NovelToon NovelToon
Midnight Professor

Midnight Professor

Status: sedang berlangsung
Genre:Dosen / CEO / Beda Usia / Kaya Raya / Romansa / Sugar daddy
Popularitas:2.6k
Nilai: 5
Nama Author:

Siang hari, dia adalah dosen yang berkarisma. Malam hari, dia menjelma sebagai bos bar tersembunyi dengan dunia yang jauh dari kata bersih.

Selina, mahasiswinya yang keras kepala, tak sengaja masuk terlalu dalam ke sisi gelap sang dosen. Langkahnya harus hati-hati, karena bisa menjadi boomerang bagi mereka.

Keduanya terjebak dalam permainan yang mereka buat sendiri—antara rahasia, larangan, dan perasaan yang seharusnya tidak tumbuh.

Bab 20: Arena, Taruhan, dan Rahasia

Raghav turun dari panggung dengan langkah besar, postur tubuhnya tegak, dan dagunya di angkat. Di bibirnya tersemat senyuman menantang.

Walaupun penantang sudah tahu Raghav adalah raja lintasan di sini, tapi mereka tetap ingin melakukannya demi memuaskan egonya masing-masing.

Kru yang mengatur motor langsung bergerak cepat—beberapa mengecek garis start, yang lain mengatur barrier dan mesin motor. Suara derungan mesin motor yang sedang dipanaskan terdengar jelas dari langit malam yang sepi.

Di meja taruhan, Selina sudah membuka taruhan malam ini. Tangannya memeluk clipboard catatan uang masuk, matanya menyapu kerumunan yang semakin ramai. Semakin banyak orang maju menyerahkan uang taruhan. Banyak yang memegang nama Raghav karena mereka sudah tahu dia akan menang dan mereka pun tetap mendapat bagian. Banyak juga yang memegang nama lawan, hanya sekedar bentuk permainan.

“Dua ratus untuk David,” teriak seseorang di depannya—David adalah orang pertama yang menantang Raghav.

“Kita start di dua ratus lima puluh,” ujar Selina lembut, sambil tersenyum layaknya resepsionis.

“Gak bisa! Gua maunya dua ratus!” teriak orang itu lagi.

Selina menahan diri agar amarahnya tidak menguasai. Dia tetap senyum. “Sorry, tapi kalau gak $250 belum bisa.”

“Lo anak baru ya? Jangan sok ngatur!”

Selina mendongak, senyumnya langsung padam. Tatapannya berubah tajam. Orang itu laki-laki bertubuh besar, sekujur tubuhnya diselimuti tato, dan Selina bisa mencium bau alkohol bercampur rokok yang menusuk.

“Gak perlu jadi anak lama untuk ngerti aturan,” balas Selina datar, suaranya rendah tapi tetap tegas. “Kalau gak mau ikut, minggir. Biar yang lain jalan dulu.”

Orang itu menyeringai sinis, mendekatkan wahanya ke wajah Selina sehingga Selina bisa mencium aroma alkohol dan rokok itu lebih jelas.

“Lo pikir bisa seenaknya sama gua?”

Selina tetap diam, matanya menatap lurus tanpa gemetar. Tangannya menggenggam erat clipboard yang dibawa. Rasanya dia ingin mementung kepala pria itu dengan clipboard, tapi dia tahan karena tidak mau memperburuk suasana. Balapan sebentar lagi mulai dan dia harus melanjalankan tugasnya, walaupun niat dia masuk ke sini untuk mencari tahu lebih dalam tentang Leonhard.

Selina melirik ke pos keamanan kecil, beberapa security sedang mengamati mereka. Selina memberi sinyal untuk tahan sebentar, untuk dia handle sendiri. Salah satu security itu mengangguk pelan.

“Peraturannya sudah jelas. Minimal dua ratus lima puluh,” ujarnya lagi, kali ini lebih keras agar semua antrian dengar. “Kalau gak mampu, pintu keluar ada di sana.” Tangan Selina menunjuk ke arah pintu keluar.

Beberapa orang di belakangnya sudah bersorak, karena pria itu menghambat permainan mereka. Wajah pria itu mulai memerah, entah antara malu atau emosi. Dia menatap tajam Selina, tapi Selina tidak mundur satu langkah pun.

Baru saja Selina berkedip, pria itu sudah menyentuh bahu Selina yang kemudian turun ke lengannya. Dia meremas lengan Selina. Senyuman di bibirnya terlihat jelas mendominasi. Selina langsung menyangkal tangan pria itu dengan susah payah karena tenaganya lebih kuat.

“Jangan sentuh saya!” bentak Selina.

Tapi pria itu malah semakin mendekatin Selina, tangannya terus menyentuh tubuh Selina yang kewalahan dengan tenaga lebih mendominasi. Mata Selina membara, tapi tubuhnya habis tenaga.

Dalam hitungan detik, suara berat Leonhard terdengar dari belakang. “Lepas.” Leonhard langsung mendorong pria itu ke aspal. Tenaga Leonhard ternyata lebih kuat. Dia mendekati pria itu, menginjak dadanya untuk menahan pria itu berdiri.

Pria itu meringis kesakitan dan terlihat kaget di wajahnya yang langsung terhempas begitu saja, Dia mencoba bangun tapi selalu gagal karean dadanya diinjak.

Leonhard tidak menunduk sama sekali, tapi tatapannya ke bawah. “Lo dateng ke arena gua artinya lo ikutin aturan gua,” katanya pelan, mematikan. “Sentuh dia lagi, lo gak bakal bisa liat matahari besok.”

Leonhard melepas injakannya, kemudian mengangkat tubuh besar itu. Tatapannya masih tajam mematikan. Selina benar-benar baru pertama kali melihat sisi ini. Bukan Leonhard, bukan adik atau kakaknya Baskara, tapi orang lain.

Kemudian dia melempar pria itu ke arah tiga security yang sudah siap menendangnya keluar. Tapi, Selina yakin… Leonhard tidak akan membiarkanya pergi begitu saja.

Sorakan dan siulan terdengar dari penonton yang fokusnya ke mereka. Selina juga bisa melihat Raghav memperhatikannya dari kejauhan, sudah siap dengan motornya.

Leonhard menoleh ke Selina, dia mendekat. Tatapannya tiba-tiba melembut seperti ada kekhawatiran di dalamnya.

“Are you okay?” tanyanya. Nadanya sangat lembut dari sebelumnya. Selina yang masih kaget, gagap menjawab.

“Hm… i-iya… I’m good.”

“Apa yang dia sentuh?” tanya Leonhard lagi, kini matanya menganati setiap sisi tubuh Selina mencari luka yang tersisa.

“I-I mean… he touched my body, tapi bukan bagian—”

“Okay. It’s okay. Kalau ada yang rusuh lagi, segera—saya tegaskan. Segera. Panggil saya, jangan ditunda.” Leonhard menatap mata selina dalam. Tatapannya berbeda, tatapan itu sama seperti malam saat Selina meminta Leonhard untuk… memuaskannya. Nafasnya tercekat.

“Taruhan lanjut. Kamu yang bantu hitung saja. Be careful.” Leonhard mengusap kepala Selina sebelum pergu meninggalkan Selina dalam posisi mematung. Karena perlakuannya sangat tiba-tiba. Kerumunan yang ramai itu juga mulai berbisik membicarakan sikap Leonhard. Selina langsung menepuk pipinya pelan, membawanya balik kembali.

Suara sorak penonton semakin kuat, tapi di sela keramaian itu, telinga Selina menangkap potongan percakapan dua ornag pria di belakangnya., tepat di antrian taruhan. Suaranya pelan, tapi cukup jelas untuk Selina dengar.

“… katanya bos arena sini dulu bukan Leonhard. Dia tiba-tiba muncul, ngambil alih semua—bar sama arena,” ujar pria pertama dengan nada setengah kagum dan curiga.

“Gua denger… dia gak main sendiri. Dia punya bayangan di belakang. Katanya sih lebih bahaya,” balas temannya, suaranya sedikit berbisik takut ada yang mendengar.

Selina menajamkan pendengarannya. Kepalanya berputar di kata bayangan. Yang mereka maksud bayangan itu… Baskara? Kalau begitu, tebakannya benar. Baskara adalah saudara kembar dari Leonhard.

Dia menggigit bibir bawahnya, menahan rasa puas karena teori ini sepertinya terbukti. Tapi, di saat yang sama, perasaan dingin menjulur ke tubuhnya. Kalimat Leonhard kembali terngiang di telinganya.

“… lo gak bakal bisa ngeliat matahari besok.”

Apa maksudnya? Dia beneran menghabisi perusuh di sini? Bartender baru yang dipecat… apa nasibnya sama?

Kalimatnya terlalu ambigu untuk dipahami. Pikiran Selina memikirkan yang tidak-tidak. Tangan siapa yang berlumuran darah… Baskara atau Leonhard?

Saat ini Selina mengambil kesimpulan, bisa jadi Leonhard yang menghabisi mereka karena tidak mungkin untuk Baskara—seorang pengajar profesional—melakukan hal keji itu. Terlalu beresiko.

1
Acap Amir
Keren abis
Seraphina: terima kasih kak🥺
total 1 replies
Desi Natalia
Jalan ceritanya bikin penasaran
Seraphina: terima kasih❤️ pantentung terus ya kak🥺
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!