NovelToon NovelToon
Not Everyday

Not Everyday

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Dijodohkan Orang Tua / Romansa / Obsesi / Keluarga / Konflik etika
Popularitas:1.1k
Nilai: 5
Nama Author: Gledekzz

Hidup Alya berubah total sejak orang tuanya menjodohkan dia dengan Darly, seorang CEO muda yang hobi pamer. Semua terasa kaku, sampai Adrian muncul dengan motor reotnya, bikin Alya tertawa di saat tidak terduga. Cinta terkadang tidak datang dari yang sempurna, tapi dari yang bikin hari lo tidak biasa.

Itulah Novel ini di judulkan "Not Everyday", karena tidak semua yang kita sangka itu sama yang kita inginkan, terkadang yang kita tidak pikirkan, hal itu yang menjadi pilihan terbaik untuk kita.

next bab👉

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Gledekzz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bohong yang rapi

Pagi ini suasan kantor agak berbeda. Gue baru aja selesai menyelesaikan beberapa berkas saat sekretaris menyampaikan kalau Gue diminta menghadiri rapat kecil dengan pihak salah satu perusahaan rekanan.

Awalnya Gue begitu nggak peduli, karena rapat-rapat begini sering banget terjadi. Tapi melihat nama perusahaan yang tertera di undangan, dada Gue tiba-tiba berdebar aneh.

Perusahaan itu milik keluarga Darly. Entah kenapa, ada rasa penasaran sekaligus nggak nyaman. Dari awal-awal kami ketemu, Darly selalu pamer kalau dia CEO muda, orang penting, punya kendali penuh atas perusahaan keluarganya.

Gue sering beberapa kali mendengar Mama memuji betapa suksesnya Darly, seakan dia paket lengkap yang nggak mungkin di tolak.

Tapi jujur aja, dalam hati Gue sering mempertanyakan, benarkah semua itu?

Soalnya Gue merasa aneh aja, perusahaan ini selalu bersifat privasi. Apa itu termasuk trik Darly?

Tapi anehnya udah lama juga dia nggak kerumah semenjak acara Tante Rani. Mama ngomong aja lewat telepon, dan Darly juga ngomong maaf bahwa dia akhir-akhir sangat sibuk karena pekerjaannya yang sebagai CEO itu, dan nggak sempet datang kerumah.

Rapat berlangsung di sebuah ruang meeting lantai tiga. Ruangan ber-AC dingin, bermeja panjang dengan proyektor yang menampilkan data-data finansial.

Gue duduk di samping dua orang karyawan mereka, sedangkan perwakilan perusahaan Gue ada di sisi lain. Suasana berjalan formal, penuh angka dan kerja sama.

Selesai rapat, semua orang mulai membereskan berkas. Gue sendiri masih sibuk meletakkan catatan di map ketika tanpa sadar mulut Gue melontarkan pertanyaan. "Oh ya... apa Pak Darly ada di kantor ini?"

Pertanyaan itu keluar begitu aja, padahal Gue sendiri nggak yakin kenapa harus menanyain.

Dua karyawan lawan ngomong Gue saling melirik cepat. Ada semacam tawa kecil yang ditahan di ujung bibir mereka. Gue bisa liat jelas, mereka kayak menimbang harus jawab apa.

"Pak Darly, ada, Buk. Tapi... mungkin hari ini belum bisa di temui." salah satu dari mereka akhirnya buka suara.

Alis Gue terangkat. "Kenapa? Apa dia lagi sibuk?

"Hmm..." karyawan itu menunduk sedikit, lalu menatap rekannya seakan minta izin.

"Beliau dalam masa sanksi bos besar. Jadi hari ini nggak bisa ikut rapat, atau tampil di depan," jawab karyawan satunya lagi dengan suara rendah.

Gue sempat terdiam, menatap mereka dengan bingung. Sanksi dari bos besar? Bukannya Darly itu bos utamanya? CEO?

"Maaf," Gue refleks bertanya. "Saya pikir Pak Darly yang pemimpin perusahaan ini. Maksud saya, bukannya dia CEO di siini?

Sekali lagi mereka saling melirik. Kali ini tawa kecil nggak bisa mereka tahan, meski cepat-cepat dengan batuk pura-pura. "Oh... bukan, Buk. Pak Darly memang sering memperkenalkan dirinya begitu. Tapi sebenarnya, beliau hanya sepupu pemilik perusahaan. Jadi... ya, bukan CEO. Bukan pemilik juga."

Deg.

Rasanya kayak ada palu gede jatuh di kepala Gue. Semua kebanggaan Darly yang selalu dia pamerkan. Mobil mewah, jabatan, gaya hidup ala orang berkuasa mendadak terliat kayak topeng yang dia gunakan.

"Tolong jangan sampai info ini keluar ya, Buk. Kalau sampai keluarga besar mereka tau, kami ngomong gini, bisa-bisa posisi kami di sini habis." mereka melanjutkan dengan bisikan hati-hati.

Gue menutup map pelan, mencoba tetap tersenyum sopan. "Saya mengerti. Terima kasih banyak atas penjelasannya."

Setelah itu Gue pamit, meninggalkan ruangan dengan langkah yang lebih cepat dari biasanya.

Begitu sampe di mobil, Gue langsung menjatuhkan diri di kursi belakang. Kepala Gue penuh dengan suara-suara bertabrakan. Jadi selama ini Mama, Papa, bahkan Gue sendiri dibohongi?

Atau... Darly memang sengaja membangun citra palsu itu untuk buat keluarganya percaya dia orang hebat? Kenapa juga keluarganya mendukung?

Seketika Gue merasa di tipu mentah-mentah. Untung Gue tau sekarang. Kalau nggak... Gue hampir aja mengorbankan masa depan Gue buat orang yang nggak bakal punya keberanian jujur soal siapa dirinya sebenarnya.

Tangan Gue gemetar, kepala Gue nyut-nyutan, seakan semua darah naik sekaligus ke ubun-ubun. Napas Gue pendek, jantung nggak berhenti berdebar. Dalam kondisi kayak gini, Gue cuma bisa mikirin satu orang.

Adrian.

Entah kenapa, bayangan wajahnya muncul begitu aja. Senyumnya, caranya ngomong santai seakan semua masalah dunia bisa jadi receh, dan tatapan matanya yang anehnya buat Gue selalu merasa aman.

Gue menutup mata, mencoba mengusir rasa panas di dada, tapi justru ingatan tentang Adrian yang makin kuat.

"Gue harus tenang dulu," Gue bergumam pelan, tangan menekan pelipis.

Tapi gimana caranya?

Satu-satunya cara yang muncul di kepala Gue... Gue harus ketemu Adrian. Bahkan kalau pun cuma sebentar, Gue butuh distraksi.

Gue butuh seseorang yang bisa buat Gue lupa sebentar sama semua kebohongan ini, sambil mikir langkah apa yang harus Gue ambil selanjutnya. Gue juga nggak punya bukti buat kasih tau Mama sama Papa. Mereka pasti malahan menyalahkan Gue balik.

Tapi Gue juga nggak bisa ngomong, Adrian, Gue butuh ditemenin. Itu bukan Gue banget. Harga diri Gue masih terlalu tinggi buat ngaku setelanjang itu.

Gue menatap layar ponsel, jemari ragu-ragu di atas nama kontak Adrian. Akhirnya sebuah ide muncul, alasan kerja.

Kebetulan Gue ingat betul, perusahaan lagi kekurangan tenaga cleaning servis setelah salah satu karyawan cidera karena kecelakaan kerja.

Posisi itu butuh di ganti sementara. Ide itu langsung muncul di kepala. Gue bisa pura-pura butuh bantuan Adrian, menawarkan pekerjaan kecil ini. Dengan gitu, Gue bisa ketemu dia tanpa harus keliatan desperate.

Tangan Gue cepat mengetik. "Ada lowongan sementara di kantor. Cleaning servis. Lo tertarik nggak?"

Pesan singkat itu Gue baca ulang tiga kali sebelum akhirnya dikirim. Jari Gue gemetar, bukan karena takut Adrian nolak, tapi karena sadar betapa konyolnya Gue memutar otak cuma demi bisa ketemu dia.

Ponsel Gue gemetar, balasan masuk. "Kerjaan, Cleaning servis? Serius lo?"

Gue tersenyum miris. Bahkan lewat teks aja, Gue bisa ngebayangin ekspresi wajahnya. Pasti, alisnya terangkat, nada bicaranya yang nyaris meledek.

"Serius. Ada karyawan cedera, perusahaan butuh pengganti. Daripada lo nganggur kan," balas Gue cepat.

Balasan Adrian muncul hampir seketika. "Hahaha. Lo ngajakin Gue kerja apa ngajakin Gue ketemu, sih?"

Deg.

Senyum tipis keluar tanpa bisa Gue tahan. Padahal Gue lagi kesel, lagi muak, tapi caranya ngomong selalu buat hati ringan.

"Yaudah terserah lo. Kalau nggak mau juga nggak apa-apa. Gue cuma nawarin." Gue mengetik balasan dengan nada formal, berusaha menyangkal.

"Gue ikut deh. Kan udah Gue ngomong, Gue selalu buat lo, meski lo nggak hubungi Gue."

Kalimat itu tiba-tiba buat dada Gue hangat. Tapi sekaligus ada tanda tanya besar yang buat Gue penasaran.

Gimana dia bisa selalu tau di saat Gue butuh dia?

1
Susi Andriani
awal baca aku suka
Siti Nur Rohmah
menarik
Siti Nur Rohmah
lucu ceritanya,,,🤣🤣🤣
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!