NovelToon NovelToon
Di Culik Tuan Mafia

Di Culik Tuan Mafia

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Ketos / Mafia / Cinta Terlarang
Popularitas:1.8k
Nilai: 5
Nama Author: Yilaikeshi

Sofia Putri tumbuh dalam rumah yang bukan miliknya—diasuh oleh paman setelah ayahnya meninggal, namun diperlakukan tak lebih dari seorang pembantu oleh bibi dan sepupunya, Claudia. Hidupnya seperti neraka, penuh dengan penghinaan, kerja paksa, dan amarah yang dilampiaskan kepadanya.

Namun suatu pagi, ketenangan yang semu itu runtuh. Sekelompok pria berwajah garang mendobrak rumah, merusak isi ruang tamu, dan menjerat keluarganya dengan teror. Dari mulut mereka, Sofia mendengar kenyataan pahit: pamannya terjerat pinjaman gelap yang tidak pernah ia tahu.

Sejak hari itu, hidup Sofia berubah. Ia tak hanya harus menghadapi siksaan batin dari keluarga yang membencinya, tapi juga ancaman rentenir yang menuntut pelunasan. Di tengah pusaran konflik, keberanian dan kecerdasannya diuji.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yilaikeshi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 17

Akmal langsung tahu ada yang tidak beres begitu sampai di rumah. Suasana terasa keruh, dan ia hanya mengenal satu orang yang mampu membuat udara jadi sesak begitu.

“Halo, Ayah,” sapa Akmal ketika melangkah masuk ke ruang tamu.

Ayahnya berdiri membelakanginya, menatap potret besar mendiang ibunya dengan ekspresi jijik. Foto itu baru saja dipajang belum lama ini. Jika Akmal harus menderita karena Nayla, maka ayahnya juga pantas merasakan sakit yang sama—begitu pikirnya.

Ia tahu betul betapa Daniel, ayahnya, membenci perempuan itu. Ibunya. Dan ia memang tidak pernah menutup-nutupi kebencian itu. Keluarganya memang rumit, jauh dari kata harmonis, dan orang-orang di sekitar mereka pun tahu hal itu.

Daniel berbalik, dan sebelum Akmal sempat bersiap, sebuah tamparan keras menghantam pipinya. Suaranya menggema di seluruh ruangan. Kepalanya terpelintir akibat benturan itu, dan ia tetap diam hampir semenit lamanya, mencoba mencerna apa yang baru saja terjadi, sebelum akhirnya menoleh kembali.

Dengan ibu jarinya, Akmal menyeka darah di bibir. Ia lalu merentangkan rahangnya dan berkata pelan, penuh sindiran, “Cara yang menarik untuk menyambut anakmu pulang. Bahkan induk ayam pun lebih tahu caranya daripada kau.”

“K-kamu!” Daniel tersedak marah, wajahnya memerah, tangannya kembali terangkat seolah ingin menampar sekali lagi.

Akmal hanya mendengus. Ia tidak bergerak, bahkan tidak terlihat terganggu. Mata dinginnya berkilat saat ia menambahkan dengan nada sarkas, “Kalau mau menghajar, jangan di wajah. Itu area terlarang, Ayah.” Semua orang tahu, wajahnya adalah bagian tubuh yang paling ia jaga.

Daniel menurunkan tangannya, menarik napas dalam-dalam untuk meredam amarah. Tatapan abu-abunya yang kelam menembus mata putranya—satu-satunya warisan fisik yang mereka miliki bersama. Selebihnya, Akmal terlalu mirip ibunya, dan itu semakin membakar kebenciannya.

“Barusan Nayla menelepon,” ujar Daniel dingin.

“Tentu saja,” gumam Akmal, sudah bisa menebak. Nayla hanya seperti serangga yang terus mengganggunya, dan akhir-akhir ini ia semakin ingin menyingkirkan serangga itu.

“Dia ingin mengenalkanmu ke teman-temannya, tapi kau malah mempermalukannya!” Daniel menegaskan.

“Begitukah?” Akmal menyilangkan tangan di dada, suaranya tenang. “Lalu bagaimana tepatnya aku mempermalukannya?”

“Apa?” Daniel mengerutkan kening.

“Dia bilang aku mempermalukannya. Aku butuh penjelasan detail dan bukti nyata,” ujar Akmal serius.

“Akmal!” teriak Daniel.

“ Ayah!” balas Akmal tak kalah keras. “Seharusnya Ayah sudah tahu, aku memang sepicik itu.”

Daniel mendengus kesal. “Jangan lupa, posisi yang kau pegang sekarang itu aku yang memberikannya. Jangan sampai kau salah paham—aku bisa mengambilnya kapan saja.”

“Ohh, aku takut sekali,” Akmal menanggapi dengan nada pura-pura. Namun senyumnya memudar ketika ia menambahkan dengan nada tajam, “Lalu siapa yang akan Ayah pilih menggantikanku? Anak tolol Ayah itu?”

Wajah Daniel langsung merah padam. Tangannya kembali terangkat, tapi kali ini Akmal lebih cepat. Ia menangkap pergelangan tangan ayahnya dan mencengkeramnya kuat-kuat.

“Sudah kubilang, jangan wajah.” Suaranya datar, tapi genggamannya begitu keras hingga Daniel kesulitan melepaskan diri.

Tiba-tiba Daniel menghantam perut Akmal dengan kepalan tangan. Napas Akmal terputus seketika, membuat cengkeramannya longgar. Daniel langsung menarik tangannya dan terlepas.

Keduanya kini saling menatap dengan tajam. Akmal menahan rasa sakit, tapi dalam hatinya ia puas. Ia tahu, ia baru saja menyentuh titik sensitif ayahnya. Ia bukan lagi anak kecil; ia sudah dewasa dan bisa membela diri—dan orang-orang yang ingin ia lindungi.

“Baiklah,” ujar Daniel dengan dagu terangkat. “Kalau begitu, perjanjian ini batal. Kau tidak akan pernah mendengar kabar darinya lagi.”

Ucapan itu membuat wajah Akmal menegang. Tangannya mengepal di sisi tubuhnya. Semua yang ia lakukan selama ini demi adiknya. Apa gunanya, kalau akhirnya ia tidak bisa bertemu dengannya lagi?

Dengan suara teredam amarah, ia berkata, “Aku tidak pernah bilang aku menolak menikahi Nayla.”

“Oh, begitu?” Daniel tersenyum puas, merasa unggul. “Kurasa usiaku memang tak muda lagi, tapi ternyata aku masih cukup pintar.”

Ia mendekat pada Akmal. “Aku harap aku tidak perlu datang ke sini untuk kedua kalinya,” katanya menuntut kepastian.

“Tak ada jaminan, tapi Ayah tahu pernikahan itu akan tetap berjalan sesuai rencana,” jawab Akmal dingin. Ia memang tidak punya pilihan lain, apalagi jika ingin adiknya tetap aman.

Daniel menepuk pundaknya. “Kau sudah membuat keputusan besar untuk keluarga ini. Kau mungkin belum melihat manfaatnya, tapi percayalah, warisanmu akan selalu diingat.”

Akmal hanya tersenyum tipis, tanpa komentar. Ia tahu, tidak ada kata baik yang pernah sungguh-sungguh keluar dari mulut ayahnya. Daniel akhirnya melepas pundaknya dan pergi.

Begitu pria itu menghilang dari pandangan, Akmal menghela napas berat. Ia mengusap wajahnya, lalu berbalik menatap potret ibunya di dinding.

Ia menatapnya lama, seolah sedang memandang satu-satunya hal terindah dalam hidupnya. “Tenanglah, Bu. Aku akan melindunginya untukmu,” bisiknya.

Ia menurunkan lukisan itu dan membawanya ke kamar. Baginya, Daniel tidak pantas menyimpan kenangan itu—tak seorang pun pantas—setelah apa yang ia lakukan pada ibunya. Kenangan itu harus dijaga, bukan diperalat.

Namun saat membuka pintu kamar, Akmal terhenti. Bibirnya berkedut menahan tawa getir. Tentu saja, ia hampir lupa bagian ini.

Di atas ranjang, seekor anjing mungil tampak berdiri gemetar, sementara di lantai, seekor kucing besar berotot dengan kepala besar dan kaki pendek sedang menatapnya tajam. Itu bukan kucing biasa, melainkan singa peliharaannya sejak kecil—Wijan.

Anjing itu, Bella, ketakutan sampai mengompol di atas ranjang. Akmal hanya bisa mendesah. Ia tidak bisa menyalahkan Bella, karena tempat tidur memang satu-satunya wilayah yang tidak pernah dikuasai Wijan.

1
Alfiano Akmal
Terima kasih sudah Mampir jangan lupa tinggalkan jejak kalian .....
Shinichi Kudo
Satu kata buat cerita ini: keren abis!
cómics fans 🙂🍕
Gak sabar nunggu lanjutannya thor!
Nami/Namiko
Terima kasih author! 🙏
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!