Ratusan tahun setelah kemenangan Kaisar Xiao Chen, di sebuah dunia fana yang terpencil, sebuah legenda baru mulai bersemi dari benih yang telah ia tanam.
Xuan Ye adalah seorang yatim piatu, dibuang saat lahir dan dianggap "sampah" karena tidak memiliki akar spiritual. Dia tumbuh di bawah hinaan dan penindasan, tidak menyadari bahwa di dalam darahnya tertidur dua garis keturunan agung: kekuatan ilusi Mata Ungu dari Keluarga Xuan kuno, dan darah Phoenix dari ibunya, seorang bidadari suci dari Aliran Suci. Ibunya, yang dibutakan oleh harga diri sektenya, telah membuangnya karena dianggap sebagai aib dan berbohong pada suaminya bahwa putra mereka telah meninggal.
Di titik terendahnya, Xuan Ye secara "tidak sengaja" menemukan sebuah warisan jiwa yang ditinggalkan oleh Kaisar Xiao Chen. Kesempatan ini membangkitkan Mata Ungu Ilusi miliknya dan memberinya teknik kultivasi jiwa dasar, memberinya kunci untuk memulai perjalanannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sang_Imajinasi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 5: Ujian Gerbang Awan
Hari ujian penerimaan murid Sekte Gerbang Awan Biru akhirnya tiba. Ribuan pemuda-pemudi berbakat dari seluruh penjuru wilayah berkumpul di kaki gunung yang megah, mata mereka dipenuhi dengan harapan dan kegugupan. Xuan Ye berdiri di antara mereka, sosoknya yang pendiam tidak menarik perhatian.
Seorang tetua sekte dengan jubah biru melayang di udara. "Ujian hari ini akan dibagi menjadi dua bagian!" umumnya dengan suara agung. "Bagian pertama: Ujian Bakat!"
Dia menunjuk ke sebuah pilar kristal raksasa yang berkilauan. "Batu Pengukur Akar Spiritual. Letakkan tangan kalian di atasnya. Batu ini akan mengukur potensi dan afinitas elemen kalian. Mereka yang memiliki bakat di bawah rata-rata akan langsung dieliminasi!"
Satu per satu, para calon murid melangkah maju.
"Akar Spiritual Kayu, Tingkat Menengah!"
"Akar Spiritual Api, Tingkat Tinggi! Bagus, kau punya potensi!"
Setiap kali seorang jenius dengan bakat luar biasa muncul, kerumunan akan berbisik dengan kagum, dan para tetua sekte akan mencatat nama mereka dengan senyum.
Akhirnya, tiba giliran Xuan Ye. Dia melangkah maju dengan hati yang berdebar. Dia tahu dia berbeda. Dia berharap kekuatan jiwa barunya akan menunjukkan sesuatu. Dia meletakkan tangannya di atas pilar kristal yang dingin.
Tidak terjadi apa-apa.
Pilar kristal itu tetap gelap, tidak menunjukkan secercah cahaya pun.
"Selanjutnya!" teriak tetua yang bertugas dengan tidak sabar.
"Tunggu," kata Xuan Ye. Dia mencoba lagi, menuangkan energi jiwa barunya ke dalam batu.
Tetap tidak ada yang terjadi.
tetua itu menatapnya dengan jijik. "Tidak ada Akar Spiritual! Sampah! Turun dari panggung!"
Tawa dan cemoohan meledak dari kerumunan di sekitarnya.
"Lihat pemuda itu, beraninya dia datang ke sini tanpa bakat sedikit pun?"
"Benar-benar membuang-buang waktu kita."
Xuan Ye berjalan turun dari panggung, wajahnya pucat, telinganya berdenging karena suara tawa. Dia kembali ke sudutnya, kepalanya tertunduk, tinjunya terkepal erat hingga buku-buku jarinya memutih. Jadi... bahkan setelah mendapatkan kekuatan ini, di mata dunia, aku masih tetap sampah?
Dia melihat sekeliling. Dia melihat seorang ayah dengan bangga menepuk bahu putranya yang baru saja menunjukkan bakat luar biasa. Dia melihat seorang ibu menyeka air mata bahagia saat putrinya dipuji oleh seorang tetua.
Di tengah keramaian itu, dia merasa sangat sendirian. Sebuah kesedihan dan kebingungan yang mendalam menyelimuti hatinya.
Orang tua... pikirnya getir. Siapa mereka? Apakah mereka juga seorang kultivator yang kuat? Apakah mereka membuangku karena aku lahir tanpa bakat seperti ini? Apakah... apakah mereka bahkan pernah menginginkanku?
Rasa sakit karena penolakan, baik dari dunia maupun dari masa lalunya yang tak ia kenal, terasa menusuk jiwanya.
Dia hampir berbalik dan pergi, menyerah pada takdirnya sebagai "sampah".
Tetapi saat itu, suara tetua agung kembali terdengar.
"Ujian pertama telah selesai! Sekarang, ujian kedua dan terakhir! Jembatan Hati Iblis!"
Para pekerja memindahkan sebuah jembatan kayu sederhana yang diselimuti oleh kabut hitam pekat. "Bakat hanyalah permulaan. Keteguhan Hati Dao adalah fondasi yang sesungguhnya!" jelas sang tetua. "Jembatan ini akan memunculkan ketakutan, keraguan, dan keinginan terdalam di dalam hatimu. Mereka yang tersesat di dalam ilusi akan gagal. Mereka yang berhasil menyeberang... akan diterima, tidak peduli apa hasil ujian pertama mereka!"
Sebuah secercah harapan menyala di mata Xuan Ye. Ini adalah ujian jiwa. Satu-satunya hal di mana dia mungkin memiliki kesempatan.
Para jenius yang tadinya sombong mulai menyeberang. Banyak dari mereka yang memiliki bakat luar biasa, kini terjebak. Satu pemuda tiba-tiba menjerit ketakutan, melihat monster ilusi. Yang lain tertawa gila, jelas tersesat dalam ilusi kekayaan.
Akhirnya, giliran Xuan Ye. Dia melangkah ke atas jembatan.
Kabut ilusi langsung menyelimutinya. Di hadapannya, muncul pemandangan yang paling ia dambakan. Dua sosok—seorang pria tampan dan seorang wanita cantik—menatapnya dengan senyum penuh kasih sayang.
"Anakku," kata sang wanita. "Kami kembali untukmu. Maafkan kami karena telah meninggalkanmu."
Hati Xuan Ye bergetar. Dia hampir berlari ke arah mereka.
Tetapi kemudian, ingatan akan penderitaan selama enam belas tahun, dan kalimat dari sutra kuno itu—Dunia adalah ilusi; hanya jiwa yang nyata—membuatnya berhenti.
Dia mengaktifkan Mata Ungu Ilusi-nya.
Dunia di hadapannya beriak. Sosok orang tuanya yang penuh kasih sayang itu berubah menjadi hantu-hantu iblis yang menyeringai.
"Ilusi rendahan," desisnya.
Di bawah tatapan mata ungunya yang agung, semua hantu iblis menjerit dan mundur ketakutan. Jalan di hadapannya menjadi jelas.
Dia berjalan melintasi jembatan dengan tenang, seolah-olah sedang berjalan-jalan di taman.
Saat dia melangkah turun di sisi lain, dia adalah salah satu dari segelintir orang yang berhasil.
Tetua yang memimpin ujian menatapnya dengan ekspresi yang sangat rumit. "Kau... yang tidak memiliki akar spiritual... bagaimana kau bisa memiliki Hati Dao yang begitu kuat?"
Xuan Ye tidak menjawab, hanya menundukkan kepalanya.
Dengan sangat enggan, sang tetua mengumumkan. "Kau... lulus. Kau akan diterima sebagai Murid Pelayan terendah di Puncak Pekerja."
Xuan Ye tidak peduli pada statusnya. Dia telah berhasil. Dia telah melangkahkan kakinya ke dalam pintu.
Dia membungkuk dengan tenang, menyembunyikan kilatan dingin di matanya yang ungu.