Wulan, seorang bayi perempuan yang diasingkan ke sebuah hutan karena demi menyelamatkan hidupnya, harus tumbuh dibawah asuhan seekor Macan Kumbang yang menemukannya dibawa sebatang pohon beringin.
Ayahnya seorang Adipati yang memimpin wilayah Utara dengan sebuah kebijakan yang sangat adil dan menjadikan wilayah Kadipaten yang dipimpinnya makmur.
Akan tetapi, sebuah pemberontakan terjadi, dimana sang Adipati harus meregang nyawa bersama istrinya dalam masa pengejaran dihutan.
Apakah Wulan, bayi mungil itu dapat selamat dan membalaskan semua dendamnya? lalu bagaimana ia menjalani hidup yang penuh misteri, dan siapa yang menjadi dalang pembunuhan kedua orangtuanya?
Ikuti kisah selanjutnya...,
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Siti H, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kau Harus-2
Melihat mereka sedang terlena, Wulan Ningrum menutupi wajahnya dengan kain berwarna hitam yang selalu digunakan untuk berlatih saat bersama sang Macan Kumbang.
Naluri membunuhnya begitu sangat kuat untuk kedua orang tersebut.
Ia merasakan rasa sakit hati saat mereka menyebut nama Wijaya Ningrat dan juga Sulastri yang sudah mereka bunuh secara sadis, dan dilecehkan meski sudah menjadi mayat.
Gadis itu turun dengan cara melompat, dan mendarat diatas lantai dengan begitu ringannya.
"Hah!" keduanya tersentak kaget. Rasa tanggung saat akan mencapai puncak kenikmatannya, membuat keduanya meradang.
Dua wanita muda yang menjadi Sundel itu ketakutan. Mereka meringkuk diujung ranjang dengan wajah pucat pasu.
Tubuh mereka tanpa sehelai benangpun, dan kedua pria itu mencabut perkututnya dari sarang wanita gundik.
Melihat sesuatu yang menegang dibawah sana, membuat Wulan Ningrum bingung, sebab ia tak pernah melihat sebelumnya.
"Dasar, Sundel! Kamu mau digarap juga? Mengganggu kesenangan orang!" maki Walang Sangit dengan geram. Ia tak sempat berpakaian, dan begitu juga dengan pendekar Angin Maut yang tak kalah geramnya.
Meskipun Wulan Ningrum menutup wajahnya, tetapi mereka dapat menebak jika gadis didepan mereka sangatlah cantik.
Wulan Ningrum tak menyahut, ia mencabut pedang dipinggang dari sarungnya.
Lalu dengan sigap memasang kuda-kuda pertahanan, dan membuat kedua pria dihadapannya juga bersiap menyerang.
"Mencari mati kau rupanya!" Walang Sangit bergerak maju. Ia tidak perduli dengan sesuatu yang bergandulan diantara selangkanya.
Pria itu menghunuskan ujung pedangnya ke arah wajah Wulan Ningrum, dan dengan sigap, gadis itu memiringkan tubuhnya kesamping, dan ujung mata pedang melewatinya dengan jarak yang sangat tipis.
Wuuuuus
Deru anginnya membuat desingan yang menggetarkan rasa takut seseorang.
Lalu Wulan Ningrum memutar tubuhnya, dan memberikan satu tendangan ke arah pria bertubuh ceking yang terlihat masih tergagap karena tak menduga jika lawannya sangatlah tangguh.
Buuuuuugh
Sebuah tendangan tepat diantara dua buah biji salak tanpa penutup tersebut.
Braaaaaak
Tubuh lawannya terpental menghantam ranjang, dan berakhir dilantai.
"Aaaaaaargh," pekiknya kesakitan. Senjata kesayangannya terlihat lebam, sepertinya itu bukan tendangan biasa, sebab menggunkan tenaga dalam yang cukup tinggi.
"Brengsek. Kau apakan telurku?" makinya dengan rasa sakit yang sangat menyiksanya. Dimana dua biji salaknya tampak lebam dan merah maron, seolah terkena api.
Semakin lama lebamnya menjalar, dan kini sudah sampai ke pinggang.
"Hah! Brengsek! Kau menggunakan ajian gembolo geni!" maki sang pria tambun dengan geram.
Melihat hal itu, rekannya Si Angin Maut tak bisa tinggal diam. Ia menyerang Wulan Ningrum dari arah belakang, dan tentu saja hal itu tak membuat sang gadis berdiam diri.
Ia menyambut sang lawan dengan ujung pedangnya, lalu terjadi sebuah pertempuran yang sangat hebat.
Pria Tambun dengan tongkat kasti berdurinya, mengayunkan dengan cepat senjatanya ke arah sang lawan.
Tetapi Wulan Ningrum berusahan menghindari serangannya dengan menukikkan tubuhnya kebelakang hingga melengkung sejajar pinggang.
Lalu ia melompat jumping, dan saat bersamaan, ia melompat ke lantai, dan membuat gerakan ekor buaya mengibaskan ekornya dengan menggunakan kakinya atau disebut gerakan sapuan.
Braaaak
Pendekar Angin Maut terjatuh. Sedangkan senjatanya terlempar ke lantai dsn bergelinding menjauh..
"Aaaaargh," pekiknya kesakitan.
Belum sempat lawannya untuk bangkit, Wulan Ningrum bergulingan, lalu menjepitkan kedua tungkai kakinya dileher lawan dengan tekhnik guntingan.
Ia menjepit dengan kuat, membuat lawan kesulitan bernafas.
Sang pendekar Angin Maut berusaha untuk melawannya dengan melepaskan jepitan kedua kaki Wulan Ningrum dilehernya, sebab membuatnya kesulitan bernafas.
Sesaat sang gadis melihat sesuatu yang seolah hadir dipelupuk matanya, bagaimana pria itu menghabisi Wijaya Ningrat dengan sangat brutal.
Tongkat kasti berduri senjatanya dipakai menghantam kepala sang Adipati hingga pecah.
Rasa sakit sakit kembali hadir, dan ia semakin beringas dengan dendamnya.
Lalu tanpa memberi kesempatan, ia memutar leher lawannya, hingga berbunyi gemeretak.
Seketika pria itu tewas dengan leher patah tulang. Cairan pekat mengalir dari sudut mulutnya, dan kedua matanya membeliak dengan mulut yang ternganga.
Sedangkan Walang Sangit bergerak bangkit kearahnya dengan langkah gemetar dan tertatih.
Dari perkututnya yang lebam, mengalir darah pekat yang menetesi lantai kamar.
Pedang ditangannya seolah tampak bergetar karena ia sedang menahan rasa sakitnya.
Wulan Ningrum melompat dengan liukan tubuh yang sangat lentur.
Ia berdiri tegak, dan menatap jasad Angin Maut dengan rasa penuh kebencian.
Saat bersamaan, Walang Sangit mengayunkan pedangnya dengan sisa tenaga yang tak lagi ada.
Dan hal itu sudah terbaca oleh Wulan dengan mudahnya.
Ia menghunuskan ujung pedangnya, tepat mengenai dada kirinya dan menembus jantungnya hingga kebelakang punggung.
Bayangan pria itu yang sudah menghabisi Sulastri dengan brutal serta ikut menodai mayatnya, membuat darahnya mendidih.
Wulan Ningrum menekan ujung pedangnya, lalu mengalirkan ajian gembolo geninya, dan membuat tubuh pria itu mendadak matang.
"Aaaaaaaargh," cairan pekat keluar dari sudut mulutnya, dan Wulan Ningrum mencabut pedangnya, lalu membiarkan tubuh ceking itu ambruk ke lantai dengan tubuh berasap seperti seperti matang.
Ia memutar tubuhnya, lalu menatap pria tersebut dengan senyum sinis.
Ia kemudian berjongkok, lalu memeriksa kantong saku sang pria yang sudah terbujur tanpa nyawa.
Gadis itu mendapatkan tiga kantong uang dalam sebuah uncang yang terbuat dari kain berwarna hitam.
Ia menimangnya, dan menuju ke pria tambun, lalu melakukan hal yang sama.
Setelah mendapatkan kepingan uang logam yang terbuat dari emas ataupun perak.
Ia mengambilnya, dan mendapatkan dua kantong. Gadis itu tersenyum full, ia sepertinya mulai belajar untuk menggunakan uang, sebab itu akan berguna untuknya.
Setelah mengambil semuanya, ia melirik ke arah dua sundel yang ketakutan disudut ranjang.
Ia melemparkan sekantong uang, dan menatap tajam pada keduanya.
Setelah mengintimidasi keduanya, ia melompat naik ke atas genteng, dan tak lupa kembali menutupnya, lalu menyelinap kembali ke kamarnya.
Gadis itu masuk melalui jalan yang sama, menutup rapih, dan ia berusaha untuk mandi, sebab akan menghilangkan sisa bercak darah yang menempel ditubuhnya.
Setelah selesai dengan semuanya. Ia keluar dari kamar mandi dengan rambutnya yang basah dan ia dikejutkan oleh Rajendra yang berdiri menatapnya dengan kesal.
Kedua tangannya dilipat didepan sasa, dan ia terlihat sedang menyelidikinya.
"Mengapa kau begitu sangat lama? Apa yang kau lakukan didalam kamar mandi?" tanya dengan beruntun bagaikan gerbong kereta api.
Wukan Ningrum tak menjawab. Ia menatap pada sesuatu yang tersembunyi dibalik celana sang pemuda.
"Apa fungsi dari dua buah benda bergantungan dan sesuatu yang menjulur seperti pisang itu?" tunjuknya ke arah selangka Rajendra.
Seketika pemuda itu mengangakan mulutnya, dan membeliakkan kedua matanya.
"Hah?! Dimana kau melihatnya? Dan untuk apa bertanya?" Rajendra merasakan pipinya merah menahan rasa gemes pada sang gadis.
Apakah Wulan Ningrum terlalu polos atau memang tidak tahu sama sekali tentang fungsinya.
"Aku tidak sengaja melihatnya saat kau mandi disungai kemarin," sahut Wulan Ningrum, lalu beranjak pergi dari kamar mandi dan membuat Rajendra ingin segera menggigit gemas gadis itu.
pas ada notif aku mpe kaget krn di covernya ada tulisan END ,, sampai 2x bolak-balik di lihat mmg sdh END cerita nya 😢
tumben bgt novel yg ini cepat bgt habis nya , tahu-tahu dah END aja 😭
terimakasih untuk karya mu thor......
di tunggu karya terbaru mu