dasar apa?" Ishani balik menatapnya, cukup lama hanya pandangan mata yang beradu tanpa suara

"Aku ingin membawamu keluar dari rumah yang seperti neraka ini. Aku tak ingin setiap hari kamu menjadi bahan amukan ayahmu atas kesalahan saudara tirimu yang lain" Kalanza menatapnya tenang, tapi itu bukanlah jawaban yang diharapkan oleh Ishani. Ia tau ia salah kalau berharap laki-laki didepannya ini mengatakan kalimat yang sangat ingin ia dengar, karena mustahil sosok Kalanza akan berucap demikian

"Kenapa?" Ia menjawab dengan lirih sekali lagi. Kalanza maju dan mengusap ujung bibirnya yang berdarah. Ishani mendongak untuk menatap wajah tampan itu.

"Karena kamu sahabat baikku dan aku tak ingin melihatmu menangis seperti ini lagi" Ishani memalingkan pandangannya ke arah jendela, tak berani menatap mata yang akan membuat pertahanannya goyah

"Tapi kamu tak mencintaiku" pertanyaan itu lolos begitu saja. Hening menyapa keduanya untuk sesaat, Ishani paham kalau Kalanza pasti akan memilih mundur karena sampai kapanpun laki-laki itu tak akan pernah bisa jatuh cinta padanya

"Cinta tak terlalu dibutuhkan dalam pernikahan zaman sekarang. Kita hanya perlu hidup berdua, biarkan aku melindungimu dengan cara itu agar saudara tirimu tak punya alasan lagi untuk menjebakmu"

"Aku akan memikirkannya" hanya jawaban itu yang bisa ia berikan. Tak menolak tapi juga tak langsung menerima

"Aku menunggumu di tempat biasa besok jam lima sore" laki-laki itu mengelus rambutnya pelan sebelum keluar dari kamarnya

"Aku mencintaimu Kalanza, tapi aku tau kamu tak akan pernah bisa mencintaiku. Aku bodoh tetap mencintaimu walau aku tau bukan aku yang kamu mau. Aku bodoh karena aku yang dengan sengaja menyakiti diriku sendiri. Tidakkah aku semakin tersiksa kalau hidup bersamamu Kalanza Haris Kusuma?" Ishani menatap banyak foto yang tertempel di dinding kamarnya. Semua foto itu didominasi foto mereka berdua, sejak SD sampai hari ini. Bayangkan berapa belas tahun pertemanan itu berjalan. Sayang sekali Ishani tak bisa menahan rasa dan berujung menyukai sahabatnya sendiri. Kalanza mungkin tidak tau, atau pura-pura tidak tau. Tapi Ishani tau kalau Kalanza tak akan pernah bisa melakukan hal yang sama untuknya

"Ishani aku sepertinya suka dengan anak baru itu"

"Ishani tolong berikan ini pada dia"

"Ishani tolong jaga dia untukku, kamu kan teman kelasnya"

"Ishani berikan coklat ini padanya"

"Ishani, apa yang biasa disukai perempuan agar tak marah lagi"

"Dia menjauh dariku, aku tak tau dimana salahku"

Kalanza bukanlah laki-laki cool yang anti perempuan, dengan modal wajah tampan, otak pintar, dan harta orang tua ia selalu menjadi idola. Privillege itu ia manfaatkan dengan baik, selain untuk prestasi akademik juga untuk memikat kaum hawa, dan Ishani adalah tempat ia bercerita semuanya. Lucu kan? Tapi miris. Ishani mencintainya tapi Kalanza justru bercerita semua soal rasa cintanya pada gadis lain

Ishani ibarat tempat curhat nomor satunya soal perasaan. Ishani mencoba beberapa kali pacaran dengan laki-laki lain untuk menghilangkan rasa suka itu, tapi semuanya berakhir gagal. Ada yang terlalu menuntut, menganggapnya kutu buku, terlalu kuno dan berbagai hal tak masuk akal lainnya. Ishani tak pernah lagi mau membuang waktu untuk hal-hal seperti itu. Ia yakin suatu saat pasti bisa melupakan rasa sukanya pada Kalanza. Tapi ternyata tak semudah itu membuang semuanya. Melupakan tak semudah jatuh cinta. Jatuh cinta bisa butuh waktu kurang dari lima menit, tapi melupakan butuh waktu yang panjang

.

"Ishani"

"Ishani, buka pintunya nak"

"Kamu nggak papakan di dalam? Kenapa nggak keluar dari tadi malam?" Ishani membuka matanya, sedikit kaget melihat cahaya matahari sudah seterang itu dari gorden kamarnya. Setelah kepergian Kalanza ia langsung tertidur lelap tanpa peduli luka yang baru ia terima

"Jam 10?" Ia kaget melihat jam di ponselnya

"Ishani? Sudah bangun nak?" Suara itu terdengar lagi. Gadis itu menurunkan kakinya dari ranjang untuk melihat apalagi drama yang terjadi pagi ini

"Ayah?" Agak aneh rasanya melihat pria baruh baya yang memarahinya habis-habisan tadi malam kini berdiri dengan khawatir di depan pintu kamarnya.

"Ayah minta maaf soal kejadian semalam, tak seharusnya ayah melakukan itu padamu. Ayah membuatmu terluka lagi" Pria baruh baya itu melihat bekas memar dipipinya dan sedikit sobekan diujung bibir yang belum diobati dari tadi malam. Ia berniat menyentuhnya tapi sang putri langsung mundur untuk menghindari

"Berapa kali ayah mengatakan hal yang sama dan tetap mengulanginya lagi berkali-kali. Ayah tak pernah benar-benar merasa bersalah melakukan ini padaku. Besok saat wanita itu atau anak-anaknya berulah lagi, Ayah pasti tetap menyalahkan aku atas perbuatan mereka" Ishani menepis kasar tangan itu

"Dia juga ibumu nak, Ayah tak mungkin membedakan kasih sayang ayah dengan anak-anak ayah yang lain"

"Omong kosong, Ayah bahkan tak pernah mau mendengarkanku saat mereka semua bekerja sama menyalahkanku. Ayah tak pernah berlaku adil, hanya aku yang selalu jadi korban"

"Itu tidak benar, Ayah menghukummu karena kamulah yang salah. Kalau mereka yang salah, Ayah pasti akan melakukan hal yang sama juga" Pria baruh baya itu menggelengkan kepalanya untuk menolak pendapat putrinya. Ia menyayangi mereka semua dengan kasih sayang yang sama menurutnya

"Tidak, Ayah tak pernah menghukum mereka sama seperti Ayah menghukumku. Tak ada bentakan, tak ada pukulan, tak ada tamparan yang Ayah berikan. Ayah hanya memberikan nasihat dengan kata-kata basi dan bertanya alasannya"

"Sedangkan aku? Mendengar penjelasanku saja Ayah tak sudi. Mendengarnya dari orang lain saja Ayah langsung percaya. Apa itu yang disebut adil?" Pria baruh baya itu termangu, menurutnya ia sudah sangat berlaku adil untuk semuanya tanpa membedakan mana anak kandung dan anak tirinya

"Sudahlah, tak usah pedulikan aku lagi" dengan kasar ia menutup pintu, tak peduli walau terkesan kurang sopan dengan orang tua. Ia lelah menghadapi drama keluarganya bertahun-tahun. Tak hanya fisik tapi batinnya juga tersiksa disini. Andai saja ibunya masih ada disini, ia yakin hidupnya tak akan sekacau ini.

Ibu sambung yang ia anggap bisa memberikan kasih sayang seperti ibunya nyatanya tak lebih dari cerita ibu tiri dalam kebanyakan dongeng. Lebih menyayangi anak-anak yang ia bawa dari hasil pernikahan sebelumnya, menanggungkan semua kesalahan mereka padanya dan pandai sekali bermain muka depan ayahnya

Ting

"Jangan lupa janjimu nanti sore"

Notifikasi itu membuatnya tersadar, apa yang harus ia lakukan sekarang?

Terpopuler

Comments

Nurgusnawati Nunung

Nurgusnawati Nunung

Awal yang bagus. semangat thor

2025-08-25

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!