Ivana Joevanca, seorang wanita ceria dan penuh ide-ide licik, terpaksa menikah dengan Calix Theodore, seorang CEO tampan kaya raya namun sangat dingin dan kaku, karena tuntutan keluarga. Pernikahan ini awalnya penuh dengan ketidakcocokan dan pertengkaran lucu. Namun, di balik kekacauan dan kesalahpahaman, muncul percikan-percikan cinta yang tak terduga. Mereka harus belajar untuk saling memahami dan menghargai, sambil menghadapi berbagai tantangan dan komedi situasi yang menggelitik. Rahasia kecil dan intrik yang menguras emosi akan menambah bumbu cerita.
“Ayo bercerai. Aku … sudah terlalu lama menjadi bebanmu.”
Nada suara Ivy bergetar, namun matanya menatap penuh keteguhan. Tidak ada tangis, hanya kelelahan yang dalam.
Apa jadinya jika rumah tangga yang tak dibangun dengan cinta … perlahan jadi tempat pulang? Bagaimana jika pernikahan ini hanyalah panggung, dan mereka akhirnya lupa berpura-pura?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rosee_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 17 - Elegansi yang Mengiris
Mobil berhenti di depan gedung perusahaan. Seperti biasa, pegawai menunduk hormat begitu Calix turun. Ivy melangkah di belakangnya bersama Trevor, dagunya terangkat tinggi, mencoba terlihat elegan.
Dari kejauhan, Angela sudah berdiri di dekat lobi, senyumnya manis dan penuh rasa percaya diri. Ivy bisa merasakan bulu kuduknya berdiri.
“Selamat pagi, Tuan Calix,” sapa Angela ramah, seolah sengaja mengabaikan keberadaan Ivy.
Mata Ivy langsung menyipit. Ia melangkah ke samping Calix, menggandeng lengan suaminya erat-erat, lalu tersenyum penuh kemenangan.
Kau bilang aku hanya mengandalkan wajahku, kan? Kalau begitu lihatlah bagaimana aku menggunaka**nnya!
“Selamat pagi juga, Angela. Terima kasih sudah menunggu kami,” ucapnya, dengan penekanan pada kata terakhir.
Angela menegang sesaat, tapi cepat-cepat menutupinya dengan senyum canggung. Calix sendiri hanya menatap sekilas meski keningnya berkerut sedikit, sebelum berjalan masuk dengan Ivy di sisinya.
"Sepertinya ada yang bilang tidak ingin ada rumor jika sekretaris baru menggoda tuan CEO," celetuk Trevor setelah sampai di lift. Hanya ada mereka bertiga di sana, masih dengan Ivy yang menggandeng manja lengan suaminya.
"Karena wanita itu menyebalkan!" sembur Ivy ketus.
"Padahal sudah saya bilang jangan mendekatinya." Trevor menggeleng pelan.
"Siapa juga yang mendekatinya. Dia sendiri yang sibuk mengejarku hingga ke rooftop."
"Ada apa? Dia mengganggumu?" Calix bertanya, namun ekspresinya tidak seperti orang yang ingin tahu. Ivy mencibir diam-diam.
"Dia bilang aku menggunakan wajahku untuk berada di posisi ini, jadi sekalian saja aku tunjukkan!" Ivy berkata penuh emosi, pipinya sudah memerah.
"Pantas saja," gumam Calix tidak terlalu peduli. Tidak heran wanita ini tiba-tiba menggandeng lengannya di depan orang lain
Trevor memijit pelipisnya pelan. “Saya rasa maksud Nona Ivy itu —”
“Apa?" Ivy langsung menyambar cepat, membuat Trevor spontan terdiam dengan senyum pasrah.
Calix melirik sekilas, tidak terganggu sedikit pun oleh nada tinggi istrinya. “Lalu?” tanyanya datar, seakan hanya sedang menanyakan cuaca.
Ivy terbelalak. “Lalu apa?! Tentu saja aku membalasnya."
Calix tetap tenang, menyesuaikan letak dasinya dengan gerakan anggun. Sekilas, sudut bibir Calix terangkat samar. “Bagus. Kalau begitu jangan tunjukkan kelemahanmu di depannya.”
Pintu lift berbunyi ting! terbuka. Ivy masih terdiam, memandangi punggung Calix yang sudah melangkah keluar. Rasanya aneh — bukannya membela dengan frontal, pria itu justru menantangnya untuk lebih kuat.
Trevor menoleh pada Ivy yang masih bengong. “Nyonya, sepertinya Tuan Calix lebih senang melihat Anda yang menggigit balik, bukan sekadar mengeluh.”
"Berarti tidak masalah kalau membuat keributan sedikit, kan?" katanya pada Trevor.
Pria itu menggeleng cepat, menolak dengan tegas pemikiran itu. "Tidak ada yang sedikit jika Anda membuat keributan, Nyonya."
Ivy menghela nafas kasar. "Sayang sekali," ujarnya lemas.
"Daripada itu, lebih baik pikirkan rapat hari ini." Tanpa menunggu jawaban, pria itu ikut menyusul Calix keluar.
...***...
Ruang rapat dipenuhi jajaran direksi dan tim proyek. Begitu semua duduk, perhatian langsung tertuju pada sosok wanita elegan yang berdiri di sisi layar presentasi.
Seorang wanita berpenampilan elegan, dengan rambut blonde bergelombang dan sikap tenang yang berwibawa. Ivy sudah tahu siapa dia — Beatrice. Asisten pribadi Catherine sekaligus desainer interior yang dipercaya memimpin proyek besar ini.
Ivy masih ingat jelas pertemuan bisnis mereka beberapa minggu lalu. Tak ada yang salah dengan sikap Beatrice waktu itu: sopan, profesional, dan sangat kompeten. Justru karena itulah, Ivy tidak menyukainya. Terlalu sempurna. Terlalu … cocok, apalagi mengingat wanita itu punya hubungan baik dengan Calix hingga pria itu mau menyentuhnya.
“Selamat pagi semuanya.” Beatrice menyapa lembut, lalu menatap Calix dengan sedikit anggukan hormat. “Tuan Theodore, senang akhirnya bisa mempresentasikan detail tahap kedua hari ini.” Formal, rapi dan tidak ada nada menggoda.
Namun bagi Ivy, kata-kata itu terdengar seperti aku masih mengenalmu dengan baik. Tangannya mencengkeram pulpen lebih erat di atas meja.
Calix hanya membalas dengan anggukan singkat. Ekspresinya sama sekali tak terbaca, meski Ivy merasa ada ketegangan samar di balik ketenangan itu.
Ivy memperhatikan dari kursinya, jari-jarinya mengetuk halus meja.
Jangan berpura-pura, aku tahu kau berniat sesuatu pada suamiku.
Beatrice mulai menjelaskan rancangan desain interior resort yang telah dibangun. Suaranya jelas, setiap detail teknis tersusun rapi. Hampir seluruh waktunya dihabiskan menatap layar atau tim teknis, hanya sesekali ia melirik singkat ke arah Calix, sekadar untuk memastikan persetujuan.
Namun di mata Ivy, itu tetap terasa mengganggu.
“Apakah ada masukan sejauh ini?” tanya Beatrice setelah menjelaskan satu bagian penting.
Hening menyelimuti ruangan. Ivy segera mengangkat tangan, sedikit terlalu cepat. Trevor yang duduk di seberangnya hanya bisa menoleh terkejut.
“Desainnya memang indah,” ucap Ivy dengan nada penuh penekanan. “Tapi menurut Saya bagian lounge di lobi terlalu … dingin. Jika ini ditujukan untuk menyambut tamu penting, bukankah seharusnya ada sentuhan yang lebih hangat dan berkarakter? Tidak hanya estetis, tapi juga harus terasa hidup.”
Beatrice menoleh padanya, sorot matanya tetap lembut. “Itu masukan yang bagus, Sekretaris Ivy. Saya akan mendiskusikan dengan tim untuk mencari opsi material dan pencahayaan yang bisa menambah kehangatan tanpa mengurangi kesan elegan.”
Tidak ada nada meremehkan. Tidak ada tanda ingin bersaing. Justru sikap tenang itu yang membuat Ivy makin gusar.
Calix menoleh sekilas ke arah istrinya, lalu kembali menatap ke depan. Tak ada komentar panjang, hanya tarikan samar di sudut bibirnya —seolah ia sedang menguji sejauh apa istrinya bisa berperan, bukan sekadar duduk mendampingi.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
mungkin si ivy klo melek jg bakal meleyot ya /Applaud/emhh manisnya abang cal/Kiss/
semangat kaka sehat selalu
pliss thor jangan sampai hiatus lagi yaa and jaga kesehatan selalu
smangat 💪💪💪