Apa yang akan kalian lakukan jika tiba-tiba kalian terbagun di tubuh orang lain. Apa lagi tubuh seorang idola terkenal dan kaya raya.
Itulah yang sedang di rasakan Anya. Namun, ia bangun di tubuh Arka, seorang Leader boyband Rhapsody. Ia mendadak harus bersikap seperti seorang idola, tuntutan kerja yang berbeda.
Ia harus berjuang menghadapi sorotan media, penggemar yang fanatik, dan jadwal yang padat, sembari mencari cara untuk kembali ke tubuhnya sendiri sebelum rahasia ini terbongkar dan hidupnya hancur.
Mampukah Anya bertahan dalam peran yang tak pernah ia impikan, dan akankah ia menemukan jalan pulang?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Uswatun Kh@, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
DUJIYAKAR 17
Suasana riuh di dalam mal dan lalu lalang orang membuat Arka, yang sebelumnya khawatir dan cemas, kini merasa lebih tenang.
Ia duduk di kafe mal dan menikmati makanan dengan nyaman. Tidak ada lagi orang yang berkerumun di sekitarnya.
Ia menatap Anya yang duduk di depannya. Anya tampak menikmati es krimnya.
"Menunduklah sedikit. Aku gak mau mereka mengenalimu, nanti kita bisa repot sendiri," kata Arka.
Anya menunduk dan menarik topinya lebih dalam, lalu melanjutkan makan es krimnya.
Arka celingukan, memperhatikan suasana kafe yang semakin ramai. Bahkan, ada beberapa orang yang mulai memperhatikan mereka.
Arka segera bangkit, meraih tangan Anya, dan berusaha membawanya keluar dari sana.
"Eh ... itu Arka, anggota Rhapsody?" ucap seorang gadis yang baru saja datang.
"Iya, benar dia Arka!" sahut yang lain dengan nada histeris.
Seketika, semua orang menoleh dan mulai mengerubungi Arka dan Anya. Arka menggenggam tangan Anya erat dan berusaha menariknya keluar dari kerumunan itu.
Namun, Anya menyadari suasana hati Arka sedang tidak baik. Anya berinisiatif berbalik menggenggam tangan Arka dan membawanya keluar dari sana.
Anya bahkan memeluk erat tubuh Arka, yang membuat banyak penggemar perempuan berteriak histeris. Ia takut Arka akan diserang lagi oleh penggemarnya seperti kejadian terakhir.
Mereka mulai memotret mereka. Setelah susah payah menghindar, akhirnya mereka tiba di tempat parkir.
"Cepat masuk!" perintah Anya.
Ia membukakan pintu mobil dan melindungi kepala Arka agar tidak terantuk.
Orang-orang berlarian menghampiri mereka. Mobil segera melaju meninggalkan mal yang kini menjadi tidak kondusif.
Di penthouse Arka.
Mereka yang baru tiba segera merebahkan diri di sofa. Kelelahan tampak jelas di wajah mereka.
"Hahaha!"
Tiba-tiba Arka tertawa geli, yang membuat Anya terkejut.
"Kenapa kamu tertawa seperti itu? Bikin kaget tahu!"
Arka menoleh. "Aku merasa lucu aja. Dulu aku lari-lari karena antusiasme penggemar yang membuatku kewalahan, tapi sekarang aku lari karena takut kena amuk mereka."
"Jadi, secara tidak langsung kau bilang aku penyebab semua ini, ya?" Anya mendengus, sedikit kesal.
"Ya, bukan hanya karena kau juga. Ini sudah takdir, jadi mau bagaimana lagi," jawab Arka.
Anya menatap Arka lekat-lekat, menyadari bahwa ia sudah sedikit berubah. Awalnya, ia mengira Arka akan memperlakukannya dengan kejam seperti sebelumnya. Ternyata, Arka memiliki sisi baik dan lembut.
"Oh, iya, nanti malam aku akan keluar untuk makan malam," ucap Anya.
"Baiklah, sebaiknya kau segera bersiap. Aku akan pergi denganmu," ungkap Arka.
Anya terkejut. "Kau ikut? Apa Buk Shofia mengizinkan?"
"Kau tinggal cari alasan saja. Ingat, jangan besar kepala, aku hanya ingin memastikan keselamatan tubuhku," jawab Arka.
Anya bangkit. "Baiklah ...."
Ia lalu berjalan menuju kamarnya dan segera membersihkan diri untuk bersiap ke pesta.
Cukup lama ia berada di kamar, hingga tiba-tiba mendengar Arka memanggilnya.
Anya segera keluar kamar dan menuju lantai dua, ke kamar Arka. Sesampainya di sana, ia terkejut karena sudah ada perias dan penata busana artis di kamar itu.
Anya mengerutkan kening, mencari jawaban dengan menatap Arka.
"Cepat dandani artis kita agar lebih keren dan tampan," perintah Arka.
Kedua orang itu berbinar menatap Anya. "Waw, kamu memang selalu mempesona. Cucok banget deh ..."
Anya seketika merasa geli karena kedua orang itu adalah lelaki gemulai.
Mereka mulai membelai dan menggelayuti tubuh Anya.
"Sudah, sudah, cepat lakukan, jangan menggodanya terus," sergah Arka.
"Baiklah, baiklah... Kau makin galak saja sih, Anya. Arka saja diam saja," ujar penata rias.
Arka menatap malas dan duduk di ranjang, memperhatikan Anya dirias oleh mereka.
Sementara Anya hanya pasrah menuruti keinginan mereka.
Setelah beberapa saat, akhirnya Anya siap.
Penampilan Anya memancarkan aura karisma yang tak terbantahkan. Setelan jasnya bukan sekadar pakaian, melainkan perwujudan kesempurnaan yang dijahit khusus untuk memeluk tubuhnya yang atletis.
Setiap jahitan seolah mengikuti kontur tubuhnya, menonjolkan bahu bidang dan pinggang rampingnya dengan presisi yang memukau.
Warna midnight blue pada jasnya, bagai langit malam bertabur bintang, berpadu sempurna dengan kulitnya yang eksotis, menciptakan harmoni visual yang memukau.
Rambutnya ditata dengan gaya effortless chic. Setiap helai rambutnya berkilau bagai emas yang ditempa, seolah menyimpan energi panggung yang siap meledak kapan saja.
Arka sampai tertegun melihat Anya. "Gila, aku ganteng banget, ya."
Anya langsung mendekap mulut Arka "Jaga mulutmu. Kau mau membuat mereka bingung, hah?"
Arka menyingkirkan tangan Anya. "Iya, aku tahu, hanya saja aku memang benar-benar cakep, kan?"
"Iya, iya," sahut Anya.
Kini giliran Arka untuk dirias. Ia duduk di depan cermin, pasrah dengan kedua penata rias itu.
Anya keluar terlebih dahulu, menunggunya sambil memainkan ponsel di ruang keluarga.
Setelah beberapa saat, Arka sudah siap. Ia menatap wajahnya di depan cermin dengan kagum.
Arka tampil bagai lukisan hidup, ketampanannya memancar begitu memikat hingga membuat Anya terpana.
Wajahnya yang memesona, dengan fitur-fitur halus yang sempurna, kini dipertegas oleh riasan yang membuatnya terlihat lebih dewasa dan elegan.
Sentuhan warna lembut pada pipi dan bibirnya memberikan kesan segar dan merona alami, sebuah perubahan halus yang membuatnya tampak berbeda dan semakin memukau.
Gaun merah menyala yang dikenakannya bagai kobaran api yang membungkus tubuhnya dengan indah.
Potongannya yang berani memperlihatkan belahan pahanya yang mulus, memberikan sentuhan sensual yang menggoda namun tetap berkelas.
Gaun itu seolah diciptakan khusus untuknya, menonjolkan lekuk tubuhnya yang sempurna dan memancarkan aura kepercayaan diri yang tak tertandingi.
Belakangan, Arka menjaga pola makan hingga bisa mendapatkan bentuk tubuh yang ideal.
Arka mematung sesaat melihat pantulan wajah ayu itu.
Sementara Anya menunggu dengan kesal. Terlebih, Rangga, kekasihnya, terus meminta uang dengan alasan mendesak.
Namun, saat Anya bertanya untuk apa, dia tak pernah jujur.
"Cepat kirim uangnya sekarang, atau kalau tidak, kita putus!" ancam Rangga dalam pesan singkatnya.