Amelia ,seorang janda yang diceraikan dan diusir oleh suaminya tanpa di beri uang sepeserpun kecuali hanya baju yang menempel di badan ,saat di usir dari rumah keadaan hujan ,sehingga anaknya yang masih berusia 3 tahun demam tinggi ,Reva merasa bingung karena dia tidak punya saudara atau teman yang bisa diminta tolong karena dia sebatang kara dikota itu ,hingga datang seorang pria yang bernama Devan Dirgantara datang akan memberikan pengobatan untuk anaknya ,dan kebetulan dia dari apotik membawa parasetamol ,dan obat itu akan di berikan pada Reva ,dengan syarat ,dia harus mau menikah dengannya hari itu juga ,
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Anjay22, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pelukan hangat Devan
Pagi itu datang perlahan, seperti biasa dengan sinar matahari yang menyelinap lewat celah gorden, suara burung yang saling bersahut-sahutan, dan aroma kopi yang mulai menyebar dari dapur. Tapi kali ini, ada sesuatu yang berbeda.
Amelia terbangun bukan karena alarm, bukan juga karena Bayu yang menangis, dan bukan pula karena rasa cemas yang biasa menghantuinya sejak dulu. Ia terbangun karena rasa hangat.
Hangat yang membungkusnya dari belakang,lengan yang melingkar lembut di sekitar pinggangnya, napas yang pelan mengenai lehernya, dan dada yang menempel hangat di punggungnya. Devan.
Mereka tidur berpelukan.
Tidak sengaja. Tidak dipaksakan dan alami. Seperti tubuh mereka akhirnya menemukan bahasa yang sama setelah lima bulan saling menjaga jarak.
"Semalam ,Mas Devan tidur dengan memelukku ?" Amelia berkata didalam hatinya ,dia merasakan tangan kekar Devan memeluknya dari belakang
Amelia diam sejenak, tak berani bergerak. Jantungnya berdebar pelan,bukan karena takut, tapi karena malu. Malu yang manis, seperti rasa pertama kali jatuh cinta di bangku sekolah. Ia menahan napas, berharap Devan belum terbangun, agar ia bisa menikmati momen ini sedikit lebih lama.
"Ternyata rasanya begini ,dipeluk suami ."
Amelia tidak berani bergerak ,dia hanya menikmati momen yang tidak pernah ia rasakan sebelumnya.
walaupun dia sudah pernah menikah ,tapi selama menikah dengan mantan suaminya dulu Rico tidak pernah memperlakukannya seperti itu,boro boro tidur bersama ,menoleh kearahnya dia tidak Sudi .
Saat ia sedang melamun tiba-tiba, lengan Devan bergerak perlahan, pelan sekali lalu menariknya sedikit lebih dekat.
“Pagi,” bisik Devan, suaranya serak oleh kantuk.
Amelia menelan ludah. “P…pagi.” jawab Amelia gagap
Ia masih memunggungi Devan, wajahnya memerah. Ia bisa merasakan senyum kecil di balik suara Devan.
“Kamu tidur nyenyak semalam?” tanyanya, masih berbisik, seolah takut memecah keheningan pagi.
“Hmm… iya,” jawab Amelia pelan. “Lebih nyenyak dari biasanya.”
Devan tertawa kecil. “Aku juga, Kayaknya,tubuhku akhirnya nemu tempat yang pas buat istirahat.”
Amelia tidak menjawab. Ia hanya menutup matanya lagi, membiarkan hangat itu menyelimutinya. Tapi dalam hati, ia tersenyum senyum yang tak bisa disembunyikan, meski wajahnya masih memerah.
Mereka diam sejenak. Hanya mendengarkan detak jantung masing-masing, suara napas yang berirama, dan semilir angin pagi yang masuk lewat jendela yang sedikit terbuka.
Lalu, Devan bergerak perlahan melepaskan pelukannya dan duduk di tepi ranjang. Amelia merasa kehilangan hangat itu, tapi sebelum ia sempat merasa kosong, Devan menoleh dan tersenyum padanya.
“Mau kopi? Aku buatkan?.”
Amelia mengangguk, lalu duduk perlahan, menarik selimut menutupi dadanya. “Tapi jangan terlalu pahit, ya. Aku masih ngantuk.”
“Tentu. Manisnya kayak senyum kamu pas bangun tidur,” goda Devan sambil berjalan ke arah pintu.
Amelia melempar bantal kecil ke arahnya. “Dasar!”
Devan tertawa, menangkis bantal itu dengan tangan, lalu mengedip. “Serius, itu senyum paling jujur yang pernah aku lihat.”
Dan sebelum Amelia sempat membalas, ia sudah menghilang ke dapur.
Amelia segera kembali kekamarnya ,mandi dan bergegas turun di ruang makan ,karena Bayu sudah di bawa pengasuhnya kebawah .
***
Di meja makan, Bayu sedang asyik mengoles selai cokelat ke rotinya dan separuh wajahnya juga ikut kena. Amelia duduk di sebelahnya, mencoba membersihkan wajah Bayu dengan tisu basah, sementara Devan menuangkan kopi ke cangkirnya.
"Asik bener ,sampai mukanya penuh coklat begini ," Amelia dengan sabarnya membersihkan muka Bayu yang celemotan coklat.
“Mama, tadi malam aku mimpi Abi jadi superhero!” seru Bayu tiba-tiba.
Devan nyaris tersedak kopi. “Beneran? Pake jubah?”
“Iya! Tapi jubahnya warna biru kayak baju Abi pas kerja.”
Amelia tertawa. “Wah, Abi jadi superhero kantoran, ya?”
“Yang kekuatannya bikin laporan Excel jadi rapi dalam sekejap,” tambah Devan sambil berpura-pura angkat tangan seperti punya kekuatan super.
Bayu tertawa terbahak-bahak, lalu bertanya, “Terus Mama jadi apa?”
“Mama jadi ratu dapur,” jawab Devan cepat. “Yang bisa bikin telur jadi bentuk hati dan roti jadi awan.”
Bayu mengangguk serius. “Aku mau jadi penjaga kerajaan! Biar nggak ada yang ganggu Mama sama Abi.”
Amelia dan Devan saling pandang lalu tersenyum. Dalam diam, mereka tahu: Bayu mungkin masih kecil, tapi ia merasakan perubahan itu. Ia tahu bahwa sesuatu yang indah sedang tumbuh di rumah ini.
***
Sepanjang hari, Amelia merasa ringan. Seperti ada beban yang selama ini ia pikul diam-diam akhirnya dilepas. Ia masih malu tentu saja. Setiap kali Devan lewat di dekatnya, ia merasa pipinya memanas. Tapi malu itu tidak lagi terasa seperti tembok. Ia mulai berani menatap mata Devan lebih lama. Berani menyentuh lengannya saat berbicara. Berani tertawa lebih lepas.
Sore harinya, ketika Bayu sedang bermain di halaman belakang dengan mobil-mobilan kayunya, Amelia duduk di teras, memegang secangkir teh hangat. Devan duduk di ayunan di sebelahnya, membaca buku,tapi matanya lebih sering mengintip Amelia daripada halaman buku.
“Kamu ngeliat aku terus, ya,mas ?” tanya Amelia tanpa menoleh.
“Hmm? Enggak,” jawab Devan pura-pura polos. “Aku lagi baca bab seru.”
“Bab mana? Yang judulnya ‘Cara Bikin Istri Malu-Malu Kucing’?”
Devan tertawa. “Itu bukan bab. Itu buku tersendiri. Edisi khusus buat kamu.”
Amelia menggeleng, tapi senyumnya tak bisa disembunyikan. Ia menyesap tehnya, lalu berbisik, “Tadi malam,aku tidur nyenyak banget.”
Devan menutup bukunya, lalu menatapnya. “Aku juga. Aku bahkan nggak mimpiin deadline kerjaan.”
“Berarti aku lebih ampuh daripada obat tidur?”
“Jauh lebih ampuh,” jawab Devan pelan. “Karena kamu nggak cuma membuat aku tidur nyenyak , tapi membuat aku merasa tenang.”
Amelia menunduk, jemarinya memainkan cangkir teh. “Aku juga,merasa tenang."
Devan diam sejenak. Lalu, perlahan, ia menggenggam tangan Amelia. “aku janji ,aku akan membuat hidup kalian terasa nyaman ."
Amelia merasa terharu ,Air mata kecil menggenang di pelupuk mata Amelia, tapi ia menahannya. Ia hanya mengangguk, lalu membalas genggaman Devan.
***
Malam kembali datang. Bayu sudah tidur kali ini tanpa protes, hanya dengan pelukan erat dan permintaan agar Devan “nyanyiin lagu rubah terbang” sekali lagi.
Di kamar utama, Amelia duduk di tepi ranjang, memakai piyama katun lembut berwarna pastel. Devan sedang mengganti baju di kamar mandi. Ia keluar dengan kaus oblong longgar dan celana tidur rambutnya masih agak basah, wajahnya segar.
“Kamu udah siap?” tanya Devan pelan.
Amelia mengangguk, lalu berbaring perlahan. Devan mematikan lampu utama, hanya menyisakan lampu tidur kecil berbentuk bulan yang pernah mereka beli bersama untuk Bayu,tapi akhirnya dipakai di kamar mereka sendiri.
Ia berbaring di sisi ranjang, lalu diam sejenak. Tidak langsung memeluk. Tidak memaksa. Hanya menunggu.
Dan Amelia perlahan, sangat perlahan membalikkan tubuhnya menghadap Devan.
Devan tersenyum dalam gelap. Lalu, dengan gerakan yang penuh perhatian, ia merangkulnya tidak terlalu erat, tidak terlalu longgar. Cukup untuk membuat Amelia merasa aman.
“Kamu nggak perlu bilang apa-apa,” bisik Devan. “Cukup di sini aja.”
Amelia mengangguk, lalu menyandarkan kepalanya di dada Devan. Detak jantungnya tenang. Napasnya stabil. Dan untuk pertama kalinya dalam hidupnya, ia merasa LENGKAP
Bukan karena status. Bukan karena pernikahan. Tapi karena ia akhirnya berani percaya bahwa cinta bisa datang pelan, tanpa gembar-gembor, tanpa drama dan tetap terasa seperti keajaiban.
Devan mencium puncak kepalanya dengan lembut. “Selamat malam, Amelia.”
“Selamat malam, Mas Devan,” jawabnya, suaranya hampir seperti desiran angin.
Dan di bawah selimut yang sama, di antara detak jantung yang berirama, dua hati yang dulu ragu-ragu akhirnya belajar bernapas dalam harmoni.
malam pertama nya
apakah Devan akan ketagihan dan bucin akut... hanya author yg tau...