Ini bukan hanya tentang cinta, tetapi juga tentang pengkhianatan tak berujung, tentang pengorbanan dan harapan yang gagal untuk dikabulkan.
Angelika Sinnata. Cantik, anggun, berparas sempurna. Sayangnya, tidak dengan hatinya. Kehidupan mewah yang ia miliki membuat dirinya lupa tentang siapa dirinya. Memiliki suami tampan, kaya dan penuh cinta nyatanya tak cukup untuk membuat Angelika puas. Hingga ia memilih mengkhianati suaminya sendiri dengan segala cara.
Angelina Lineeta. Cantik dan mempesona dengan kesempurnaan hati, sayangnya kehidupan yang ia miliki tidaklah sesempurna Angelika.
Pertemuan kembali antara keduanya yang ternyata adalah saudara kembar yang terpisah justru membuat Angelina terjebak dalam lingkaran pernikahan Angelika.
Apa yang Angelika rencanakan? Dan mengapa?
Lalu, apa yang akan terjadi dengan nasib pernikahan Angelika bersama suaminya? Akankah tetap bertahan?
Ikuti kisah mereka...!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon FT.Zira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
18. Bertemu Keluarga.
Suara pintu kamar yang dibuka membuat Angelina berbalik cepat dan mendapati Leon melangkah masuk dengan wajah lelah. Satu tangannya bergerak cepat menyembunyikan ponsel pribadi miliknya ke bawah bantal, ponsel yang membuat dirinya bisa terhubung dengan Angelika juga sang ibu yang jauh darinya.
"Sudah pulang?"
Angelina mendekat, mengambil alih tas kerja serta membantu pria itu melepaskan jas yang Leon kenakan dan berniat untuk melanjutkan tugasnya seperti yang biasa ia lakukan sejak ia memainkan peran sebagai Angelika.
Namun, gerakan Angelina justru terhenti saat Leon menarik Angelina mendekat, melingkari pinggang Angelina dari belakang dan memeluk istrinya erat.
"L-Leon-"
"Seperti ini sebentar saja," bisik Leon cepat di telinga Angelina seraya meletakkan dagunya di bahu sang istri. "Pekerjaan hari ini benar-benar membuatku lelah."
"Apakah ada masalah di kantor?" tanya Angelina.
Leon menggeleng, memejamkan mata, menikmati aroma tubuh sang istri yang berbeda tetapi sudah menjadi candu baginya. "Bukan masalah, tapi pekerjaan yang seakan tidak ada habisnya. Waktuku untuk bersamamu menjadi sangat terbatas," keluhnya.
"Aku sangat merindukanmu," bisik Leon di telinga Angelina.
Angelina membeku sejenak, merasakan hembusan napas hangat Leon menyapu bahunya. Entah sejak kapan, ia mulai sering berdebar jika pria yang menjadi suami saudara kembarnya itu memeluknya seperti sekarang.
"Leon..."
Angelina bersuara pelan, melerai kedua tangan Leon dari pinggangnya, lalu berbalik dengan mempertahankan ekspresi wajahnya untuk tetap tenang, mencoba untuk mendapatkan jawaban apakah pria itu sempat melihat dirinya menyembunyikan ponsel atau tidak.
"Maaf," ucap Leon lirih.
Dahi Angelina bekerut tipis, merasa yakin bahwa pria di depannya tidak melihat atau mendengar apapun. Tetapi, ia tak mengeti untuk apa kata maaf yang pria itu ucapkan.
"Kenapa kamu minta maaf?" tanya Angelina.
"Rencana kita malam ini terpaksa kita batalkan," jawab Leon.
Ada perasaan lega di hati Angelina mendengar apa yang baru saja Leon ucapkan, tetapi detik berikutnya kelegaan itu digantikan dengan keterkejutan yang lebih besar.
"Kedua orang tua kita akan datang malam ini untuk makan bersama," ungkap Leon.
Deg!
Sesaat Angelina seakan lupa bagimana caranya untuk bernapas. Kata kedua orang tua kita yang Leon ucapkan seakan menjadi kalimat horor tersendiri bagi Angelina. Terasa seperti ia tengah ujian yang tidak bisa ia hindari bagaimanapun cara ia mencari alasan, dan jika ia melakukan sedikit saja kesalahan, dirinya akan ketahuan.
"Kedua orang tua kita?" ulang Angelina memastikan.
Leon mengangguk. "Ya, orang tuamu dan kedua orang tuaku. Isvara juga akan datang."
"Awalanya aku hanya ingin meminta Mama datang untuk menemani Alan salama kita pergi makan malam. Tapi, Mama mertua menghubungiku sebelum aku menghubungi Mama dan mengatakan beliau akan datang. Mereka merindukan putri mereka," terangnya.
Angelina menelan salivanya kasar, tersenyum untuk menutupi kepanikan yang sempat hadir di dalam hatinya dan mengubah ekspresi wajahnya dengan ekspresi suka cita.
"Bukankah itu justru lebih bagus?" sambut Angelina tersenyum. "Sudah lama kita tidak makan malam bersama keluarga bukan? Kenapa kamu harus minta maaf untuk hal seperti ini?"
"Aku hanya tidak ingin membuatmu berpikir aku sengaja membatalkan janji yang sudah kau buat dengan menjadikan kedua orang tua kita sebagai dalih," jawab Leon.
Angelina terkekeh pelan sambil menggelengkan kepala.
"Mana mungkin aku akan berpikir begitu," sambut Angelina.
"Sekarang... Bersihkan dirimu. Aku akan menunggu dan kita bisa turun bersama."
"Baiklah," jawab Leon mengecup singkat kening istrinya, dan berlalu meninggalkan Angelina.
.
.
.
"Bagaimana kabarmu, Sayang?"
Pertanyaan itu segera dilontarkan oleh wanita paruh baya yang kini memeluk erat Angelina. Memberikan kecupan penuh kasih di dahi Angelina kala wanita itu melerai pelukan.
"Mama sangat merindukanmu," dia berkata lagi dengan tersenyum.
Angelina tersenyum, menatap lekat wajah wanita paruh baya yang kini berdiri di hadapannya. Lervina Sinnata, wanita paruh baya yang menjadi ibu angkat Angelika. Pandangan Angelina beralih pada pria paruh baya yang berdiri di belakang Nyonya Lervina, segera menemukan sorot teduh dari pria yang menjadi ayah angkat Angelika. Evando Sinnata.
Tuan Evando segera membuka kedua tangannya, membuat Angelina tersenyum dan segera masuk ke dalam pelukan pria paruh baya itu.
"Maafkan Papa karena tidak datang menemuimu saat kamu masih dirawat," sesal Tuan Evando.
Angelina menggeleng, mengeratkan pelukannya. Dalam benaknya, ia merasakan perasaan hangat yang pertama kali ia dapatkan dari sosok seorang ayah. Sosok yang tidak ia miliki sejak ia masih kecil.
Sungguh, betapa beruntungnya kamu Angelika. Kamu mendapatkan keluaga utuh yang sangat menyayangimu. Wajar saja kamu tidak ingin kembali ke kehidupan lamamu.
Batin Angelina berucap pilu, mengingat kembali kehidupannya sejak ia masih kecil dan terpisah dari saudara kembarnya.
Hidup serba kekurangan, dihina, direndahkan dan dikucilkan hanya karena sang ibu tidak lagi memiliki pendamping. Tetapi, ia mampu bertahan menghadapi semuanya karena ada sang ibu yang selalu berada di garda terdepan setiap kali kesulitan itu datang. Dan ketika ia beranjak dewasa dan mampu bekerja, keadaan itu perlahan berubah, terutama sejak ia bekerja sebagai penjaga pantai dan berulang kali menyelamatkan nyawa seseorang.
Sayangnya, fisik sang ibu yang melemah membuat semua uang yang ia hasilkan dari bekerja selalu tak tersisa. Tanpa sadar, Angelina menitikkan air mata, terisak pelan.
"Sayang... Ada apa? Apakah ada yang sakit?" tanya Tuan Evando seraya mendorong lembut tubuh putrinya.
Angelina menggeleng, menghapus linang di pipinya dan tersenyum.
"Aku merindukan, Papa," jawab Angelina.
"Lihatlah dia," ucap Nyonya Lervina setengah mencibir. "Dia tidak berubah sama sekali. Lebih merindukan ayahnya dibandingkan ibunya," lanjutnya setengah menyindir.
Angelina tertawa, kembali memeluk wanita yang kini ia anggap sabagai ibunya.
"Aku juga merindukan, Mama," ucap Angelina.
"Mulutmu manis seperti biasa," sahut Nyonya Lervina.
Sikap Angelina terhadap kedua orang tua Angelika tanpa cela, tak satupun dari mereka menyadari perbedaan sikap yang ada di dalam diri putri mereka. Yang membuat semua orang berkesimpulan bahwa ingatan Angelika terputus sebelum pertemuan dengan Leon.
Angelina pun menyambut hangat kedua mertua serta adik iparnya. Memberikan pelukan pada adik ipar yang membuat kedua keluarga itu tercengang, bertanya-tanya sejak kapan dua wanita itu menjadi sehangat itu?
Acara makan malam mereka pun dimulai...
"Aunty...! Pindah...!"
Suasana ruang makan yang seharusnya tenang berubah saat suara Alan menggema, menarik tangan Isvara yang kini duduk di samping Angelina untuk beranjak.
"Bukankah kamu biasa duduk di samping Daddymu? Kamu saja yang pindah, Aunty mau duduk di samping Mommymu," jawab Isvara saraya menyulurkan lidah.
"Benarkan kakak ipar?" sambung Isvara beralih pada Angelina, meminta dukungan.
"Tidak mau!" jawab Alan menghentakkan kaki. "Aku mau duduk di samping Mommy."
"Kamu bisa duduk di samping Mommymu setiap hari, Aunty hanya datang sesekali, mengalah saja," jawab Isvara, berusaha bersikap abai meski benaknya berusaha sekuat tenaga menahan tawa.
"MOMMYY...!"
Suara tawa seketika memenuhi ruangan kala melihat Alan mengadu pada ibunya, satu hal yang tidak pernah semua orang lihat. Tetapi, sejak kecelakaan yang menimpa Angelika, semua kehangatan keluarga itu terasa utuh.
Dalam suasana hangat itu, Leon diam dengan pandangan terkunci pada istrinya, tersenyum melihat bagaimana sang istri menengahi dan mengakhiri perdebatan meski berakhir dengan dirinya lah yang harus mengalah ketika dua orang berbeda usia itu memonopoli istrinya.
Dalam benak Leon, ia merasakan desiran aneh di hatinya, seperti ia baru saja jatuh cinta pada seseorang yang baru saja ia temui.
"Aku jatuh cinta pada istriku sendiri seperti saat aku betemu dengannya pertama kali, tapi kenapa rasanya berbeda?"
. . . .
.. ...
To be continued...