Namanya Elisa, dia terlahir sebagai putri kedua dari keluarga Hanggara, namun hal itu tak membuat nasibnya bagus seperti kakaknya.
Dia bahkan dikenal sebagai perempuan arogan dan sangat jahat di kalangannya, berbeda dengan kakaknya yang sangat lembut dan pandai menjaga sikap.
Marvin Wiratmadja, adalah putra dari Morgan Wiratmadja. Terlahir dengan kehidupan super mewah membuatnya tumbuh menjadi orang yang sedikit arogan dan tak mudah di dekati meski oleh lawan jenisnya.
Namun siapa sangka, ketertarikannya justru tertuju pada seorang gadis yang dikenal berhati busuk dan semena-mena bernama Elisa Hanggara.
Bagaimana takdir akan mempertemukan mereka?
Baca episodenya hanya disini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sujie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bertemu Kembali (2)
Lagi-lagi tingkahnya membuatku gemas setengah mati, batin Marvin melihat Elisa menggigiti bibirnya yang berwarna merah jambu.
"Ehm ... Lisa, bolehkan aku meminta nomor ponselmu?" tanyanya.
"Oh ... emm sebaiknya tidak perlu," jawab Lisa seraya menundukkan kepalanya saat sadar jika reputasinya sudah sangat buruk dimata hampir semua orang.
Ia hanya tidak ingin kecewa saat nanti Marvin pun akan hilang rasa dan pergi menjauhinya setelah mengetahui segala rumor tentangnya.
Lisa merasa lebih baik dia sendiri saja, tanpa teman dan tanpa harapan yang akan membuatnya kembali harus menelan kekecewaan.
"Kenapa? Aku hanya ingin mengenalmu lebih dekat," tanya Marvin heran melihat sikap yang ditunjukkan oleh Lisa.
Situasi mereka membuat keduanya lupa jika mereka tengah berada di bawah sinar matahari yang terik.
"Tidak apa-apa, aku masih ada urusan yang lain. Aku pergi dulu," ujar Lisa seraya melangkahkan kakinya menghindari lelaki itu.
"Tunggu!" cegah Marvin dengan meraih dan menahan tangan lawan bicaranya, membuat Lisa menghentikan langkahnya dan menoleh pada Marvin.
Di satu sisi mata seorang wanita yang berada di dalam mobil dan tengah mengemudikan mobilnya tak sengaja menangkap pemandangan itu.
"Lisa?" gumamnya. "Marvin?" lanjutnya lagi. Wanita itu memperlambat laju mobilnya dan mulai sedikit menepi. Ia berhenti dipinggiran jalan dan memundurkan kembali mobilnya.
"Bagaimana bisa Lisa bisa mengenal Marvin sedekat itu?" tanya Stevi pada dirinya sendiri saat melihat Marvin masih memegangi pergelangan tangan adik perempuannya.
"Ini nggak mungkin, Marvin baru saja datang ke Indonesia. Nggak mungkin dia kenal sama Lisa. Apa dia belum mendengar kabar buruk tentang perempuan sialan itu?"
Stevi terus bermonolog di dalam mobilnya seraya mengamati pemandangan yang tak jauh dari tempatnya.
"Marvin aku tidak bisa menjelaskan padamu, tapi kumohon jauhi aku!" pinta Elisa seraya berusaha menarik tangannya.
"Apa alasannya Lisa? Aku hanya ingin berteman denganmu. Hanya itu saja," pinta Marvin mengiba. Entah sejak kapan ia terbiasa membanting harga dirinya seperti ini. Dimana harga diri yang selalu dijaganya selama ini?
Bagaimana aku menjelaskannya padamu, Marvin?
"Kumohon, Marvin. Suatu saat kau akan tahu sendiri. Dan pada saat itu tiba, kau tidak perlu kecewa padaku karena kau tidak berteman dengan orang sepertiku," jawab Lisa kemudian berlalu dari sana.
Buliran-buliran bening lolos begitu saja dari mata indahnya, mengiringi langkahnya yang sebenarnya terasa berat.
Ya, Marvin telah sedikit mengganggu pikirannya sejak kemarin.
Dengan perasaan yang bercampur aduk menjadi satu. Marvin meremas rambutnya karena merasa frustasi. Baru saja ia merasa gembira karena kembali bertemu dengan wanita yang ia puja.
Namun ternyata wanita itu menghempaskannya begitu saja tanpa sebuah alasan yang jelas.
"Tuan muda, anda tidak apa-apa?" tanya Ken memastikan saat melihat tuannya berulang kali meninju dan menendang udara yang ada disekitarnya. Tidak memperdulikan bagaimana pandangan orang lain terhadapnya.
"Aku tidak pernah merasa seperti ini, Ken," katanya, antara putus asa, kecewa dan sedih yang bercampur menjadi satu. Ingin sekali menggapai kembali tangannya dan memeluk tubuh Lisa ke dalam dekapannya. Ia ingin mengatakan jika ia menginginkannya meski ini sepertinya terlalu cepat.
"Tuan, masih banyak wanita yang lain yang menantikan uluran tangan Tuan muda," kata Ken berusaha menghibur.
"Tapi hatiku rasanya sudah menjadi miliknya, Ken. Kau tahu, bayangannya terus berputar di dalam otakku,"
Sungguh seperti orang yang sangat patah hati, Marvin bahkan tak sanggup menahan bobot tubuhnya sendiri. Sehingga akhirnya Ken lah yang harus kesusahan memapahnya.
Ken membawa tuan mudanya masuk ke dalam mobil dan melajukannya ke tempat tujuan awalnya tadi.
"Aku ingin kau cari tahu segala informasi tentangnya secepatnya, Ken!" perintahnya dengan suara yang masih dirundung kesedihan.
"Baik, Tuan. Apa Tuan ingin makan dulu sebelum menghadiri pertemuan dengan para Dewan Direksi?"
"Ya, aku lapar sekali,"
Syukurlah, kukira anda tidak akan merasakan lapar lagi karena sudah kenyang makan cinta buta.
Ken kembali melanjutkan perjalanannya. Sementara Stevi yang tadi ada disana pun juga sudah melajukan mobilnya dan menghilang dari sana.
Tadi setelah wanita itu pamit dari gedung Globalindo, ia pergi ke salah satu restoran yang juga ada di deretan gedung-gedung itu.
Ia ada janji dengan Boby terkait kerjasama antara perusahaan ayahnya dan juga perusahaan lelaki itu.
Stevi juga menyampaikan undangan makan malam dari ayahnya kepada Boby.
Namun siapa sangka saat ia hendak kembali ke kantor ayahnya, ia akan melihat pemandangan yang sangat membuatnya kesal setengah mati.
Ia terus mengumpat sepanjang perjalanan kembali ke kantornya.
Apapun caranya, Marvin harus jatuh ke tangannya. Begitu pikirnya. Tanpa peduli Marvin memiliki perasaan padanya atau tidak.
Marvin harus menjadi miliknya. Ucapnya dalam hati seraya meremas kemudinya dengan kuat.
Ia juga masih heran dan bertanya-tanya terus dalam hatinya, darimana Marvin bisa mengenal Elisa? Sementara Elisa belum pernah sama sekali berkunjung ke gedung milik Globalindo, ataupun menghadiri acara penting lainnya.
Malam itu? Mungkinkah malam itu mereka bertemu?
Ya, malam dimana ada undangan dari Mr. Franz. Dirinya datang kesana dengan Elisa, tapi kapan mereka berkenalan?
Stevi terus berpikir keras, di sepanjang perjalanannya.
hmm🤔, bisa jdi sih..atau mngkin kembaran stevi kh!!??