Di sebuah pulau kecil di Jeju, Lee Seo Han menjalani kehidupannya yang sunyi. Ditinggal kedua orang tuanya sejak remaja, ia terbiasa bergulat dengan kesendirian dan kerasnya kehidupan. Bekerja serabutan sejak SMA, ia berjuang menyelesaikan pendidikannya sendirian, dengan hanya ditemani Jae Hyun, sahabatnya yang cerewet namun setia.
Namun musim panas itu membawa kejutan: Kim Sae Ryeon, cahaya yang menyinari kegelapan hidupnya. Perlahan tapi pasti, Seo Han membuka hatinya untuk merasakan kebahagiaan yang selama ini ia hindari. Bersama Sae Ryeon, ia belajar bahwa hidup bukan hanya tentang bertahan, tapi juga tentang mencintai dan dicintai.
Tapi takdir berkata lain. Di puncak kebahagiaannya, Seo Han didiagnosis mengidap ALS (Amyotrophic Lateral Sclerosis), penyakit langka yang secara perlahan akan melumpuhkan tubuhnya. Di hadapan masa depan yang tak menentu dan ketakutan menjadi beban, Seo Han membuat keputusan paling menyakitkan: mengorbankan cintanya untuk melindungi orang tersayang
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon rahmad faujan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
ERAT SEBUAH PERSAHABATAN
Mereka berdua berjalan berdampingan menuju warung makan, membawa makanan yang berlimpah, siap untuk memulai rutinitas musim panas mereka. Bau seafood dari pasar pagi masih samar tercium di udara, bercampur dengan aroma kopi dari kedai di seberang jalan.
Tring.... suara bel pintu warung terbuka.
"Ibu, kami datang!" ucap Jae Hyun, mencari ibunya.
"Kamu sudah datang," ucap Ibu Jae Hyun keluar dari dapur, tangannya masih beraroma bumbu.
"Pagi, Tante," sapa Seo Han.
"Pagi, Han. Oh, iya, hari ini kamu dan Jae Hyun bersihkan ayam dulu, ya. Terus nanti ditaruh bumbu marinasinya. Tante mau ke pasar dulu," kata Ibu Jae Hyun sambil melepas celemeknya.
"Aman, Bu!" ucap Jae Hyun penuh semangat.
Seo Han berjalan ke arah belakang, berhenti di meja kerja, dan meletakkan kotak-kotak makanan tadi. Ia segera memakai celemeknya.
"Ini nih, ayamnya," kata Jae Hyun sambil menunjuk tumpukan besar ayam di cooler box. "Dingin banget. Pasti hari ini ramai banget."
Seo Han mulai membersihkan ayam-ayam itu di wastafel. Air dingin langsung membasahi tangannya. "Makanya, kenapa kamu tadi heboh banget ngasih aku makanan? Kalau tahu bakal kerja keras begini, mending aku tidur sejam lagi."
Jae Hyun tertawa sambil ikut mencuci ayam. "Bukan heboh, Han, itu namanya support biar kamu punya energi buat ketemu calon pacar kamu!"
"Pacaran siapa? Kamu jangan ngadi-ngadi ya!" jawab Seo Han sedikit gelagapan, suaranya meninggi secara refleks.
"Eleh, tidak mau ngaku. Sudah, jujur saja. Kemarin kamu dapat chat dari dia, kan?" kata Jae Hyun berusaha memojokkannya.
"Tidak ada. Siapa coba? Seo Ryeon?"
"Nah, tuh kamu tahu. Sudah, tidak usah lama, langsung gas saja! Aku dukung!"
"Gila kamu ya!" jawab Seo Han sambil menyipratkan air ayam.
"Yaa!" jawab Jae Hyun membalasnya.
Setelah adegan main air.
"Hah, sudah. Aku tidak mau basah," kata Jae Hyun dengan napas terengah-engah.
Seo Han tertawa melihatnya. "Ahh, capek juga."
"Sudah, sekarang kamu marinasi ayam. Aku mau duduk bentar," kata Jae Hyun berjalan duduk di kursi.
"Iya, iya," jawab Seo Han sambil mengangkat ayam dan membawa menuju meja.
Dan segera memarinasinya dengan bumbu yang sudah disiapkan Ibu Jae Hyun. Aroma rempah-rempah yang tajam menusuk hidungnya.
Dreett... ponsel Seo Han berbunyi di atas meja. Jae Hyun tidak sengaja melihatnya sebentar.
"Han, ponsel kamu bunyi!" teriak Jae Hyun.
Seo Han bergegas menghampiri Jae Hyun dan mengambil ponselnya.
Ia membaca pesan dari ibunya: (Nak, Ibu sudah kirim uangnya. Kamu beli makan uang yang enak ya. Maaf Ibu belum bisa datang ke sana)
Seo Han buru-buru mematikan ponselnya. Wajahnya langsung kembali ke ekspresi dingin yang tadi pagi terlihat.
"Kenapa, Han?" tanya Jae Hyun yang melihat wajah Seo Han berubah.
"Ahh, tidak apa-apa, tidak penting juga," jawab Seo Han berusaha mencari alasan.
"Oh iya, ponsel kamu kenapa jatuh, ya?" jawab Jae Hyun, yang tahu bahwa itu pesan dari ibunya karena dia sempat melihatnya tadi.
"Iya, jatuh kemarin di rumah. Nanti aku bawa ke servis, tenang saja," jawab Seo Han berusaha biasa saja. "Aku balik lagi ke meja ayam ya, tadi belum selesai."
"Mau aku bantu tidak?" tanya Jae Hyun.
"Tidak usah, tinggal sedikit lagi," jawab Seo Han berjalan ke belakang.
...----------------...
🏞️ Di Pasar Tradisional Seogwipo
Di pasar tradisional Seogwipo, aroma ikan asin bercampur dengan harumnya bumbu segar. Di antara keramaian suara tawar-menawar penjual dan pembeli, Choi Seo Ryeon sedang berbelanja kebutuhan untuk warung makannya. Tas belanja di tangannya mulai penuh dengan sayuran segar dan bahan-bahan kering lainnya.
Saat ia berjalan melewati lapak sayuran, matanya menangkap sosok wanita paruh baya yang sedang memilih sayuran lobak dengan teliti.
"Halo, Ibu Jae Hyun, ya?" tanya Seo Ryeon ramah, menghampirinya.
Ibu Jae Hyun mendongak dan tersenyum lebar. "Eh, Nak Ryeon! Belanja juga?"
"Iya, Bu. Buat kebutuhan warung," jawab Seo Ryeon.
"Sama, Ibu juga. Banyak barang yang sudah habis, apalagi di musim panas begini selalu ramai." Ibu Jae Hyun meletakkan lobak yang sudah dipilihnya.
"Ibu ke sini dengan siapa?" tanya Seo Ryeon.
"Ibu sendiri, Nak. Jae Hyun dan Seo Han lagi di warung. Ibu suruh mereka bersihkan ayam tadi," jelas Ibu Jae Hyun.
"Wah, mau pulang bareng tidak, Bu? Kebetulan saya bawa mobil tadi," tawar Seo Ryeon.
Ibu Jae Hyun melambaikan tangan dengan lembut. "Ah, tidak usah Nak, takut merepotkan. Ibu naik bus saja. Sudah biasa kok."
"Tidak merepotkan sama sekali, Bu. Warung Ibu kan jauh dari sini. Lagipula, Ibu bawa belanjaan banyak sekali, nanti pegal di bus," bujuk Seo Ryeon. Ia memang sangat menyayangi keluarga Kim Jae Hyun.
Melihat ketulusan Seo Ryeon, Ibu Jae Hyun akhirnya mengalah. "Baiklah kalau begitu, Nak. Terima kasih banyak, ya."
Mereka berdua berjalan menuju mobil Seo Ryeon, mengobrol santai tentang keramaian warung di musim panas ini. Suara ramah Seo Ryeon membuat hati Ibu Jae Hyun terasa tenang.