NovelToon NovelToon
Lelaki Dari Satu Malam

Lelaki Dari Satu Malam

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / CEO / Keluarga
Popularitas:883
Nilai: 5
Nama Author: Keke Utami

Rinjani hanya ingin hidup tenang.
Tapi semua hancur saat ia terbangun di kamar hotel bersama pria asing. Dan beberapa jam kemudian mendapati kedua orang tuanya meninggal mendadak.

Dipaksa menikah demi melunasi utang, ia pingsan di hari pernikahan dan dinyatakan hamil. Suaminya murka, tantenya berkhianat, dan satu-satunya yang diam-diam terhubung dengannya ... adalah pria dari malam kelam itu.

Langit, pria yang tidak pernah bisa mengingat wajah perempuan di malam itu, justru makin terseret masuk ke dalam hidup Rinjani. Mereka bertemu lagi dalam keadaan tidak terduga, namun cinta perlahan tumbuh di antara luka dan rahasia.

Ketika kebenaran akhirnya terungkap, bahwa bayi dalam kandungan Rinjani adalah darah daging Langit, semuanya berubah. Tapi apakah cinta cukup untuk menyatukan dua hati yang telah hancur?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Keke Utami, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

9. Mengintai?

“Anda butuh sesuatu, Bos?”

Langit memalingkan wajahnya ke arah Taufan. Pandangannya sempat terpaku pada gadis penjual kue yang tak lain adalah Rinjani. Gadis itu sudah tertinggal di lampu merah ketika mobil sudah bergerak. 

“Kayanya saya mau kue itu, Fan. Ngidam lagi. Putar balik cepat!”

Taufan menatap Langit dari kaca depan, kedua alisnya nyaris bertaut, “Serius, Bos?”

“Iyalah. Namanya juga ngidam,” ujar Langit, santai.

Tanpa komentar lebih lanjut. Taufan menuruti perintah Langit. Ia segera putar arah saat menemukan U-turn. Sesampai di lampu merah itu lagi, mobil segera menepi.

Taufan mengira ia yang akan diminta turun untuk membeli kue. Namun Langit sudah lebih dulu membuka pintu dan melangkah keluar. 

Mata Langit berbinar, langkahnya tegap mendekati gadis yang tengah membawa bakul dagangannya itu. 

“Kue!” serunya.

Rinjani menoleh, sedikit terkejut, “Kamu?” gumamnya pelan, ia ingat Langit– pria yang semalam membawanya ke rumah sakit. 

Langit tersenyum tipis, nyaris tak terlihat, “Kamu ngapain di sini? Bukannya harus istirahat? Mana suami kamu?” 

Alih-alih langsung membeli. Langit malah terdengar ingin tahu lebih dalam. 

Rinjani memilih abai pada pertanyaan itu, “Kamu jadi beli kue?” ia balik bertanya. 

Langit menatap bakul yang masih penuh, “Saya borong semuanya.” 

Rinjani sempat terkejut, lalu dengan cepat ia mengemas semua dagangannya  ke dalam kantong plastik.

“Jadi berapa?”

“160 ribu,”

Langit merogoh sakunya, mengeluarkan dompet dan uang 200 ribu, menyerahkannya kepada Rinjani tanpa ragu, “Kembaliannya buat kamu aja.”

“Tapi ini–” 

Langit langsung menggeleng, “Saya buru-buru,” ujarnya cepat. Ia segera menuju mobil dan membawa semua kue-kue itu. Punggungnya menjauh, meninggalkan Rinjani yang masih belum sepenuhnya percaya dengan apa yang terjadi.

************ 

“Ada update terbaru  tentang Rinjani?” Darren bertanya tanpa mengalihkan pandang dari layar Macbook-nya. 

Pria yang baru masuk ke ruangannya begitu tenang. Sudah biasa memberikan laporan terkait aktivitas Rinjani, sejak istrinya itu keluar dari rumah. 

“Kemarin semua toko yang kita blokir berhasil kita koordinasikan. Tapi dia justru bekerja di warung makan 24 jam,”

Darren menoleh, “Hari ini?”

“Dia kembali bekerja. Pagi tadi jualan kue di lampu merah.”

Darren sedikit terkejut.

“Dan semua dagangannya habis. Diborong oleh teman Anda, Pak Langit.”

Dareen memicingkan mata, “Langit?” 

Pria itu mengangguk. 

Darren menghela napas. Langit memang tidak datang ke pernikahannya. Apa mungkin Langit tidak mengenali Rinjani sebagai istrinya?

“Tuan,” di ruangan yang sama suara Alex yang menyimak terdengar.

“Apa tidak sebaiknya Anda mempertimbangkan kembali pernikahan Anda dengan Nona Rinjani? Karena kalau sampai ini diketahui oleh kompetitor bisnis bahwa istri Anda hidup terlantar … citra perusahaan bisa kena imbasnya.”

Darren terdiam.

“Pak Langit mungkin tidak tahu. Tapi bagaimana kalau yang bertemu dengan Nona Rinjani adalah mereka yang hadir ke pernikahan Anda?”

Darren memijit pelipisnya, merasa ditekan dari berbagai arah. Ia sendiri masih belum bisa menerima kehamilan Rinjani yang menurutnya adalah bentuk sebuah pengkhianatan. Namun jika situasi ini dibiarkan terus terjadi, tidak menutup kemungkinan berdampak buruk pada kariernya, dan reputasinya bisa hancur.

“Nanti saya pikirkan. Saya … masih sakit hati,” gumam Darren akhirnya.

*************** 

Rinjani sedang duduk di trotoar jalan dengan bakul kue yang sudah kosong dan uang dagangan yang sedang ia hitung.

“Non!” ia menoleh, suara Sulis terdengar dan berjalan ke arahnya.

“Bi, lihat! Habis semua!” serunya senang bercampur bangga, sambil menunjukkan lembaran uang yang ada di tangannya.

Sulis terdiam sejenak. Raut wajahnya berbanding terbalik dengan Rinjani.

“Ya ampun, Non. Kenapa jadi capek-capek gini? Non kan lagi hamil, harusnya istirahat aja di rumah.” 

Rinjani mengulas senyum, menyeka keringat di pelipisnya, ia mulai bangkit.

“Udah … ya, Non. Di kontrakan wae. Tiduran. Biar Bibi aja yang kerja. Non nggak usah khawatir.” 

Rinjani menggeleng lembut, “Makasih, ya Bi udah peduli sama aku. Tapi kali ini biar aku usaha sendiri. Bibi juga masih butuh uang buat dikirim ke kampung ‘kan?”

“Masih cukup, Non. Gaji di tempat baru nggak kalah gede dari gaji kerja sama Tuan dan Nyonya.”

Rinjani tersenyum, “Sok atuh disimpan wae,” ucapnya, meniru logat Sulis sambil tertawa pelan.

Sulis juga ikut tertawa, namun dibalik itu ia tetap menyimpan kekhawatiran.

**************** 

Di rumah mewah keluarga Alexander. Olivia mendekati Nafa yang sedang menata pink rose ke dalam vas kaca– vas yang baru Olivia beli dari London.

“Fa, mau ikut Mama ke kantor nggak?” tanyanya.

“Ke kantor, Ma?” 

“Iya, nganter makan siang buat Papa. Kamu juga sekalian anter makan siang buat Langit. Atau kalian mau quality time dengan makan di luar?”

Nafa tidak langsung menjawab, dan Olivia tidak membutuhkan jawaban dari anak angkatnya itu, ia sudah sibuk menyimpan semua makanan ke dalam bento.

“Ini buat Langit. Kemarin dia pengen Tomyam. Mama nggak tega jadi Mama masakin.”

“Mama yang masak?” 

Olivia mengangguk, “Iya, Sari udah pulang kampung, katanya pengen nikah. Menurut kamu kita perlu cari ART lagi nggak, ya?”

“Ya, gimana bagusnya aja, Ma,” sahut Nafa singkat.

“Nanti dipikirin lagi. Ayo kita berangkat.”

Keduanya segera menuju perusahaan keluarga. Sesampai di sana, Nafa dan Olivia berpisah sebab tujuan mereka berbeda.

Nafa segera masuk ke dalam elevator, sesekali ia menatap hall indicator, ia menghela napas berkali-kali, ada yang sesak di dalam dadanya.

Setelah elevator terbuka, ia segera ke ruangan Langit, langkahnya yang anggun dan aroma vanila yang lembut, menarik perhatian sekretaris Langit. 

“Selamat siang Nona Nafa, ada yang bisa saya bantu?” tanyanya ramah.

“Saya mau ketemu Mas Langit, Mbak.”

“Silakan, Non. Bapak ada di dalam.”

Nafa mengangguk lembut, mengucapkan terima kasih. Lalu mendekat ke pintu dan mendorongnya.

Langit sempat meliriknya dua kali, dan terdiam sejenak, “Hai … ayo masuk,”

“Aku diminta mama nganterin makan siang,” ujarnya sambil menyerahkan bento. 

Langit bangkit meninggalkan meja kerja dan mengajak Nafa duduk di sofa.

“Kamu ke sini sama siapa?” 

“Mama.”

Langit berpikir sejenak. Kalau ia menolak makan siang bersama Nafa, Olivia pasti akan menginterogasi nanti malam.

“Gini … kamu ikut Mas aja, ya? Kita makan di luar. Nggak rame kok. Cuma sama Darren. Ada kerjaan.”

Nafa diam.  Ia tahu Langit mengajaknya hanya demi menjaga wajah di depan Olivia. Namun ada satu alasan yang membuat Nafa mengangguk, Darren.

“Ya, boleh. Aku kabarin Mama dulu,” jawabnya datar, namun dadanya berdebar.

1
Nadin Alina
Hebat sih, Rinjani. Yang semula tuan putri mau berjuang untuk hidup🙃
Nadin Alina
next bab Thor....
Nadin Alina
Ceritanya keren, semangat Thor 🔥
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!