Setelah ditolak oleh gadis pujaan kampus, Rizky Pratama tiba-tiba membangkitkan sebuah sistem ajaib: setiap kali ia mendapat satu pengikut di siaran langsung, ia langsung memperoleh sepuluh juta rupiah.
Awalnya, semua orang mengira Rizky hanya bercanda.
Namun seiring waktu, ia melesat di dunia live streaming—dan tanpa ada yang menyadari, ia sudah menjelma menjadi miliarder muda Indonesia.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon apa aja 39, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 16 – Rizky, Apa yang Kau Lakukan?
Suasana kelas mendadak gaduh. Diskusi teman-teman sekelas semakin tak terkendali, semua menuding dan membicarakan Rizky tanpa henti.
Dengan nada tenang, Rizky Pratama mencoba menjelaskan,
“Farel, kurasa kau salah paham. Memang benar kemarin Dinda sempat menemuiku.”
Ia menatap lurus pada Farel sebelum melanjutkan,
“Tapi dengar baik-baik. Aku sudah jelas menolak Dinda. Aku dan dia tidak ada hubungan apa-apa lagi.”
“Omong kosong!” bentak Farel sambil menunjuk hidung Rizky. “Dasar sok suci! Beraninya kau bilang menolak Dinda? Kau pikir bisa membodohiku begitu saja?”
Sorot mata Farel penuh emosi. Bagi sebagian besar teman-teman di kelas, sulit membayangkan Rizky punya keberanian menolak cewek sepopuler Dinda.
Rizky menghela napas, merasa tak berdaya menghadapi keras kepalanya Farel.
“Dari caramu bicara, jelas kau tidak menonton siaran langsungku kemarin. Kalau masih ragu, ayo lihat sendiri di live-ku.”
Ia perlahan mengeluarkan ponselnya.
Namun, sikap tenang itu justru makin menyulut emosi Farel.
“Dasar kurang ajar!” Farel meraung. “Aku hampir dipermalukan, tapi kau malah nyuruh aku nonton live streaming-mu?!”
Dalam sekejap, Farel menampar ponsel Rizky hingga terlempar ke lantai.
Prak!
Ponsel itu hancur berkeping-keping.
“Farel, kau keterlaluan!” teriak Sinta, teman sekelas mereka.
Namun Farel balas memelototinya. “Keterlaluan? Aku sudah sangat menahan diri! Dia merayu pacarku, dan kau mau aku diam saja?!”
Wajah Rizky mengeras.
“Farel, sekali lagi kujelaskan. Aku dan Dinda sudah tidak ada hubungan lagi. Tapi kalau kau masih terus cari gara-gara… jangan salahkan aku kalau aku balas dengan cara yang tidak enak.”
“Bahkan kau masih berani mengancamku?” Farel mengepalkan tangan.
Amarahnya meledak. Ia melangkah maju dan mencoba menarik kerah Rizky.
Namun bagi Rizky, pergerakan itu terasa lambat. Sejak atribut kelincahannya meningkat, refleks dan kecepatannya jauh melampaui orang biasa.
Dalam sekejap, ia menghindar dan menampar wajah Farel.
Plak!
Suara tamparan nyaring menggema di seluruh kelas.
Meskipun kekuatan Rizky belum meningkat signifikan, tamparan itu cukup membuat Farel merasa terhina di depan semua orang.
Kelas pun heboh.
“Ya ampun, Rizky benar-benar menampar Farel!”
“Bukankah Farel anak olahraga? Badannya jauh lebih kuat, tapi bisa kalah begitu saja?”
“Rizky… kok makin keren ya?” bisik beberapa siswi yang tak bisa menyembunyikan rasa kagumnya.
Wajah Farel memerah. Tamparan itu bukan hanya rasa sakit fisik, tapi juga sebuah penghinaan.
“Kurang ajar kau, Rizky!”
Dengan teriakan marah, ia menerkam seperti harimau. Namun sekali lagi Rizky menghindar, lalu dengan sedikit gerakan kakinya menjegal Farel.
Brak!
Tubuh Farel terjerembab, bahkan sebagian tubuhnya masuk ke dalam tong sampah di pojok kelas.
Seketika, tawa dan sorakan memenuhi ruangan.
“Hei, ternyata Rizky jago bela diri?”
“Dia pasti pernah latihan sebelumnya!”
“Ya ampun, makin ganteng aja dia kalau begini.”
Beberapa siswi sampai menutup mulutnya, menahan teriakan kagum.
Rizky berdiri tegak dengan tangan di belakang punggung, menahan senyum puas yang nyaris pecah di wajahnya. Rasanya luar biasa dipandang hebat oleh semua orang.
Dengan suara tegas ia berkata,
“Farel, cukup sampai di sini. Jangan bikin masalah lagi.”
Namun Farel bangkit dari tong sampah dengan wajah kotor dan marah. Ia meraih sapu di dekatnya, bersiap menyerang lagi.
“Farel, hentikan!”
Suara itu terdengar jelas. Dinda berlari masuk ke kelas, langsung berdiri di depan Rizky dengan tangan terbuka, seolah ingin melindunginya.
“Dinda?!” Farel tercengang. “Kau… kau membelanya?”
Dinda menatapnya dengan mata tegas.
“Kalau kau ingin menyakiti Rizky, kau harus melewati aku lebih dulu.”
Seluruh kelas terdiam, bingung dengan apa yang baru saja terjadi.
Sinta sampai ternganga, tak percaya dengan apa yang dilihatnya.
“Dinda, apa kau gila?” Farel menggertakkan gigi. “Bukankah kau selama ini membenci Rizky? Bukankah kau menolak cintanya?”
Namun Dinda justru membentak balik, suaranya nyaring dan penuh emosi,
“Diam, Farel! Satu-satunya orang yang kusukai adalah Rizky! Dia sudah mengejarku selama dua tahun. Dialah satu-satunya yang benar-benar tulus mencintaiku. Bukan kau!”
Wajah Farel seketika pucat.
“Apa… apa yang kau bilang ini?”
Dinda melanjutkan, suaranya penuh penghinaan,
“Lihat dirimu sendiri! Penampilanmu biasa saja. Tubuhmu bau keringat. Setiap kali kau mendekat, aku bahkan mual! Jadi jangan pernah berharap lebih dariku. Pergilah sekarang juga!”
Kata-kata itu menusuk seperti pisau.
Farel, yang selama ini yakin ketulusannya akan membuat Dinda luluh, kini hanya bisa berdiri gemetar. Matanya memerah, air mata menetes tanpa bisa ditahan.
“Aku… aku tak menyangka ketulusanku kau balas dengan kata-kata sekasar ini…”
Dengan suara tersedu, ia menutupi wajahnya lalu berlari keluar kelas.
Hening menyelimuti ruangan. Semua mata tertuju pada Rizky dan Dinda.
Rizky menarik napas panjang. Hatinya bergemuruh, tapi ia tetap berusaha menjaga ekspresi datar.
“Dinda, kau memang tidak pernah berubah. Mulutmu selalu tajam. Bahkan kepada orang yang dulu mengorbankan perasaan untukmu.”
Dinda menoleh padanya, mata berkaca-kaca.
“Rizky, maafkan aku. Kau tidak terluka, kan?”
Ia mencoba menyentuh bahu Rizky, tapi pria itu cepat menepis.
“Aku baik-baik saja. Dan ini bukan urusanmu lagi.”
“Tidak, ini semua salahku. Kalau sampai kau terluka, aku tak akan pernah bisa memaafkan diriku sendiri…” ucap Dinda dengan suara serak.
Siswa-siswi lain terperangah. Mereka sama sekali tidak menyangka sikap Dinda bisa berubah secepat itu.
Namun Rizky tetap berdiri tegak dan membentaknya,
“Diam, Dinda! Sudah kubilang, hubungan kita sudah selesai. Jangan ganggu aku lagi.”
Suara Rizky bergema, penuh dominasi.
Dinda terdiam, lalu tiba-tiba mencengkeram lengan Rizky dengan erat.
“Rizky, kenapa kau meninggalkanku? Bukankah kau mencintaiku?”
Rizky menatapnya dingin.
“Kapan kita pernah bersama? Kita bahkan tidak pernah resmi jadi apa-apa.”
“Kalau begitu, mulai sekarang kita bersama!” Dinda berseru nekat. “Aku tidak akan pernah melepaskanmu lagi.”
Dengan berani ia mendekat, hendak mencium Rizky di depan seluruh kelas.
Beberapa siswa terbelalak.
“Sial, Dinda sendiri yang mau cium Rizky?!”
“Rizky pakai pelet apa sih?!”
Namun Rizky buru-buru menahan wajahnya. Ini ruang kelas, semua orang menatap, bahkan Sinta berdiri tepat di sampingnya.
Ketegangan makin memuncak. Tapi sebelum sesuatu benar-benar terjadi, suara lantang terdengar dari pintu.
“Apa yang sedang kalian lakukan di sini?!”
Semua siswa sontak kembali ke tempat duduk masing-masing.
Yang berdiri di pintu adalah Bu Ratna, wali kelas mereka.
Dan yang ia lihat pertama kali adalah Rizky dan Dinda yang masih saling tarik menarik di depan semua orang.
Dengan nada marah ia berteriak,
“Rizky! Dinda! Apa yang sebenarnya kalian lakukan di kelas ini?!”
---