NovelToon NovelToon
Sukma Dukun Santet, Dalam Tubuh Detektif Tampan.

Sukma Dukun Santet, Dalam Tubuh Detektif Tampan.

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi Timur / Mata-mata/Agen / Misteri Kasus yang Tak Terpecahkan / Roh Supernatural / Trauma masa lalu / Bullying dan Balas Dendam
Popularitas:1.2k
Nilai: 5
Nama Author: Yuni_Hasibuan

Tentang Dukun Santet Legendaris — yang berjaya dalam Mengusir Belanda, Tiga Abad Silam.
Tapi nasibnya berakhir tragis: dibakar hidup-hidup hingga arwahnya gentayangan

Sampai tahun 2025..
Jiwa LANANG JAGAD SEGARA:
tiba-tiba tersedot ke dalam tubuh ADAM SUKMA TANTRA, seorang INTERPOL Jenius, Muda dan Tampan.
Syarat tinggal di tubuh itu: cari dalang di balik pembunuhan Adam.

Maka dimulailah petualangannya menyelidiki kasus-kasus kriminal dengan cara aneh: Lewat Santet, Jimat Ghoib, dan Mantra Terlarang yang tak sesuai zaman. Tapi, justru cara kuno ini paling ampuh dan bikin partnernya cuma bisa terpana.

“Lho, kok jimatku lebih nendang daripada granat?!” — ujar Lanang, si Dukun Gaptek yang kini terjebak dalam lumpur misteri masa lalu.

Sanggupkah ia mewujudkan keinginan Jiwa asli sang pemilik tubuh?
Atau jangan-jangan justru terhantui rasa bersalah karena ternyata, penyebab Matinya Adam masih....

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yuni_Hasibuan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

17. Gema Neraka Masalalu.

***

Hingga suatu pagi, pintu besi penjara berderit keras, suaranya menusuk telinga. Tangan-tangan kasar menyergap Lanang, menyeretnya keluar. Tubuhnya tinggal tulang terbungkus kulit. Wajahnya pucat pasi, rambutnya kusut menutupi dahinya yang berkerut. Ia dilempar ke sebuah tanah lapang, langsung dihajar terik matahari yang menyengat.

Bryan menyipitkan mata, kepanasan. Tapi yang lebih panas adalah pemandangan di hadapannya.

Ratusan orang sudah menunggu. Wajah-wajah yang dulu ia kenal—wajah-wajah yang dulu berjuang bersama melawan Belanda—kini berdiri berjejal. Mereka bukan melihatnya. Mereka memelototinya.

Bukan dengan rasa hormat. Bukan dengan terima kasih. Tapi dengan tatapan benci yang membara. Penuh amarah yang sudah dipendam lama.

“Ini dia biang keroknya!” teriak seorang lelaki tua, suaranya serak karena emosi dan dendam.

“Dukun sesat! Pembawa sial!” teriak yang lain, disambut geram dan sorakan setuju.

“Kembalikan anak majikan kami!” seorang perempuan melengking dari kerumunan, matanya bengkak, wajahnya muram. “Kau yang bunuh dia, kan?”

Orang-orang semakin berani. Suara-saling tumpang tindih, memenuhi udara dengan tuduhan dan makian.

“Jangan percaya dia! Jangan biarkan dia bicara.. Apa kalian nggak takut kena kutuk? Semua masalah ini gara-gara dia!” ujar suara yang terlalu lantang, tapi entah milik siapa.

“Tiap malam ada tangisan di desa, pasti kau yang sebabkan, Lanang!”

“Mau berapa nyawa lagi yang kau korbankan?”

Lanang mencoba membela diri sekuat tenaga. Dia berusaha berteriak sekerasnya. “Bukan aku… bukan…”

Tapi tidak ada satu katapun yang sampai. Tidak ada yang mau dengar.

Sebab, mulutnya sudah dikunci oleh mantra—mantra dari dukun wanita Afrika itu.

Lalu teriakan Laun berubah jadi perintah untuk membunuh.

“Bakar dia sampai mati! Lalu biarkan mayatnya jadi makanan anjing!”

“Tambah kayu!Jangan biar apinya mati!” “Bakar dia!Jangan kasih dia sempat baca mantra lagi!”

Dan di antara semua teriakan itu, ada yang paling menyakitkan: “Lanang! Dulu kami anggap kau saudara…sekarang kau pengkhianat!”

“Kau bukan pahlawan…kau penghancur! Kau yang menebarkan kutukan di seluruh tempat kami!”

Bryan menggigil. Sekeras-kerasnya ia ingat ini cuma penglihatan, tubuhnya tidak bisa bohong. Setiap tuduhan yang dilontarkan ke arah Lanang, rasanya seperti bara api yang menembus dada nya sendiri. Semua kekejian yang dilakukan oleh entitas itu, semua teror, kini ditimpakan kepada satu orang ini.

Lalu, ia melihatnya. Si saudagar kaya, berdiri di balik barisan serdadu Belanda, wajahnya menyungging senyum tipis yang licik. Dia yang memberi perintah. Tanpa ampun.

"Bakar sampai jadi abu! Jangan beri dia kesempatan merapal mantra!"

Tumpukan kayu kering berhamburan ke tengah lapangan, menderu-deru mengelilingi tiang tempat Lanang terikat. Bunyi kayu berdentaman bersahutan dengan geram dan sumpah serapah massa. Bryan bisa merasakan getaran halus yang mengalir dari tubuh Lanang. Bukan getaran ketakutan, melainkan getaran getir dan pasrah yang begitu pahit.

"Cepat! Nyalakan!" "Jangan kasih dia waktu!" "Bakar dosa-dosanya sampai bersih!"

Seorang lelaki maju membawa obor. Api di ujungnya menjilat-jilat udara, menari-nari liar ditiup angin. Sorak sorai massa memecah langit, bergemuruh seperti gempa bumi dari ratusan dada yang dipenuhi kebencian yang sama.

Bryan menahan napas. Obor itu diayunkan, lalu dijatuhkan.

Whoosh!

Seketika, api melahap kayu kering dengan rakus. Lidah-lidah jingga menyala menjilat udara, membelai, lalu membakar. Cahayanya memantul ke wajah-wajah di kerumunan, mengubahnya menjadi topeng-topeng jingga yang garang dan asing. Dan di tengah-tengah lingkaran neraka itu, Lanang berdiri tegak. Matanya menatap mereka, kosong, seperti sudah tidak ada lagi yang bisa dibaca di sana.

Panas mulai menjilat kulit. Suara kayu meletus dan retak. Sorak-sorai semakin menjadi, hampir-hampir tidak manusiawi.

Saat panas itu mulai membakar, segalanya menyerang Bryan sekaligus. Bukan cuma panas api, tapi panas yang lain. Panas rasa dikhianati. Panas karena dibenci oleh orang-orang yang ia bela. Panas karena diinjak-injak setelah berkorban segalanya. Semua perasaan itu menyatu, menghantam jiwanya.

Tapi... sebelum kobaran api mulai melahap seluruh tubuh Lanang, Bryan masih sempat melihat secara samar-samar. Seorang lelaki datang menunggang kuda, menghambur-hamburkan pedang panjangnya ke arah kerumunan rakyat yang mengepung sahabatnya.

Saloka?!

Dia datang... dengan ekspresi hancur. Wajahnya penuh darah, dan membayangkan murka yang luar biasa.

Dengan serampangan, ia berusaha menyelamatkan Lanang. Diterjangnya siapa saja yang menghalangi jalannya.

Sayangnya...

Kesadaran Bryan sudah terseret jauh. Hingga ia tak tahu lagi apa yang terjadi selanjutnya. Seolah jiwanya terhisap masuk dalam kegelapan yang pekat dan dalam.

Bryan pun terseret masuk ke dalam kegelapan dan keputusasaan yang dirasakan Lanang.

Di dalam kegelapan itu, yang ia rasakan hanyalah panas. Panas yang membakar kulit. Panas amarah yang tidak pada tempatnya. Panas air mata yang menguap sebelum sempat tumpah.

Lalu, tiba-tiba, sebuah sensasi baru menghantamnya. Sebuah guncangan. Kasar. Menggoyang-goyang tubuhnya yang lemas. Ini bukan api.Bukan tangan serdadu. Ini sesuatu yang lain. Sesuatu dari luar.

Dan kemudian, sebuah suara. Samar-samar,seperti teriakan dari seberang sungai yang sangat jauh. Tapi suara itu makin keras,makin mendesak, menembus dinding gelap yang menyekapnya.

"Bryan...! Bryan...! Bangun!"

"Bryan...!Dengarkan suaraku...!"

Dan lalu, sebuah suara yang menusuk telinganya, memekakkan, merobek segala ilusi.

"NGIIIIING!!!"

.

.

******* Flasback End *******

.

.

"NGIIIIING!!!"

“—dam! Adam! Bryan! Astaga, apa yang terjadi?!”

"Ada apa dengan kalian!"

"Hei! Bangun!"

Suara itu terlalu keras hingga rasanya menusuk telinga Lanang,

"Akh...!!!" Lanang mengeram lirih, memecah kegelapan yang menyelimuti kesadarannya.

Di ikuti suara perempuan bernada tinggi dan panik.

“Bryan! Dengarkan suaraku! Adam, bangun!”

Seorang mengguncang-guncang tubuhnya lagi dengan kasar. Lanang atau Jiwanya yang sudah kembali pada tubuh Adam, mengeluarkan suara mendesah parau sekali lagi.

Rasa pusing yang amat sangat melanda, berdenyut-denyut di pelipisnya, itu jelas seperti bekas pukulan dari pintu kayu jati yang berulang kali memantulkan kekuatannya, melawan usaha Lanang untuk masuk kedalamnya.... 

Sakitnya masih terasa… tapi juga tidak. Ini sakit yang berbeda, lebih dalam, seperti otaknya sendiri yang terluka.

Dia memaksa matanya terbuka.

Merah!

Pandangannya masih kabur, diselimuti lapisan warna merah. Dia melihat siluet-siluet samar berkerumun di sekelilingnya, lampu neon di langit-langit menyilaukan matanya yang sensitif. Bau minyak pel jaman kekinian, dan aroma logam.

“Mereka berdarah! Lihat! Dari telinga mereka!” teriak suara laki-laki lain, bernada horor.

Darah?

Pikiran Lanang masih kacau. Ya, tentu saja darah. Dia baru saja mendapat serangan balik dari kekutan pintu jati yang menggila.. Tapi…

Tangannya tiba-tiba merasakan kalau ia sedang menggenggam sesuatu yang dingin dan berkeringat. Dengan susah payah, Lanang menoleh ke samping.

Bryan?! 

Wajah temannya Adam langsung terlihat, dengan matanya yang masih terkatup rapat.

Dan dari kedua pelipisnya dan dari dalam telinganya, mengalir garis-garis merah tua yang kontras dengan kulitnya yang pucat. Darah itu sudah mulai membekas di kerah bajunya. Bryan tidak bergerak, nafasnya terengah pendek dan tidak teratur.

Dan tangannya masih mencengkeram erat lengan Bryan, persis seperti saat ritual itu Intra Pati itu dimulai.

"Asu! Ritualnya belum terputus!" dan melalui titik sentuh itu, Lanang masih bisa merasakan sisa-sisa gelombang kejut dan rasa hancur yang dari pikiran Bryan.

“Apa… yang mereka lakukan?” bisik seorang agen wanita, suaranya gemetar sambil menatap mereka berdua kebingungan. “Ritual? Apa maksudnya ini, Adam? Ritual apa? Kenapa kalian berdua...”

“Jangan tanya sekarang! Cepat panggil medis kemari! Cepat!" bentak seorang laki-laki yang lebih tua di antara mereka, sambil berlutut di samping Bryan.

Dua jarinya memeriksa denyut nadi di leher Bryan. Wajahnya berkerut penuh kekhawatiran dan ketidakpercayaan.

Lanang mencoba menegakkan badan. Dunianya berputar lagi. Dia merasakan cairan hangat dan kental menetes dari telinganya sendiri, mengalir ke leher. Dia mengusap pelipisnya dengan jari, dan melihat ujung jarinya bernoda merah.

"Jancuk! Ternyata efeknya semengerikan ini? Apa aku salah perhitungan?" Gerutu Lanang tak percaya.

"Sialnya,,, aku malah bawa-bawa,,, Bryan?" Matanya menatap ke arah Bryan yang masih coba mereka sadarkan.

Ritual itu… ritual tukar ingatan yang dipaksakannya… telah memberi umpan balik yang brutal. Trauma masa lalunya tidak hanya membekas di ingatan saja, tapi merobek tubuh fisiknya di masa sekarang. Dan Bryan, yang terhubung langsung dengannya, yang menjadi saksi bisu kisah masa lalunya, ikut menanggung akibatnya.

***

1
Nana Colen
lanjut thooooor aku suka 😍😍😍😍😍
Yuni_Hasibuan: Sabar kakak...
OTW... Bruuummmmm...
total 1 replies
Nana Colen
lanjut thooooor❤❤❤❤🥰🥰
Yuni_Hasibuan: Terimakasih udah mau mampir kakak 🥰🥰🥰
total 1 replies
Maulana Alfauzi
Belanda memang licik
Yuni_Hasibuan: Liciknya kebangetan Bang.
total 1 replies
Maulana Alfauzi
hmm...
seru dan menyeramkan.
tapi suka
Maulana Alfauzi
Aku suka aja sama novel fantasi begini.
Maulana Alfauzi
Makasih up nya Thor.
semakin seru ceritanya
Yuni_Hasibuan: Makasih udah Mampir Bag.../Pray/
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!