NovelToon NovelToon
INGRID: Crisantemo Blu

INGRID: Crisantemo Blu

Status: sedang berlangsung
Genre:Mafia
Popularitas:746
Nilai: 5
Nama Author: I. D. R. Wardan

INGRID: Crisantemo Blu💙

Di balik nama Constanzo, Ingrid menyimpan luka dan rahasia yang bahkan dirinya tak sepenuhnya pahami. Dikhianati, dibenci, dan hampir dilenyapkan, ia datang ke jantung kegelapan-bukan untuk bertahan, tapi untuk menghancurkan. Namun, di dunia yang penuh bayangan, siapa yang benar-benar kawan, dan siapa yang hanya menunggu saat yang tepat untuk menusuk dari bayang-bayang?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon I. D. R. Wardan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 18 Crepa

"Ibu?"

"Em, itu ... " Nora bicara terbata-bata.

Suara seseorang menuruni tangga tertangkap oleh Ingrid. Ia menoleh untuk melihat siapakah orang itu? Karena ia merasa tidak asing dengan suara perempuan itu.

"Elsa?"

Elsa berhenti menuruni tangga begitu ia mendapati Ingrid tengah duduk di sofa yang tidak begitu jauh dari dirinya. Ekspresi wajah Elsa bagaikan orang yang baru saja tertangkap basah setelah melakukan kejahatan.

Yang lebih penting.

Apa yang dia lakukan di sini?

Dan, Ibu?

Ingrid kembali melihat bibinya, dengan nada yang sedikit bercanda ia bertanya, "apa yang dilakukan Elsa di sini? Dan ... Apakah yang di panggil ibu oleh Elsa adalah Bibi?"

"Orang tua Elsa pergi untuk beberapa hari, bibi menyuruhnya untuk menginap, dia memang memanggilku ibu sejak kecil." Bibi Nora menjawab dengan tenang.

"Jadi begitu."

Elsa menghampiri Ingrid. "Apa lagi yang terjadi padamu Ingrid? Kenapa kau selalu terluka?" nada bicaranya kembali ceria seperti biasa, "sejak terakhir kita bertemu di pesta dua hari yang lalu tiba-tiba saja kau tidak menghadiri kelas tanpa kabar apapun."

Ingrid mencoba tersenyum, namun pada akhirnya terlihat begitu canggung. "Aku mengalami kecelakaan, lagi."

"Lagi? Ya ampun, sepertinya energi jahat selalu menghantuimu. Apa itu aku? Tidak mungkin, aku terlalu cantik untuk itu. Sudahlah, aku tidak akan bertanya lebih lanjut."

Ingrid tertawa. "Kau adalah malaikat, tenang saja."

"Elsa, aku permisi sebentar. Bisakah aku mengambil barang-barangku, bibi?"

"Tentu saja, coba saja cari, mungkin tidak terlihat olehku kemarin. Kamarnya tidak dikunci." Ingrid mengangguk.

Ingrid beranjak menuju kamar lamanya diikuti Frenzzio yang setia di belakangnya, ia sepertinya mulai terbiasa dengan kehadiran Frenzzio di sekitarnya.

Sampai di depan pintu ruangan yang ia tuju, Ingrid meraih gagang pintu, menekan tuas pintu ke bawah dan mendorong dan pintu perlahan hingga terbuka hampir sempurna. Ingrid menyalakan lampu. Tidak ada yang berubah. Ingrid berjalan menuju lemari, ia menumpukan salah satu kakinya di lantai lalu membuka laci paling paling bawah.

Ada sebuah kotak.

Ingrid mengambilnya kemudian membukanya sedikit, memastikan agar lelaki di belakangnya tidak melihat isinya.

Ingrid mengangguk lega.

Gadis itu berdiri, menghadapkan dirinya pada Frenzzio.

"Hanya itu?" tanya Frenzzio sembari menaikkan sebelah alis tebalnya.

"Ada beberapa benda penting di dalam sini, salah satunya pengunjuk satu-satunya pembunuhan ayahku. Sesuatu yang sangat penting." Ingrid berbicara pelan.

Frenzzio tersenyum miring. "Ini akan jadi lebih mudah. Pintar. Kita akan memeriksanya nanti, tidak disini." Ingrid mengangguk sekali.

Mereka keluar dari kamar, kembali ke lantai satu. Elsa menghadang jalan mereka dengan nampan berisi minuman dan beberapa camilan di tangannya. "Ayo, duduk dan makan camilan terlebih dulu. Kalian tidak akan pergi begitu saja, bukan?"

"Ah, ya. Tentu—" Frenzzio menangkap lengan Ingrid, menariknya untuk segera keluar. "Frenzzio, aku belum berpamitan pada bibiku," protes Ingrid.

"Lupakan saja."

...•┈┈┈••✦ ♡ ✦••┈┈┈•...

Di dalam mobil, Ingrid menyadarkan kepalanya pada kaca mobil. Matanya mengarah pada tampilan dunia di balik kaca, tapi tidak dengan pikirannya yang terus-menerus di rasuki ingatannya.

Wajah Lorenzo dan mobil terbakar.

Peristiwa mengerikan itu tidak dapat hilang dari ingatannya. Seberapa keras pun ia mencoba. 

"Bisakah kita pergi ke makam Lorenzo, Frenzzio?" 

Frenzzio melirik Ingrid sekilas sebelum kembali memfokuskan penglihatannya pada jalanan di depannya. "Kau yakin, Blu?" Ingrid mengangguk yakin.

"Baiklah." 

Arah tujuan merek berbelok menuju lokasi pemakaman yang di berikan Hen. Frenzzio memarkirkan mobilnya tidak jauh dari pemakaman. Suasana pemakaman sangat sepi, tidak ada satu pun orang yang terlihat. Mereka berkeliling sebentar untuk mencari di mana letak makam Lorenzo hingga akhirnya menemukan apa yang mereka cari. Ingrid berlutut di dekat makam yang masih tampak begitu baru, bunga-bunga di atas makam tampak masih belum sepenuhnya layu.

Angin dingin berhembus.

Ingrid meletakkan bunga krisan putih yang sebelumnya ia beli, di depan batu nisan. Foto Lorenzo dengan senyuman manisnya membuat hati Ingrid melemah. 

"Marcello memohon pada Giorgio agar Lorenzo dimakamkan secara layak dan terhormat," Ujar Frenzzio yang berdiri beberapa meter dari Ingrid. 

Ingrid tidak menyerukan apapun sebagai tanggapan, ia masih berusaha untuk menerima kenyataan bahwa Lorenzo telah tiada. Meskipun ia belum lama mengenalnya tapi ia bisa melihat bahwa Lorenzo adalah laki-laki yang baik dan menyenangkan. Mungkin saja jika ia mengenal Lorenzo sedikit lebih lama mereka berdua bisa menjadi teman. Lorenzo sedikit mengingatkan dirinya akan sahabatnya.

"Maafkan aku. Beristirahatlah dalam damai." Ingrid bangkit, mengusap air mata di sudut mata kirinya.

Ingrid berbalik menatap Frenzzio, matanya kini penuh akan ambisi. "Kita harus segera menyelesaikan semua ini sebelum ada orang yang kembali menjadi korban, Frenzzio. Aku tidak bisa lagi melihat orang-orang di sekitarku tiada."

"Kematian selalu berada di sekeliling kita, seberapa keras pun kita menghindarinya."

"Bukan menghindari tapi menjaga."

Frenzzio mengangkat salah satu sudut bibirnya. "Ambisi. Aku menyukainya."

"Aku tahu bekerja sama denganmu tidaklah memiliki harga yang murah, tapi apa pun itu aku siap membayarnya." Api ambisi, hasrat, dan keteguhan terlihat jelas dari dirinya. "Aku membutuhkanmu, Frenzzio. Aku sadar aku tidak bisa melakukan ini sendirian, aku akan membantumu dan kau akan membantuku. Sekutu?" Ingrid mengulurkan tangannya yang langsung di sambut hangat tangan Frenzzio yang terasa kasar di kulit Ingrid yang lembut.

Sudut bibir Frenzzio semakin terangkat. "Sekutu. Sebelumnya aku tidak mematok harga," kata Frenzzio, menarik Ingrid lebih dekat padanya. "Tapi kau menawarkan sesuatu yang begitu menarik ... apa pun. Itu berbahaya, Crisantemo blu." Mata Frenzzio bergerak layaknya predator yang menantikan untuk segera menerkam mangsanya. 

"Kau tahu apa binatang apa yang paling aku takuti? Pria," ucap Ingrid, menunjuk dada Frenzzio dengan telunjuknya. Ia sudah menduga inilah hal yang berkemungkinan besar akan diminta Frenzzio, seharusnya ia tidak terkejut tapi entah mengapa hatinya sedikit nyeri begitu terjadi di hadapannya. Ia bagaikan sebuah objek. 

Meskipun begitu, ia tidak boleh mundur dan tidak ada jalan kembali. Lagi pula kehidupannya telah hancur saat ayahnya tiada, tidak ada lagi yang bener-benar berarti lagi baginya selain menemukan pembunuh ayahnya dan membalaskan dendamnya.

"Aw, kata-katamu sangat kasar, tetapi aku setuju denganmu. Maaf, kau terjebak dengan binatang sepertiku, tidak ada jalan keluar."

"Aku tidak berniat kabur atau pun mengingkari kata-kataku, Frenzzio. Aku ingin semuanya selesai terlebih dahulu. Kau harus berjanji tidak akan menyentuhku sebelum semuanya selesai."

Frenzzio terkekeh kecil. "Aku tidak tahu masih hidup saat itu atau tidak, tapi baiklah, aku berjanji." Membuat wajah berpura-pura sedih dan kecewa.

'Semoga saja,' harap Ingrid dalam benaknya.

Suara petir menggelegar di langit yang mulai menggelap. "Kita harus pergi," ajak Frenzzio seraya menengadahkan kepalanya ke atas. 

Ingrid mengangguk setuju. "Ya." Ingrid memutar kepalanya untuk kembali melihat makam Lorenzo sekali lagi sebelum melangkahkan kakinya pergi menjauh.

...•┈┈┈••✦ ♡ ✦••┈┈┈•...

"Aku menemukan sapu tangan ini di genggaman ayahku pada malam ayahku dibunuh. Namun, sapu tangan ini adalah bukti yang lemah bahkan penyelidik tidak dapat menemukan sidik jari lain selain sidik jari ayahku yang samar-samar di sini. Tapi, aku yakin ini adalah milik pelaku pembunuh ayahku, karena sapu tangan ini bukan milik ayahku. Dan ada sesuatu seperti detail huruf i kecil di ujung sapu tangan ini, mungkin simbol? atau inisial? Aku belum tahu apapun. Hanya itu yang aku ketahui, penyelidikan pembunuhan ayahku dihentikan sebelum dapat mengungkap apapun," jelas Ingrid panjang lebar.

"Semuanya masih sangat abu-abu. Kita harus mencari bukti dan petunjuk lain agar bisa mengungkap kasus ini. Sapu tangan dianggap bukti pembunuhan yang lemah karena tidak bisa menyimpan sidik jari dengan jelas, mudah terkontaminasi atau terhapus, dan sulit dianalisis secara forensik. Tanpa bukti pendukung lain, seperti darah atau DNA, kehadirannya di TKP tidak cukup kuat membuktikan keterlibatan pelaku. Kita harus mendatangi langsung tempat kejadiannya, rumahmu. Aku akan mengatur semuanya agar kita bisa pergi secepatnya ke San Lumeo tanpa dicurigai oleh Goirgio." 

"Baiklah. Bicara tentang kecurigaan Giorgio, apa selama ini ia tidak curiga pada kita berdua?"

"Pasti ia curiga tapi ia tidak akan peduli. Tidak sampai kita menunjukkan perlawanan terhadapnya. Lagi pula aku adalah binatang kesayangannya. Ya... setidaknya ada satu hal yang membuatku yakin kau adalah putri pria itu, yaitu menyebut orang lain sebagai binatang." Frenzzio tertawa dengan kalimat terakhirnya.

Wajah Ingrid mengkerut tak senang disamakan dengan pria yang faktanya memang ayah kandungnya. Selain itu rasa bersalah mulai merambat di hati Ingrid karena secara tidak langsung menyebut Frenzzio adalah binatang. "Maaf."

Frenzzio melirik Ingrid lalu tertawa geli. Tangannya di bawa ke rambut Ingrid kemudian mengelusnya pelan, menenangkan. Suara berat Frenzzio masuk ke telinga Ingrid, "tidak perlu meminta maaf, karena aku akan memburumu seperti binatang selama sisa hidupku."

Ingrid tidak kembali membalasnya, matanya melotot ngeri mendengar pernyataan obsesi terang-terangan dari orang di sebelahnya ini.

Tak terasa mobil yang ia tumpangi telah sampai di rumah sakit.

"Kau tidak ikut?" tanya Ingrid karena Frenzzio tidak menunjukkan gerak-gerik akan turun dari mobil. 

"Aku harus pergi." Ingrid mengangguk mengerti. "Terima kasih." Tanpa bertanya lebih lanjut ia keluar dari mobil lalu setelahnya mobil Frenzzio kembali melaju menjauhi rumah sakit.

"Aku tidak akan pernah menyukai orang itu." 

Entah janji atau penyangkalan yang di ucapkan gadis itu pada dirinya sendiri.

Ingrid berjalan masuk ke dalam bangunan rumah sakit untuk kembali melihat keadaan Marcello yang sudah hampir dua hari tidak juga sadarkan diri. Ingrid berharap semoga Vilia sedang tidak ada di dalam kamar rawat Marcello, tidak ada yang baik terjadi jika dirinya bertemu dengan wanita itu. Ia tidak ingin berakhir di usir dari rumah sakit karena membuat keributan konyol.

"Apa nyonya Vilia ada di dalam?" tanya Ingrid pada salah seorang pengawal yang berjaga di depan kamar saudaranya.

"Tidak, Nona. Nyonya Vilia pergi sekitar setengah jam yang lalu," jawabnya hormat.

"Baiklah, terima kasih."

Ingrid masuk ke dalam kamar rawat di mana Marcello terbaring. Ingrid duduk di samping ranjang Marcello. Tangannya menggenggam tangan saudaranya yang dingin.

"Aku tidak suka melihatmu seperti ini, Ian ... Ayo, bangunlah. Aku berjanji jika kau bangun, aku akan memaafkanmu, kita akan memiliki hubungan saudara seperti yang kau inginkan."

Marcello diam. Monitor detak jantung

tetap bergerak stabil, tapi lambat.

Ingrid mendekatkan wajahnya ke tangannya.

"Ayah sudah pergi ... Kau tidak akan meninggalkan aku juga, bukan?" setetes air mata jatuh ke tangan Marcello.

Tiba-tiba bunyi "beep" di monitor berhenti. Garis lurus terbentuk di layar.

'Apa yang terjadi?'

...•┈┈┈••✦ ♡ ✦••┈┈┈•...

1
minato
Terhibur banget!
I. D. R. Wardan: makasih udah mampir, semoga gak bosan ya🥹💙
total 1 replies
Yuno
Keren banget thor, aku jadi ngerasa jadi bagian dari ceritanya.
I. D. R. Wardan: Makasih ya🥹
total 1 replies
Yoh Asakura
Menggugah perasaan
I. D. R. Wardan: Makasih ya🥹 author jadi makin semangat nulisnya 💙
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!