 
                            Selina Ratu Afensa tak pernah menduga hidupnya berubah drastis saat menerima pekerjaan sebagai pengasuh di keluarga terpandang. Ia pikir hanya akan menjaga tiga anak lelaki biasa, namun yang menunggunya justru tiga badboy yang terkenal keras kepala, arogan dan penuh masalah
Sargio Arlanka Navarez yang dingin dan misterius, Samudra Arlanka Navarez si pemberontak dengan sikap seenaknya dan Sagara Arlanka Navarez adik bungsu yang memiliki trauma dan sikap sedikit manja. Tiga karakter berbeda, satu kesamaan yaitu mereka sulit di jinakkan
Di mata orang lain, mereka adalah mimpi buruk. Tapi di mata Selina, mereka adalah anak anak kesepian yang butuh di pahami. Tanpa ia sadari, keberaniannya menghadapi mereka justru mengguncang dunia ketiga badboy itu dan perlahan, ia menjadi pusat dari perubahan yang tak seorang pun bayangkan
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Queen Blue🩵, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ketahuan sargio
Samudra menoleh duluan. Alisnya terangkat “Lama banget sih, gue sampe lumutan nungguinnya” gumamnya, tapi tangannya cepat cepat mengambil kopi kaleng dari plastik
Selina menunduk sedikit sambil tersenyum kikuk “Maaf ya… di kantin tadi rame banget, aku harus ngantri lama” ujarnya lirih sambil menyerahkan kantong plastik berisi minuman ke Sagara
Devano yang dari tadi memperhatikan langsung menegakkan tubuhnya dan melambaikan tangan kecil ke arah Selina, senyum jahil tersungging di bibirnya
“Eh, akhirnya datang juga gadis paling cantik seindonesia raya” godanya dengan nada genit
Selina melirik sekilas, pipinya memanas “Mana ada... Hahahaha”
Sagara yang sedang duduk langsung menepuk tempat kosong di sebelahnya, menatap Selina
“Udah cepetan duduk. Jangan berdiri mulu, sakit leher gue liatnya” katanya santai sambil membuka plastik makanan yang ia pesan online
Begitu bungkus makanan di buka, aroma lezat langsung menyebar. Di dalamnya ada empat porsi, satu untuk masing masing dari mereka
Selina menatap bingung “Dari tadi kalian belum makan? Kalian nungguin aku?”
Samudra yang sudah membuka sedotan untuk minumnya menoleh sambil terkekeh
“Lebih tepatnya, nungguin minuman yang lo bawa. Ya kali makan gak ada minuman, bisa seret tenggorokan dong” celetuknya
Empat kotak makanan kini tertata di atas meja kecil di tengah ruang rooftop itu. Mereka duduk saling berhadapan di sofa panjang abu muda, Sagara di sebelah Selina, sementara Samudra di sebelah Devano, mereka duduk saling berhadapan. Angin lembut siang hari berhembus, membawa aroma lezat dari makanan yang baru saja di buka
Sagara sibuk membagikan kotak makanan satu per satu, wajahnya datar tapi gerakannya cepat dan teratur
“Ini buat lo, ini buat lo juga” gumamnya pelan sambil mendorong satu kotak ke arah Devano, lalu satu lagi ke arah Samudra. Terakhir, ia menaruh kotak keempat di depan Selina
Selina menatapnya, matanya membesar sedikit “Kalian beliin buat aku juga?” tanyanya, ragu tapi ada nada senang di suaranya
Sagara menatapnya sekilas, lalu menunduk lagi membuka sumpit “Iya, tadi Sam pesen empat sekalian buat lo juga"
Samudra langsung menimpali cepat sambil masih mengunyah, suaranya sedikit belepotan tapi tetap terdengar jelas
“Itu bukan karena gue baik… Tapi karena lagi ada promoan aja, beli tiga free satu!” katanya agar Selina tidak GR
Selina terdiam sebentar, lalu menunduk kecil. Pipinya memanas, tapi senyum lembut muncul di wajahnya
“Yaudah, tetep aja makasih ya. Aku… seneng banget kalian inget aku” katanya tulus
Samudra hanya mendengus, tapi di sudut bibirnya terselip senyum kecil yang nyaris tak terlihat
Selina akhirnya membuka kotak makanannya, aroma nasi hangat dan ayam lada hitam langsung menyeruak, membuat perutnya yang dari tadi kosong seolah berteriak minta diisi. Ia mengambil sumpit, meniup pelan uap panas yang masih mengepul, lalu mulai menyuap dengan hati hati
....
Di lantai bawah, terdengar suara tawa dan teriakan kecil dari ruang permainan, sebuah ruangan luas dengan sofa empuk, layar TV besar dan konsol game terbaru yang tersambung ke berbagai alat gaming canggih
Sagara duduk di lantai, sandaran tubuhnya menempel ke sofa, matanya fokus pada layar
“Cepet, cepet, cover gue, cover gue!” serunya serius, jempolnya lincah menekan tombol stik
Samudra di sebelahnya malah tertawa lebar “Haha! Cover apaan, lo duluan yang nyemplung ke tengah musuh!”
Sementara Devano duduk santai di kursi bean bag, dengan camilan di tangan “Udah lah, kalian tuh kayak bocah rebutan kelereng” katanya sambil menyuap keripik tanpa rasa bersalah
Teriakan dan tawa mereka terus menggema, memenuhi ruangan yang bercahaya hangat itu
Sementara itu, di lantai atas, suasana kontras sepenuhnya. Selina baru saja keluar dari kamar mandi setelah berganti pakaian santai, kaos polos warna putih dan celana pendek. Rambutnya yang masih agak basah di ikat asal dengan karet hitam. Ia membuka tas kecilnya dan mengeluarkan dua bungkus mie instan dari minimarket yang tadi sempat ia beli sepulang sekolah
“Lumayan lah, buat mengobati rasa kesalku pada Jenni” gumamnya kecil, tersenyum tipis
Di pojok kamarnya, ada sebuah panci listrik kecil yang selalu jadi andalannya. Ia menaruh air, menyalakan saklar, lalu menunggu air mendidih sambil duduk di tepi ranjang. Suara air yang mulai bergolak terdengar lembut, menenangkan di antara keheningan kamarnya
Selina membuka bungkus mie, menuangkan bumbu dan mengaduk pelan dengan sendok kayu. Aroma gurih mie yang mulai matang perlahan memenuhi kamar kecil itu
“Wah, wangi banget…” Selina tersenyum kecil, perutnya bergetar pelan karena lapar. Ia lalu membuka laci kecil di bawah meja belajar dan mengeluarkan satu botol sambal super pedas
Tanpa pikir panjang, ia menuangkannya ke dalam mie banyak sekali, sampai kuahnya berubah jadi merah menyala
“Kalau udah kayak gini baru enak…” gumamnya lirih
Itu sudah jadi kebiasaannya sejak lama, setiap kali hatinya kesal atau pikiran penuh, ia selalu menenangkan diri dengan makanan pedas
Uap panas mengepul, aromanya tajam dan menggoda. Ia mengaduk pelan, meniup, lalu menyuap sesendok besar ke mulutnya
“Pedasnya mantap” ujarnya puas, matanya sedikit menyipit karena rasa panas yang menjalar di lidah
Tapi baru dua suapan, klik! suara pintu kamar berputar tiba tiba. Selina refleks menoleh dan detik berikutnya matanya membulat sempurna
“SARGIO?!” serunya nyaris memekik
Benar saja, di ambang pintu berdiri Sargio, masih dengan pakaian rumahnya, satu tangan menyandarkan diri di kusen pintu, ekspresinya datar tapi matanya jelas menyorot ke arah panci listrik di meja
“Apa yang lo lakuin?” tanyanya, suaranya berat tapi dingin
Selina langsung menutup panci dengan cepat, panik setengah mati
“A–aku cuma… ini… cuma air panas! Iya, air panas!” katanya tergagap
Sargio melangkah masuk dengan tenang, tapi tatapannya tajam seperti elang “Air panas sampe ada bau mie gini?” katanya datar sambil menatap meja, lalu menoleh ke arah Selina
Saat itulah Selina sadar, dia hanya mengenakan kaus putih polos yang terlihat sedikit menjiplak dan hot pants super pendek. Wajahnya langsung merona, buru buru menutupi pahanya dengan bantal
“Gio jangan liat! Ngapain kamu masuk tanpa ketuk, cepat pergi!” protesnya cepat, mencoba mengalihkan topik
“Lo ngusir gue di rumah gue sendiri? Lo yang salah, kenapa gue yang di suruh pergi?”
Selina menatap Sargio dengan wajah yang sudah pucat karena panik. Kedua tangannya mencengkeram bantal erat erat menutupi paha, sementara jantungnya berdetak begitu cepat sampai rasanya bisa terdengar
“Aku bilang pergi dulu Gio! Nanti aku buang, sumpah!” serunya lirih namun tegas, mencoba menahan nada suaranya agar tidak terdengar terlalu panik
Sargio berdiri di ambang pintu, tangan terlipat di dada, ekspresinya datar namun jelas tampak kesal
untuk menghadapi kelakuan 3 remaja