NovelToon NovelToon
Cinta Terakhir Setelah Kamu

Cinta Terakhir Setelah Kamu

Status: sedang berlangsung
Genre:Playboy / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Percintaan Konglomerat / Diam-Diam Cinta / Cinta Seiring Waktu / Cinta Murni
Popularitas:2k
Nilai: 5
Nama Author: Melisa satya

Tristan Bagaskara kisah cintanya tidak terukir di masa kini, melainkan terperangkap beku di masa lalu, tepatnya pada sosok cinta pertamanya yang gagal dia dapatkan.

Bagi Tristan, cinta bukanlah janji-janji baru, melainkan sebuah arsip sempurna yang hanya dimiliki oleh satu nama. Kegagalannya mendapatkan gadis itu 13 tahun silam tidak memicu dirinya untuk 'pindah ke lain hati. Tristan justru memilih untuk tidak memiliki hati lain sama sekali.

Hingga sosok bernama Dinda Kanya Putri datang ke kehidupannya.

Dia membawa hawa baru, keceriaan yang berbeda dan senyum yang menawan.
Mungkinkah pondasi cinta yang di kukung lama terburai karena kehadirannya?

Apakah Dinda mampu menggoyahkan hati Tristan?

#fiksiremaja #fiksiwanita

Halo Guys.

Ini karya pertama saya di Noveltoon.
Salam kenal semuanya, mohon dukungannya dengan memberi komentar dan ulasannya ya. Ini kisah cinta yang manis. Terimakasih ❤️❤️

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Melisa satya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Jalan bersama

Dinda telah siap pagi ini.

Gadis itu tampak cantik dan sibuk di dapur membuat makanan. Tristan keluar dari kamarnya dengan stelan rapi siap untuk berangkat. Suara berisik terdengar dari dalam membuat Tristan memutuskan untuk menyusul ke dapur.

Tinggal bersama seperti ini membuat Dinda sering kali terkejut. Apalagi jika bosnya muncul secara tiba-tiba.

"Morning Dinda cantik," godanya.

Dinda terperangah dan spontan menoleh, keterkejutannya membuat Tristan melihat ke sekeliling.

"Waspada banget, Din. Ini hanya saya."

"Morning Bos."

Dinda meletakan roti panggang dan selai, tak lupa dia juga menyajikan kopi dan teh.

"Banyak banget minumannya," seru Tristan lalu menarik teh hangat.

"Iya Bos, soalnya saya rada bingung menentukan selera anda." Tristan tercenung.

"Maksud kamu apa?"

"Nggak ada, lupakan saja." Tristan menyadari jika gadis itu masih kesal. Tristan menikmati sarapannya dan Dinda mengecek pekerjaannya.

"Kamu kalau marah bisa judes juga ya."

"Iya Bos, saya juga kadang makan orang kalau udah jengkel banget. Apalagi kalau berhadapan dengan orang yang memiliki sifat plin-plan."

Dinda mengambil jusnya setelah mengapit tablet dan meraih roti untuk sarapan.

Tristan tak tahu mengapa gadis itu masih memasang muka batunya, perasaan semalam dia tak mengatakan sesuatu yang kelewat batas.

"Dinda, kamu datang bulan ya?"

Bukannya peka, Tristan justru ikut pindah ke ruang tengah.

"Nggak, emang kenapa? Bos mau menawarkan diri untuk membeli pembalut di supermarket?"

Pemuda itu kehabisan kosa kata. Gadis ini sangat menguji kesabarannya.

"Nggak kan, Bos?"

"Siapa bilang, jika memang kamu membutuhkannya ...." Tristan menggigit bibir bawahnya sebelum melanjutkan kalimatnya.

"Aku akan membelikan itu untukmu."

"Serius? Apa cuman bercanda?"

"Serius, mood kamu naik turun jadi menyeramkan. Kamu kenapa sih?"

"Nggak, saya cuman lelah aja. Bos bilang sama saya, bos suka teh, tapi di beberapa kesempatan bos selalu memilih kopi. Saya jadi bingung bagaimana caranya untuk melayani. Maka dari itu, saya harus sigap membuat beberapa minuman setiap pagi atau setiap kita bersama."

Tristan tahu perempuan itu sangat kritis.

"Apa kau bisa membaca suasana hati orang lain?" Tristan menatapnya sendu.

"Sedikit," ucap Dinda cuek.

"Baiklah, jika aku sedang happy aku selalu meminta teh hangat. Lalu, jika aku sedang suntuk, atau membahas pekerjaan, atau menghadapi hari yang berat, aku meminta kopi. Adalagi. Jika aku lagi seneng banget aku minta es krim." Dinda terkesiap.

"Dan, jika aku sedang terpuruk, aku memesan alkohol. Apa sekarang kamu mengerti, sekertaris Dinda?"

Gadis itu terdiam.

"Setiap pagi suasana hatiku selalu baik, jadi aku minum teh."

"Rumit banget."

"Terimakasih untuk pujiannya." Tristan memalingkan wajah dan Dinda menghabiskan sarapannya.

Gadis itu sesekali melirik wajah bosnya yang juga menatapnya.

"Ada selai cokelat di bibirmu." Tristan mendekatkan tissu di sampingnya.

Gadis itu membersihkan kotoran yang di maksud lalu menyerahkan tabletnya.

"Soal semalam, maaf jika aku menyinggungmu. Aku pikir kamu tipe gadis yang bisa masuk jokes apa aja." Walau bagaimanapun juga Tristan tidak mau berseteru dengan gadis itu.

"Dulu begitu, Pak. Entah sekarang kenapa saya gampang banget keselnya kalau menyangkut urusan pribadi Bapak."

"Dinda, bicaranya ngga perlu se kaku itu."

"Serius, Pak. Saya jengkel banget sama bapak. Tapi udahlah, ngga usah di bahas."

Tristan menatapnya lama dan itu sangat mengganggu Dinda.

"Ngapain bapak ngelihatin saya?"

"Ngga ada, kamu tuh bawel banget tahu nggak. Berisik, kamu tahu kan, saya ngga suka perempuan berisik."

"Tahu, tapi ini belum masuk jam kerja saya. Jadi saya bebas mau ngomong apa."

Tristan tersenyum jahil.

"Apa kamu saya tinggal aja ya, kamu di pecat."

Dinda melotot.

"Pak!"

Tristan segera bangkit.

"Pak, jangan gitu dong. Pak kita ngga di Indo, bapak jangan jahat sama saya."

"Kamu berisik Dinda, saya kan udah pernah bilang, saya benci banget sama perempuan yang berisik."

Dinda merasa lelah menghadapinya. Moodnya hanya sedang kacau dan terlebih dia terbawa suasana. Dia hanya begitu peduli akan kehidupan bosnya. Mana tahu ini akan menjadi boomerang bagi pekerjaannya.

"Oke, saya ngga akan berisik lagi. Saya janji."

"Serius?"

Dinda mengangguk. Raut wajahnya pun ikut berubah, Tristan menatap sorot sendu dalam tatapannya.

"Maaf, Pak. Saya butuh pekerjaan ini. Saya minta maaf dan akan bersikap professional mulai sekarang."

Gadis itu tertunduk dan kembali ke kamar untuk mengambil tasnya, dia melewati Tristan yang bengong melihat perubahan drastis sang asisten.

Beberapa menit kemudian.

Dinda kembali kehadapan sang Bos. Dia tersenyum sama seperti saat gadis itu pertama bekerja.

"Sudah waktunya berangkat."

Tristan mengangguk dan berjalan duluan, saat tiba di luar, dia berusaha memelankan langkahnya agar bisa berjalan sejajar dengan Dinda, sayangnya gadis itu juga menjaga jaraknya layaknya seorang asisten.

Tristan menggangap ini berlebihan tapi mereka sudah kehabisan waktu. Memasuki lift, Dinda juga berada satu langkah di belakangnya dan tak lagi berdiri berdampingan seperti biasa.

"Dinda."

"Iya Bos."

Pemuda itu menoleh, tatapan Dinda terlihat berbeda.

"Ada apa, Bos?"

"Tidak ada."

Mereka tiba di lantai dasar dan menuju ke mobil, Dinda pun melangkah terburu-buru dan tak membiarkan Tristan menunggu.

Tujuan mereka adalah gedung hotel di sekitar menara Eiffel. Pewaris Reevand sedang bulan madu di sana dan Tristan menuju kawasan itu. Melewati cafe Abi, Dinda menoleh sejenak dan kembali melihat jalanan di depan.

"Tempat ini bagus, kau suka?" Tristan mengajaknya bicara.

"Iya Pak, sepertinya banyak pelancong di sini." Dinda berubah, dia bersikap professional namun Tristan tak menyukainya.

Tiba di gedung, Tristan lantas memarkirkan mobilnya. Dinda segera memastikan semua barang bawaan sudah lengkap dan ikut turun.

"Nyonya David Reevand dari kalangan orang biasa, dia sederhana tapi juga kritis. Jaga sikapmu saat bertemu dengannya."

"Baik, Bos."

Mereka bertemu di restoran hotel. David Reevand beserta dua saudaranya baru saja tiba.

"Tuan Tristan!"

"Tuan David, maaf baru sempat menemui anda. Udara sangat dingin di Paris. Menyesuaikan cuaca juga tak mudah."

"Ya itu benar, istriku jadi tidak ingin keluar jalan-jalan karena cuaca begitu dingin. Kabarnya akan turun salju malam ini, liburan kami batal dan hanya menghabiskan waktu di hotel."

"Itu juga terdengar bagus, bukankah niat ke sini untuk bulan madu?"

David dan dua saudara lainnya tertawa.

"Kenalkan, sekertarisku Dinda."

"Halo, Bu Dinda. Senang bertemu anda." David tersenyum ramah di ikuti oleh Zeeland dan adik bungsu mereka, Angelo.

"Halo, Pak. Terimakasih."

Dinda menyelami mereka satu persatu, hingga tiba pada Angelo, tangan Dinda tak langsung di lepaskan membuat gadis itu merasa risih, Tristan menyadari jika pewaris termuda di keluarga Reevand kini menggenggam jemari asistennya.

"Mari silahkan duduk dan bahas kerja sama kita," Tristan meraih tangan Dinda dan menuntunnya duduk di sampingnya.

Gadis itu tertegun sejenak, sampai Angelo kembali menyapanya.

"Nona Dinda, sudah berapa lama anda bekerja sebagai sekertaris?"

Dinda melepaskan tangan atasannya dan menjawab sopan pertanyaan klien.

"Baru satu bulan, Pak."

"Sebelumnya pernah kerja di mana?"

Tristan menatap Angelo.

"El, kita sedang membahas kerjasama. Kenapa kamu jadi mengintrogasi sekertarisnya Pak Tristan?" tegur David.

"Aku hanya penasaran, Nona Dinda terlihat sangat muda, sepertinya juga baru lulus kuliah."

"Benar, Pak." Dinda tersenyum mengakui. Caranya bicara sungguh mengusik ketenangan sang bos.

"Aku juga baru lulus kuliah, mungkin kah kita seumuran?"

Dinda hanya tersenyum.

David menggelengkan kepala melihat tingkah adiknya.

"Sorry Tristan. Maklum saja, El lagi jomblo. Dia sepertinya tertarik dengan asistenmu." bisik David dengan suara pelan. Dinda tak dengar apapun begitupun dengan yang lainnya.

"Lebih baik, kita pindah duduk biarkan mereka mengobrol."

Tristan tentu saja keberatan, sayangnya dia tak dapat berbuat apa-apa.

Zeeland dan David pindah ke meja sebelahnya dan Tristan mau tak mau ikut bangkit.

"Mau kemana, Bos?" Dinda bertanya.

"Aku dan Pak David ingin membicarakan hal yang penting, kamu di sini saja, tidak masalah kan?"

Tristan berharap Dinda keberatan dan akan meminta ikut dengannya namun karena teguran tadi pagi, Dinda berusaha untuk tak menyusahkan meski sebenarnya dia begitu gugup.

"Oke, Bos. Saya akan menunggu anda di sini."

Tristan mau tak mau meninggalkan meja itu dan bergabung dengan David dan Zeeland. Dinda terus menatap Tristan yang berada dua meja dari tempatnya.

"Emm, Nona Dinda boleh saya bertanya?" Angelo melancarkan aksinya.

"Iya Pak, silahkan."

"Apa Nona Dinda sedang berpacaran atau justru sudah menikah?"

."Saya jomblo, Pak."

"Wah, pas sekali. Saya juga tak punya pacar."

Dinda tampak jengah, dia sangat kesal jika bertemu dengan pria-pria yang mudah mendekati wanita hanya karena mereka tak punya pasangan.

"Saya ngga nyari pacar, Pak. Saya nyarinya langsung calon imam."

1
Wina Yuliani
tristan lg dlm mode pms nih, galau kan din
Firdaicha Icha
lanjut 👍💪💪
Isma Isma
ohh si Dinda lucuu 🤣🤣
ma az ran
cerita ny keren
lnjut thor
Melisa Satya: terimakasih kak🥰❤️❤️
total 1 replies
Wina Yuliani
mantap dinda👍👍👍👍
kalau bos mu tak bisa melindungi ya sudah kamu pasang pagar sendiri aja ya
ma az ran
ternyata sambngan letisya toh autor
Melisa Satya: kok tahu kak? ini kisah Tristan Bagaskara, Letisya dan Nana hanya jadi cameo nya
total 1 replies
Wina Yuliani
hayoloh bos, anak orang marah tuh,
kejar dia, atau justru anda yg akan d tinggalkan lagi
Wina Yuliani
makin seru ceritanya👍👍👍,
bikin ketawa sendiri, makin rajin upnya ya thor,
Melisa Satya: sip terimakasih kak
total 1 replies
Wina Yuliani
tanpa bos cerita pun pasti bakal ketahuan bos, anda sendiri yg membiat org lain mengetahuinya
ma az ran
ketemu lg kk
Wina Yuliani
ceritanya seru,ringan, gk neko neko tp bikin ketawa ketiwi sendiri nih, keren 👍👍👍
Wina Yuliani
awal yg manis dan seru👍👍👍
🌸ALNA SELVIATA🌸
Di tunggu updatenya thor😍
Melisa Satya: Terimakasih 🥰🥰🥰
total 1 replies
kusnadi farah
Aku butuh lebih banyak kisah seru darimu, cepat update ya thor 🙏
Melisa Satya: terimakasih akan saya usahakan 🙏
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!