Hidup tak berkecukupan, memaksakan Alana mengubur impiannya untuk berkuliah. Dia akhirnya ikut bekerja dengan sang ibu, menjadi asisten rumah tangga di sebuah rumah cukup mewah dekat dari rumahnya. Namun masalah bertubi-tubi datang dan mengancam kehidupan dirinya dan sang ibu. Dengan terpaksa dirinya menerima tawaran yang mengubah kehidupannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fitri Widia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Gadis yang Malang
Malam pernikahan membuat Alana harus tidur bersama pria yang bahkan hanya beberapa kali bertemu dengannya. Aravind yang tengah duduk di kasur sambil memeriksa laptopnya, menoleh pada istri sirinya yang baru keluar dari kamar mandi.
"Lama sekali, aku tak suka wanita lelet apalagi hanya sekedar mandi."
Cibiran Aravind tak dia gubris. Alana mulai mencari pakaian yang biasa dia pakai untuk tidur.
"Bahkan mencari pakaian pun kau lama sekali. Apa sebenarnya yang kau cari?" Kesal Aravind melihat gerak gerik Alana yang seolah mengulur waktu.
"Semua pakaianku tidak ada di dalam sini," jawab Alana yang nampak asing melihat pakaian dalam lemari.
"Aku membuangnya, dan menggantinya dengan yang cocok untuk istri seorang Aravind Pradipta. Walau kita hanya menikah kontrak, aku tak ingin kau mempermalukan ku dengan tampilan udikmu," cibir Aravind yang sama sekali tak di gubris oleh Alana.
Aravind memilih satu pakaian, sebuah dress satin berwarna burgundy. Melihat potongannya yang sexy membuat tubuh Alana bergetar, tak bisa jika harus memakai pakaian ini di hadapan orang lain.
"Kenapa hanya diam saja, kau mau aku yang memakaikannya?"
Alana kembali ke kamar mandi, mengganti bathrobe dengan dress yang membuat sebagian tubuhnya terekspos.
Gadis itu keluar dengan canggung, wajahnya bersemu merah karena malu harus berhadapan dengan Aravind.
Tak dapat pria itu pungkiri, jika penampilan Alana membuatnya tergoda. Walau rasa cintanya begitu besar untuk Jeselyn, namun sebagai makhluk visual, Aravind tak bisa menahan hasratnya sebagai pria dewasa.
"Kemarilah, jangan berdiam diri depan kamar mandi. Kasurmu ada di sini," ucap Aravind sambil menepuk bagian kosong di sampingnya.
Alana mulai duduk di samping pria itu, tubuhnya mendadak dingin dan menggigil karena rasa takut. Apalagi saat tangan pria itu menyentuh pipinya dan menyingkapkan rambutnya ke belakang telinga.
"Nona Jeselyn pasti kesepian," ucap Alana yang mencoba mengulur waktu dengan membawa nama istri pria di sampingnya.
"Istriku sedang berada di hotel untuk merayakan ulang tahunnya di pantai besok. Jadi aku tidak akan lama di sini," ucap Aravind yang langsung mencium leher Alana, agar gadis itu tak lagi banyak bertanya.
Gadis itu sedikit memberontak karena merasa terkejut dengan gerakan Aravind yang tak terduga.
"Hei, aku belum apa-apa. Kau bahkan tidak bisa menolakku untuk ini, karena perjanjian kita. Kau tahu hukumannya jika melanggar perjanjian ini."
Malam itu, terasa panjang bagi Alana yang harus merelakan kehormatannya terenggut oleh pria beristri. Tangisannya bahkan tak membuat Aravind merasa simpati sama sekali.
"Hiks... hiks..."
Gadis yang malang itu tengah menangis sambil meringkukan tubuhnya di atas kasur. Bercak darah terlihat di atas sprei, dan rasa perih yang tak pernah dia rasakan selama ini.
Sementara, Aravind langsung pergi menuju hotel tempat Jeselyn berada, setelah membersihkan tubuhnya. Pria itu tak merasa bersalah sama sekali, karena baginya Alana hanya bekerja untuknya.
"Nomor 305," gumamnya mengingat nomor kamar dimana Jeselyn menginap. Sampai di depan kamar dengan nomor 305, Aravind yang hendak mengabari istrinya tiba-tiba mengurungkan niatnya setelah mendengar suara aneh di dalam kamar itu.
"Iya sayang," suara lirih itu sangat mirip dengan suara seorang pria yang Aravind kenal.
"Halo, Jeselyn. Aku di depan pintu kamarmu," ucap Aravind dengan wajah emosinya. Tangan pria itu mengepal seolah bersiap untuk memukul pria yang tengah main belakang dengan sang istri.
•••
"Kau hanya salah paham, aku sedang menonton sinetron sayang," ucap Jeselyn menjelaskan pada suaminya suara pria yang dia dengar.
"Ah, iya mungkin karena aku sudah mengantuk. Jadi rasanya suara itu begitu dekat di telingaku."
Aravind membuka sepatu dan juga mengganti pakaiannya dengan piyama sutra yang sudah Jeselyn siapkan.
"Kau sangat wangi, apa kau baru mandi? Rambutmu basah," tanya Jeselyn curiga.
"Ya, aku tadi ketiduran setelah pulang kerja. Dan aku belum sempat mandi, ayo kita tidur sayang, hoaam," Aravind mencoba berdalih agar Jeselyn tak curiga. Dirinya masih belum bisa terbuka soal pernikahannya dengan Alana walau Jeselyn telah memberinya izin.
"Apa kau sudah menemukannya? Wanita yang mau melahirkan anak untukmu?" Tanya Jeselyn yang belum mendapat kabar apapun tentang hal itu dari suaminya.
"Belum, aku belum menemukannya."
"Apa aku boleh memberimu syarat, jangan gadis muda. Aku harap itu wanita yang usianya lebih tua darimu dan juga berpendidikan tinggi," ucap Jeselyn sambil menyentuh dada suaminya.
"Kita lihat saja nanti, jika tak sesuai ekspektasimu. Kau tak boleh marah, aku juga melakukan ini karena kau yang selalu menolak."
"Ayolah sayang, di saat seperti ini jangan beralasan karena semua kesalahanku. Besok aku ulang tahun, lebih tepatnya satu jam lagi. Apa kau sudah menyiapkan hadiah untukku?" Tanya Jeselyn sambil memeluk suaminya. Aravind mengangguk sambil membelai rambut sang istri. Lalu mengecup keningnya saat Jeselyn sudah terlelap.
Pria itu pun mulai memejamkan mata, dan terlelap. Namun dalam pandangan buramnya, dia melihat sebuah bayangan melintas dan masuk ke dalam sebuah pintu.
"Connecting door?"
Aravind yang belum sepenuhnya sadar, mencoba untuk bangun dan melepaskan pelukan sang istri. Dia pun berjalan menuju tempat di mana bayangan itu menghilang.
Terlihat sebuah pintu lain yang tak bisa dia buka seolah terbuka.
"Apa ini pintu yang tersambung ke kamar lain? Siapa yang ada di kamar sebelah?" Pertanyaan itu terus berputar di kepala Aravind dan mulai mencurigai Jeselyn.
Paginya, Jeselyn yang sedang merias wajah di ganggu oleh sang suami. Aravind mencium leher istrinya sambil mengucapkan selamat atas pertambahan umurnya.
"Semoga cita-citamu tercapai, dan kau bisa menjadi istri yang baik dan selalu ada waktu untuk suamimu," doa yang terucap dari mulut suaminya membuat Jeselyn cemberut.
"Memangnya aku selama ini tak baik padamu? Kalau masalah waktu, kau tahu kan aku sangat sibuk. Dan memiliki brand make up sendiri adalah cita-citaku."
"Kau tahu kita jarang sekali menghabiskan waktu berdua seperti. Hanya terhitung jari, karena kesibukanmu itu," keluh Aravind pada istrinya.
"Ini hari ululang tahunku, dan kau malah membuatku emosi Aravind. Keluarlah," usir Jeselyn yang merasa kesal karena perkataan suaminya.
Saat Aravind keluar, terdengar suara pintu terbuka dari kamar sebelah. Seorang pria paruh baya keluar dan menghampiri Aravind.
"Daddy?" Sapa Aravind yang juga baru tahu jika ayah mertuanya ada di hotel yang sama.
"Menantu, kau keluar tanpa istrimu?"
"Dia mengusir ku karena aku membuatnya kesalnya," ucapnya sambil terkekeh.
"Wanita itu makhluk sejuta emosi, jadi kau harus bersabar. Kalau begitu, daddy ke ballroom duluan."
"Mommy tidak kelihatan?" Tanya Aravind yang tidak melihat ibu mertuanya.
"Dia sudah ada di ballroom sejak subuh," ucap sang ayah mertua yang langsung berlalu dari hadapan Aravind.
Sementara, Alana yang sendirian di rumah hanya bisa melihat postingan pesta ulang tahun Jeselyn di sosial media. Sebagai founder brand make up, acara ulang tahunnya akan menjadi berita hangat.
"Mewah sekali dan sangat bagus. Dia pun begitu cantik. Tanpa rasa malu, aku malah menjadi gundiknya," gumamnya yang masih tak menyangka jika dirinya bersedia menjadi istri kedua seseorang.