NovelToon NovelToon
Duda Dan Anak Pungutnya

Duda Dan Anak Pungutnya

Status: sedang berlangsung
Genre:Dikelilingi wanita cantik / Diam-Diam Cinta / Cinta Terlarang / Crazy Rich/Konglomerat / Duda
Popularitas:2.6k
Nilai: 5
Nama Author: ScarletWrittes

carol sebagai anak pungut yang di angkat oleh Anton memiliki perasaan yang aneh saat melihat papanya di kamar di malam hari Carol kaget dan tidak menyangka bila papanya melakukan hal itu apa yang Sheryl lakukan

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ScarletWrittes, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 16

Fitri takut kalau misalkan dirinya menerima tawaran tersebut dan mengambil kesalahan.

Sedangkan, pasti guru-guru lain tidak akan senang kalau seandainya Fitri mengambil tawaran itu.

Kalau Fitri benar-benar menerimanya, pasti banyak guru yang tidak suka, dan akhirnya keadaan bisa jadi seperti kemarin lagi.

“Udah, lu nggak usah mikirin perasaan guru-guru lain. Lagian guru-guru lain juga pasti bakal setuju kok sama elu. Lagian kan lu baik, dan gara-gara lu juga mereka jadi naik jabatan,” ujar Dinda.

“Gua tuh mikir, Din… kalau seandainya gua ngambil tawaran itu, gua ngerasa kayak nggak menghargai guru-guru lain yang udah kerja lama di sini. Gua kan masih baru, bahkan belum setahun,” ucap Fitri pelan.

“Iya, tapi kalau memang itu rezeki lu, nggak ada yang bisa ngelarang. Lagian mau diapain juga, tetap aja itu rezeki lu. Gua bingung sama lu, kenapa sih selalu mikirin orang lain terus? Kenapa lu nggak pernah mikirin diri lu sendiri dulu?”

“Emangnya gua orangnya kayak begitu ya, Din? Maksudnya, selalu mikirin orang lain tanpa mikirin diri gua sendiri?”

“Iya, menurut gua sih begitu. Kalau lu nggak begitu, gua nggak mungkin ngomong kayak gini,” jawab Dinda tegas.

Fitri terdiam. Ia merasa ucapan Dinda ada benarnya, bahwa dirinya terlalu sering memikirkan orang lain dan kurang bersyukur pada dirinya sendiri.

“Terus menurut lu, sekarang gua harus gimana dong? Gua kan jadi wali kelasnya Carol. Dia kemarin sempat nanya soal tugas, terus gua bantu jelasin,” kata Fitri sambil berpikir.

“Dia itu yang kemarin dilecehin sama Pak Beno, kan? Gila ya, guru kayak gitu nggak nyangka bisa ngelakuin hal kayak gitu ke murid secantik Carol,” ujar Dinda dengan kesal.

“Ya mungkin karena dia cantik, makanya dia kepikiran yang aneh-aneh. Tapi menurut gua sih, dia memang nggak sehat. Orang aneh,” balas Fitri.

“Tapi lu bersyukur deh, nggak pernah dilecehin Pak Beno. Lu juga cantik, Fit,” kata Dinda menggoda.

Fitri langsung merasa kesal mendengar perkataan itu. Ia lalu mencoba menggelitik Dinda sampai Dinda tertawa geli.

“Aduh, jangan gelitikin, Fit! Geli, tahu nggak sih!” seru Dinda sambil tertawa.

“Lagian lu kalau ngomong suka nggak pakai filter, sih. Makanya gua suka kesel kalau denger omongan lu,” balas Fitri.

“Ya gimana, Fit. Gua cuma berusaha jujur aja. Salah ya kalau jujur? Kayaknya di dunia ini jujur tuh nggak boleh deh,” ucap Dinda sambil cengengesan.

Fitri hanya menggeleng, tapi dalam hati ia tertawa kecil. Mereka memang sudah bersahabat lama, namun tetap saja ada hal-hal kecil yang membuat mereka saling kesal.

“Bukan nggak boleh jujur, cuma gua kesel aja kalau denger cara lu ngomong. Lagian, lu kalau ngomong tuh serius banget, nggak pernah becanda,” ujar Fitri sambil tersenyum.

“Ya udah, maaf deh. Yuk, kita ke kelas. Daripada ngomongin orang terus, nggak baik loh, nggak sehat,” kata Dinda menutup pembicaraan.

Akhirnya mereka pun berpisah untuk mengajar di kelas masing-masing. Dinda mengajar sosiologi, sementara Fitri mengajar biologi.

Setelah selesai mengajar, Dinda menghampiri Fitri di ruang BK. Fitri sempat bingung, tapi ternyata yang datang adalah Dinda.

“Lu belum pulang, Fit? Gua kira udah pulang. Ngapain sih masih di sekolah?” tanya Dinda.

“Iya, ini bentar lagi mau pulang. Lu bawel banget, sih. Ya udah, yuk pulang bareng,” jawab Fitri.

Saat mereka keluar dari sekolah, tiba-tiba Fitri melihat seorang pria paruh baya yang masih tampan dan gagah. Fitri merasa seperti mengalami cinta pertama kepada pria itu.

Fitri menatap Dinda sambil berbisik, “Lu kenal nggak sih itu siapa? Kok dia tampan banget ya? Dia orang tua murid atau pegawai baru?”

Dinda melirik dan menjawab, “Dia itu papanya Carol. Namanya Pak Anton, CEO muda yang kaya raya. Banyak guru yang suka sama dia, tapi dia nggak peduli. Katanya sih, dia cuma fokus sama anaknya. Jangan bilang lu suka sama dia, nanti lu jadi emaknya Carol dong.”

Fitri tersipu. “Oh, dia papanya Carol? Pantesan anaknya cantik, bapaknya aja ganteng.”

“Iya. Katanya sih, Carol lahir tanpa ibu. Gua juga nggak tahu, Pak Anton itu duda atau istrinya udah meninggal. Tapi gosipnya banyak banget,” kata Dinda pelan.

“Hus! Jangan ngomong sembarangan. Jangan percaya gosip-gosip kayak gitu. Kalau mau tahu orang, ya tanya langsung,” tegur Fitri.

Dinda hanya tertawa kecil melihat reaksi Fitri. “Hati-hati lu, Fit. Jangan sampai beneran suka sama bapak orang. Kalau dia punya istri, kan repot.”

“Enggak ah, gua cuma kagum aja. Ganteng sih, tapi ya udah, cuma itu aja,” jawab Fitri berusaha menutupi perasaannya.

“Kepala sekolah aja suka sama papanya Carol. Gua sih nggak heran kalau banyak yang naksir,” kata Dinda sambil terkekeh.

Fitri hanya mengangguk pelan. Dalam hati, ia takut kalau benar-benar jatuh cinta pada Anton.

Anton memang tampan, tapi ia dikenal dingin terhadap wanita. Banyak yang bilang ia “tidak normal” karena tidak pernah menggoda atau menunjukkan ketertarikan. Namun, Anton tak pernah peduli dengan omongan itu. Ia justru merasa tenang karena orang-orang tak berani mendekatinya.

Setelah berbicara dengan kepala sekolah mengenai Carol, Anton pun pergi. Fitri dan Dinda akhirnya pulang ke rumah masing-masing.

Sesampainya di rumah, Fitri termenung.

“Kenapa aku sering memikirkan pria itu, ya? Padahal dia sudah menjadi ayah dari anak yang hampir dewasa. Masa iya aku menyukai suami orang lain?” gumamnya.

Fitri merenung lama. Ia tahu perasaannya salah, dan mencoba menepis pikiran itu sebelum akhirnya tertidur.

 

Di rumah Carol...

Anton baru pulang kerja. Carol segera menghampiri ayahnya sambil membawa makanan yang baru ia buat.

“Papa, aku udah masak! Papa mau cobain nggak?”

Walau lelah, Anton tidak menunjukkan rasa letihnya di depan sang anak. Ia mencoba makanan itu, meski bukan seleranya, tapi tetap menghargai usaha Carol.

“Gimana, Pa? Enak nggak?” tanya Carol penuh harap.

“Enak. Terus, kamu mau ngapain sama makanan ini?” tanya Anton lembut.

“Aku niatnya mau jual, tapi nggak tahu cara pasarinya. Papa mau nggak ajarin aku gimana caranya?”

Anton tersenyum. Ia tidak menyangka anaknya berpikiran dewasa seperti itu.

“Baiklah. Nanti Papa ajarin pelan-pelan, biar kamu paham. Kapan kamu mau mulai belajar?”

“Terserah Papa aja. Kalau Papa sibuk, jangan deh, aku takut ganggu,” jawab Carol sopan.

“Papa nggak sibuk kok, apalagi kalau buat kamu. Orang yang punya niat belajar nggak boleh dilarang,” ucap Anton sambil tersenyum hangat.

Carol tersenyum bahagia mendengar itu. Ia tidak menyangka ayahnya akan begitu mendukungnya.

Di rumah itu, semua pembantu sangat menghormati Carol dan Anton. Meskipun kaya, Carol tak pernah bersikap sombong. Ia selalu ramah, sopan, dan memperlakukan semua orang dengan baik.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!