Safeea dan ibunya sudah lama hidup di desa. Setelah kematian ibunya, Safeea terpaksa merantau ke kota demi mencari kehidupan yang layak dan bekerja sebagai pelayan di hotel berbintang lima.
Ketika Safeea tengah menjalani pekerjaannya, ia dibawa masuk ke dalam kamar oleh William yang mabuk setelah diberi obat perangsang oleh rekan rekannya.
Karena malam itu, Safeea harus menanggung akibatnya ketika ia mengetahui dirinya hamil anak laki laki itu.
Dan ketika William mengetahui kebenaran itu, tanpa ragu ia menyatakan akan bertanggung jawab atas kehamilan Safeea.
Namun benarkah semua bisa diperbaiki hanya dengan "bertanggung jawab"?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sylvia Rosyta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 22
William menelan ludahnya, lalu perlahan mendekati Safeea.
“Safeea…” ucapnya pelan, seolah meminta izin melalui bahasa hati mereka berdua.
Namun, Safeea tak menjawab. Gadis itu justru terdiam, tatapannya masih terkunci pada William. Dan dalam diamnya itu, William akhirnya menyerah pada dorongan hatinya. Ia memiringkan wajahnya, mendekatkan bibirnya hingga menyentuh bibir Safeea.
Ciuman itu tidak hanya sekadar singgah, melainkan menghisap segala logika yang ada. William menciumnya dengan lapar, seolah rasa haus yang telah lama ia pendam akhirnya menemukan tempatnya.
Safeea sempat terkejut dengan tindakan William yang tiba tiba menciumnya dengan intens dan membuat tubuhnya menegang. Tapi saat napas hangat William bercampur dengan miliknya, Safeea tak lagi punya kekuatan untuk menolak. Perlahan, kelopak matanya terpejam, dan membiarkan dirinya terbuai dalam ciuman itu.
Jantungnya berdegup kencang, tubuhnya bergetar, dan tanpa sadar Safeea membalas ciuman William meski dengan cara yang canggung. Ciuman itu semakin dalam, semakin menuntut, hingga membuat Safeea nyaris kehabisan napas.
William terpaksa melepaskan ciumannya ketika ia merasakan Safeea yang menghirup udara dengan tergesa-gesa. Mereka berdua saling menatap dalam jarak yang begitu dekat. Mata William berkilat, penuh perasaan yang sulit ia sembunyikan, sementara wajah Safeea memerah, bibirnya sedikit bergetar, namun ia tidak mengucapkan satu kata pun.
Hanya ada keheningan dan detak jantung mereka yang berpacu begitu cepat.
William masih terdiam sembari menatap Safeea, kedua matanya tak lepas dari wajah lembut gadis itu yang kini memerah. Ada sesuatu yang menekan dadanya, sebuah dorongan yang tak bisa ia bendung lagi. Hanya beberapa detik setelah ia berdiam diri, William kembali menelan ludahnya, lalu perlahan mendekati Safeea.
Tanpa berkata apa-apa, William kembali mencium bibir Safeea yang kali ini dengan penuh posesif. Ciumannya terlihat dalam dan menuntut, berbeda dari sebelumnya yang sempat ragu ragu. Safeea terkejut dengan keberanian William, namun tubuhnya hanya bisa pasrah dan tenggelam dalam hangatnya ciuman itu.
Di sela-sela ciumannya itu, William mendorong tubuh Safeea dengan lembut hingga membuat punggung gadis itu kembali menyentuh ranjang. Gerakannya penuh kendali, namun tegas, seolah menegaskan bahwa ia tak ingin lagi ada jarak di antara mereka.
Safeea mengerjapkan matanya, jantungnya berdegup semakin kencang ketika merasakan William yang semakin mendekat. Bibirnya terus dicium, tanpa diberi ruang untuk bernapas lega.
Hingga pada akhirnya, William mulai menurunkan ciumannya ke pipi, lalu mendekat ke bahu Safeea. Bibirnya bergerak perlahan, menyusuri tubuh Safeea dengan lembut hingga sampai pada tali tipis gaun tidur yang menghiasi bahunya. William meraih tali tipis gaun tidur itu dengan bibirnya dan mencoba melepaskannya dengan cara yang begitu intim.
Namun ketika Safeea menahan gerakan William, tangannya refleks menyentuh dada William, matanya menatap William dengan penuh ketegasan bercampur gugup.
"Saya mohon tolong hati hati pak, saat ini saya sedang mengandung anak pak William."
Ucapan itu membuat William terhenti. Pandangan matanya menajam, namun bukan karena marah melainkan karena rasa haru yang mendadak menelannya. Ia menatap Safeea cukup lama, lalu menunduk untuk mendekatkan wajahnya, suaranya terdengar berat tapi lembut saat menjawab perkataan Safeea.
“Aku tahu. Dan aku akan berhati-hati. Aku tidak akan menyakitimu atau bayi kita.”
Safeea terdiam. Ada ketulusan yang begitu kuat di nada suara William, yang membuat hatinya perlahan luluh. Rasa takutnya sedikit mereda, dan ia hanya bisa mengangguk kecil.
....udah pasti kamu bakal hidup sangat berkecukupan.