Pesantren Al-Insyirah, pesantren yang terkenal dengan satu hal, hal yang cukup unik. dimana para santriwati yang sudah lulus biasanya langsung akan dilamar oleh Putra-putra tokoh agama yang terkemuka, selain itu ada juga anak dari para ustadz dan ustadzah yang mengajar, serta pembesar agama lainnya.
Ya, dia adalah Adzadina Maisyaroh teman-temannya sudah dilamar semua, hanya tersisa dirinya lah yang belum mendapatkan pinangan. gadis itu yatim piatu, sudah beberapa kali gagal mendapatkan pinangan hanya karena ia seorang yatim piatu. sampai akhirnya ia di kejutkan dengan lamaran dari kyai tempatnya belajar, melamar nya untuk sang putra yang masih kuliah sambil bekerja di Madinah.
tetapi kabarnya putra sang kyai itu berwajah buruk, pernah mengalami kecelakaan parah hingga membuat wajahnya cacat. namun Adza tidak mempermasalahkan yang penting ada tempat nya bernaung, dan selama setengah tahun mereka tidak pernah dipertemukan setelah menikah.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Penapianoh, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
ADZA, MAAF...
Seharian acara itu berjalan dengan baik dan Adza benar-benar tidak peduli dengan apa yang dirasakan Faiz ketika mereka memberikan barang hadiah sebagai penghibur karena Azka sudah melangkahinya dalam pernikahan.
Malam ini setelah menjelajah beberapa tempat makan, adza merasa harinya begitu tenang dan bahagia walaupun dia dan pria yang kini menjadi suaminya itu tidak banyak mengenal tapi mereka bisa saling beradaptasi satu sama lain. Azka terlihat bahagia dari caranya menatap dan bicara dengan Adza, jadi itu cukup menjadi mood booster dan suntikan penyemangat baginya yang sudah sangat lama tidak mendapatkan kasih sayang karena orang tuanya meninggal beberapa tahun lalu.
Hari ini Adza berdiri di depan hotel dan mendongak menatap langit yang bertabur bintang. Dia merasa kehidupannya berubah 180 derajat dan itu benar-benar tidak terasa. Beberapa hari ke depan setelah kembali dari tempat ini dan mulai berpisah dari Azka maka dia akan mulai kuliah dan sibuk dengan pekerjaannya, jadi hari ini dia ingin menikmati waktunya dan liburan tanpa merasa takut sama sekali karena pria yang menjadi suaminya itu sudah sangat mengenal daerah ini dengan sangat baik.
"Sudah mulai mendaftarkan diri untuk masuk ke universitas?" Adza menoleh dan menemukan Azka, pria itu tadi ke kamar mandi sebentar makanya adza menunggunya di depan hotel sebab dia belum mau masuk. Kota Madinah ini terlalu tenang jika hanya ingin ditinggalkan untuk tidur, makanya dia masih ingin memperhatikan sekitarnya dan nanti saja dia masuk setelah dia merasa puas.
"Pak Rahman sudah mengurusnya, tapi untuk urusan lebih lanjut tetap menunggu hasil nilai dari raport terakhir. Saya masuk ke universitas swasta jadi tidak harus ikut ujian," ujarnya membuat Azka tersenyum dan mengangguk.
Dia menemani gadis itu sementara anggota keluarga yang lain membiarkan mereka menikmati waktu berdua. Mereka entah ada di sisi mana dan Faiz tetap mengurung dirinya di dalam kamar karena enggan untuk kemana-mana.
Adza sebenarnya ingin mengatakan tentang perilaku Faiz, tapi karena dia tidak begitu mengenal Azka, jadinya dia merasa sungkan untuk langsung membicarakan tentang saudara pria ini. Dia takut malah dianggap memfitnah padahal dia hanya ingin berbagi cerita. Tetapi setelah mengingat nanti dia akan dijaga anak buahnya maka pria itu juga tidak akan bisa dekat dengannya.
"Aku akan sering menghubungi kamu nanti kalau malam jadi usahakan jangan langsung tidur. Walaupun waktu di sini lebih cepat 4 jam daripada negara kita tapi setidaknya aku akan menahan rasa mengantukku dan menghubungimu. Karena hanya waktu malam yang tepat untuk saling bicara karena tidak ada lagi yang harus kita kerjakan," ujar Azka sambil meraih tangan Adza dan mengajaknya berkeliling.
Genggaman tangan pria itu terasa hangat dan itu membuat Adza nyaman makanya dia mengangguk dan tersenyum. Diinginkan dalam sebuah pernikahan itu jauh lebih bahagia daripada hanya berjuang sendiri untuk meluluhkan hati seorang pria. Dari caranya, Adza tahu kalau Azka menginginkan dan menghargainya makanya dia bahagia dan merasa keputusannya benar. Walau dia harus menolak permintaan dari Faiz yang bisa-bisanya malah sempat menyerobot, tapi dia tidak mau mengurus pria itu sekarang dan akan menghadapinya nanti jika Faiz benar-benar mencari masalah dengannya.
"Kamu nanti tinggal di mana? Di rumah Abi dan Ummi setelah lulus atau di rumah kamu yang ada di luar area pesantren?"
"Emm, sebelum pernikahan ini pun Pak Rahman sudah membelikan satu apartemen. Jadi nanti saya akan tinggal di apartemen kota yang sama dengan pesantren sambil kuliah karena sudah menyiapkan kuliah yang sama di kota itu juga," ujar Adza menjawab membuat Azka menatapnya.
"Kenapa bisa? Memang sudah bersiap untuk tinggal di apartemen dan tidak pulang ke rumah?"
Pembicaraan seperti ini sebenarnya sangat baik untuk mendekatkan mereka. Hangat di tengah malam yang dingin dan itu membuat Adza menikmatinya karena dia sudah lama tidak bicara dengan orang yang berstatus sebagai keluarganya.
Sementara pria ini adalah suaminya, jadi dia merasa leluasa untuk menjawab pertanyaan Azka walaupun dia tahu kalau pria ini sedikit banyak berusaha untuk menahan rasa gugup di hatinya.
"Perusahaan besar keluargaku ada di kota ini dan rumah kami yang utama juga ada di kota ini. Hanya saja perkebunannya dan di luar kota makanya ada juga rumah kami di sana. Lagi pula Mama dan Papa sebelum menikah sudah mengatakan akan menguliahkan aku di universitas yang ada di kota ini karena itu termasuk universitas terbaik. Makanya Pak Rahman sudah mengatur semuanya dan tetap menjalankan amanah terakhir dari Mama dan Papa sebelum mereka benar-benar pergi. Ke depannya aku akan banyak mendengar arahan dari Pak Rahman yang akan mengajari aku tentang segala macam urusan universitas dan juga perusahaan," ujar Adza membuat Azka tersenyum.
"Pertahankan kata 'aku' yang sudah kamu katakan. Kita sudah menikah walaupun kita tidak saling mengenal sebelumnya, jadi jangan terlalu formal padaku karena aku suamimu bukan lagi seorang Gus atau semacamnya yang harus kamu hormati. Cukup hormati aku sebagai suamimu dan aku juga akan menghormatimu sebagai istriku," ujarnya membuat Adza tersenyum dengan pipinya yang memerah.
Di bawah payung-payung masjid itu Azka memegang wajah Adza dengan lembut. Tidak begitu banyak orang karena mereka ada di sisi sebelahnya, jadi tidak banyak juga yang mengomentari apalagi mereka bisa dikatakan berada di sini malam hari yang tak begitu banyak lagi ibadah yang bisa mereka lakukan selain berada di masjid atau itikaf.
***
Azka baru membuka maskernya saat Adza benar-benar sudah tidur begitu nyenyak. Di atas ranjang yang sama, pria itu sedang menatap wajah Adza yang tidur dengan pakaian lengkap serta hijabnya karena tentu saja gadis itu malu, apalagi mereka tidak pernah bertemu sama sekali sebelumnya.
Wajah Adza yang tenang itu membuat Azka tersenyum. Dia memberanikan diri menunduk, mengecup lembut dahinya langsung tanpa batasan masker sama sekali dan dia bisa merasakan betapa lembutnya dahi gadis ini.
"Adza, maaf ... Aku hanya ingin menjadi pria sempurna di hadapanmu tanpa kecacatan sama sekali. Makanya aku hanya berani menunjukkan wajahku ketika kamu sudah tidur." Azka berkata dalam hatinya seraya menatap wajah gadis manis yang sedang tidur itu.
"Kamu sudah banyak menghadapi kesedihan sendirian jadi aku datang untuk menjadi temanmu. Tetapi maaf juga, aku belum bisa menemanimu secara langsung walau kita sudah menikah. Aku masih harus menyelesaikan pendidikan dan pekerjaanku di sini, aku juga ingin menyembuhkan wajahku agar kamu bahagia melihatku sempurna tanpa cacat sama sekali."
Azka kembali mengecup dahinya lalu memberanikan diri mencium lembut bibir istrinya itu tanpa gerak hingga tak akan membangunkannya yang sedang lelap.
"Aku bisa pastikan kamu tidak akan kekurangan kasih sayangku walau kita harus berpisah sebentar. Tunggu aku, setelah kita pertemukan dua kalinya nanti wajahku akan kamu lihat dengan jelas. Aku berdoa semoga kita bisa menjaga pernikahan ini sampai kita kembali bersama-sama."
tafadhol artinya silahkan (untuk laki2)
Ayo! Jangan sedih lagi. Cepat atau lambat bahagia sedang menantimu di depan.