NovelToon NovelToon
DIBELI TAKDIR (Pemuja Rahasia)

DIBELI TAKDIR (Pemuja Rahasia)

Status: sedang berlangsung
Genre:Misteri / Cintapertama / One Night Stand / Beda Usia / Identitas Tersembunyi / Dark Romance
Popularitas:25.4k
Nilai: 5
Nama Author: Nana 17 Oktober

Kevia tak pernah membayangkan hidupnya berubah jadi neraka setelah ayahnya menikah lagi demi biaya pengobatan ibunya yang sakit. Diperlakukan bak pembantu, diinjak bak debu oleh ibu dan saudara tiri, ia terjebak dalam pusaran gelap yang kian menyesakkan. Saat hampir dijual, seseorang muncul dan menyelamatkannya. Namun, Kevia bahkan tak sempat mengenal siapa penolong itu.

Ketika keputusasaan membuatnya rela menjual diri, malam kelam kembali menghadirkan sosok asing yang membeli sekaligus mengambil sesuatu yang tak pernah ia rela berikan. Wajah pria itu tak pernah ia lihat, hanya bayangan samar yang tertinggal dalam ingatan. Anehnya, sejak malam itu, ia selalu merasa ada sosok yang diam-diam melindungi, mengusir bahaya yang datang tanpa jejak.

Siapa pria misterius yang terus mengikuti langkahnya? Apakah ia pelindung dalam senyap… atau takdir baru yang akan membelenggu selamanya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nana 17 Oktober, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

16. Kembali Hadir

Ardi sempat menunduk, merasa tak enak hati saat Yoga bersikeras mengajaknya.

“Bapak ikut saya sebentar. Saya tunjukkan rumah yang saya maksud.”

Dengan mobil yang tadi ia kendarai, Yoga membawa Ardi menyusuri jalanan kota hingga akhirnya memasuki sebuah perkampungan padat tak jauh dari universitas negeri. Suasana riuh anak-anak kos yang lalu-lalang dengan tas punggung, gerobak makanan yang berjejer di pinggir jalan, hingga aroma gorengan yang menyeruak menambah hidup kawasan itu.

"Ramai sekali," batin Ardi.

Mobil berhenti di depan sebuah rumah bercat krem, tampak terawat. Pagar besi hitam berkilau, halaman depan cukup luas untuk parkir motor pelanggan. Pohon mangga dan jambu yang rindang cukup untuk membuat kendaraan pelanggan terlindungi dari panasnya terik matahari. Tepat di sampingnya berdiri deretan kamar kos khusus putri, sementara di belakang rumah terlihat bangunan serupa yang sudah penuh dengan penghuni.

“Silakan, Pak,” ujar Yoga sambil tersenyum, mempersilakan Ardi masuk.

Ardi melangkah masuk, matanya terbelalak. Di bagian depan rumah sudah disekat rapi, jelas siap dipakai untuk toko kelontong. Di sisi lain, sebuah meja panjang kosong dengan colokan listrik berjajar, jelas didesain untuk usaha fotokopi atau alat tulis.

“Rumah sebagus ini…” Ardi menelan ludah, “…pasti sewanya mahal. Bapak mana mampu?”

Yoga terkekeh pelan. “Kalau kontrakan kos di samping dan belakang penuh, lalu fotokopinya jalan, hasilnya sudah bisa buat bayar sewa rumah ini, Pak. Usaha kelontong bisa jadi pemasukan tambahan buat biaya hidup. Lagipula, saya tidak minta sewa mahal. Bapak bisa mulai bulanan dulu, untuk lihat perkembangan. Kalau merasa rugi, ya sudah, Bapak bisa cari tempat lain.”

Ardi menatapnya lama, seolah tak percaya dengan tawaran semurah itu. Tapi mata Yoga menyiratkan keyakinan penuh.

“Saya percaya Bapak gak bakal rugi di sini,” lanjut Yoga mantap.

Di luar rumah, dua anak buah Yoga berdiri di dekat mobil. Mereka berpura-pura sibuk menunggu, padahal telinga mereka tak lepas dari pembicaraan di dalam. Sesekali mereka saling melirik, lalu cekikikan kecil.

“Bos kita licik banget,” bisik salah satunya sambil menahan tawa. “Halusnya kebangetan. Dengan kasih rumah ini, keluarga Pak Ardi bisa bangkit tanpa ngerasa ditolong.”

Temannya mengangguk, mulutnya nyungging senyum lebar. “Iya, bener. Bos bantu berkembang tanpa bikin mereka merasa diremehkan, apalagi berhutang budi.” Ia menggeleng pelan, kagum. “Licik… tapi licik elegan.”

Yang lain mendengkus kecil, menepuk pundak rekannya. “Ya iyalah. Siapa dulu gurunya—Tuan Andi.”

Keduanya spontan terdiam sejenak, lalu ngakak tertahan.

“Parah sih. Bahkan alam juga dukung momen ini. Ingat gak tukang copet tadi? Cocok banget timing-nya.”

“Aku kira bos gak tertarik sama cewek. Bahkan sempat mikir jangan-jangan… ya gitu deh.” Ia menutup mulut, nyengir nakal.

“Eh, ternyata lihai banget, Bro. Di luar prediksi BMKG.”

“Bahkan NASA,” timpal rekannya cepat. Keduanya hampir tak sanggup menahan tawa.

Mereka akhirnya menyandar ke mobil, menghela napas panjang sambil senyum-senyum sendiri.

“Berarti selama ini emang belum ada yang cocok aja.”

“Bisa jadi.”

Yang satu lagi tiba-tiba mengingat sesuatu, wajahnya sok serius. “Eh, inget pas di mall kemarin? Astaga, aku masih hampir gak percaya kalau itu bos kita.”

“Bener! Sampai sekarang rasanya kayak mimpi.”

Keduanya terbahak kecil lagi, lalu buru-buru merapatkan bibir saat melihat pintu rumah terbuka. Wajah mereka kembali datar, seolah-olah sejak tadi mereka hanya berdiri tenang menjaga mobil.

***

Ardi pulang dengan wajah berbinar. Kevia yang baru saja selesai menyiapkan makan malam tertegun melihat ayahnya. Bukan hanya karena perban yang menempel di pelipis Ardi, tapi karena senyum itu… senyum yang sudah bertahun-tahun tak pernah lagi ia lihat.

“Ya Tuhan, Ayah…” Kevia mendekat, memandang khawatir. “Kening Ayah kenapa? Luka?”

Ardi mengusap pelipisnya pelan, masih dengan senyum tipis yang tak pudar.

“Nanti Ayah ceritakan,” jawabnya, tenang namun penuh semangat yang asing di mata Kevia.

Dengan hati-hati, Ardi masuk ke kamar lalu menggendong Kemala keluar. Perempuan itu tampak rapuh, tubuhnya semakin kurus, namun sorot matanya masih penuh kasih ketika menatap suami dan putrinya. Mereka bertiga lalu duduk di ruang kecil itu. Ruang yang sekaligus jadi ruang tamu, ruang keluarga, dan ruang makan. Di atas tikar lusuh, makanan sederhana yang hangat sudah terhidang.

Malam itu, kehangatan terasa berbeda. Ardi mulai bercerita. Suaranya bersemangat, sesekali matanya berbinar seolah ada harapan baru yang ia genggam.

“Ayah tadi terluka karena jatuh di tabrak pencopet yang di kejar massa. Ayah di tolong seorang pria muda. Namanya Yoga. Ia menawari Ayah rumah untuk disewa… sekaligus tempat usaha. Tempatnya strategis. Bahkan ada kontrakan di samping dan belakangnya. Sepertinya dia orang kaya. Kontrakannya banyak, mobilnya juga bagus.”

Kevia yang tengah menyendok nasi ke piringnya tiba-tiba terhenti. Jemarinya kaku sejenak. Nama itu… Yoga. Ia menelan ludah pelan, berusaha menutupi keterkejutannya. Tapi bibirnya tak kunjung terbuka untuk bertanya. Dalam hatinya ia berbisik,

"Mungkin hanya kebetulan. Banyak orang bernama Yoga di dunia ini. Lagian kata bapak dia pakai mobil, sedangkan Kak Yoga yang aku kenal selalu pakai motor."

Usai bercerita panjang lebar, Ardi menatap istri dan putrinya dengan sorot penuh harap. Senyum itu masih tersungging, namun kini suaranya terdengar lebih hati-hati, seolah tak ingin gegabah memutuskan sendiri.

“Apa kalian setuju kalau kita pindah ke rumah itu?” tanyanya pelan, pandangannya bergantian jatuh pada Kemala dan Kevia.

“Lokasinya strategis. Dan… lebih dekat dengan kampusmu, Sayang,” lanjutnya pada Kevia, suaranya bergetar menahan rasa optimis yang lama terkubur.

Kemala terdiam sejenak. Wajah pucatnya tampak lega melihat semangat suaminya. Ia lalu mengangguk pelan, senyumnya tipis tapi tulus. “Kalau itu membuatmu tenang… aku setuju.”

Kevia ikut mengangkat wajah. Ada banyak keraguan di benaknya, tapi melihat sorot mata ayahnya yang kembali berbinar setelah sekian lama, ia tak tega mematahkan harapan itu.

“Aku juga setuju, Yah,” ucapnya lirih.

Mendengar jawaban itu, Ardi menghela napas lega. “Kalau begitu, Ayah akan hubungi anak buah Yoga. Biar mereka atur segalanya.”

Kevia spontan mengerutkan dahi. “Kenapa bukan Yoga langsung, Yah? Apa Ayah nggak punya nomornya?”

Ardi tersenyum tipis, menggeleng. “Rumah itu yang urus anak buahnya. Katanya kalau ada yang mau sewa, langsung hubungi mereka. Jadi… ya begitu aturannya.”

Kevia hanya mengangguk pelan. Namun di balik wajah tenangnya, pikirannya berputar cepat. Nama itu, Yoga, terus terngiang di kepalanya, membuat hatinya tak bisa benar-benar tenang.

***

Kontrakan baru itu terasa bagai anugerah. Halamannya bersih, dengan pohon mangga dan jambu yang rimbun. Cahaya matahari menembus sela-sela daun, menebarkan nuansa hangat.

“Ibu bisa berjemur juga di sini,” gumam Kevia, wajahnya berbinar.

Ardi mengangguk, tersenyum tipis. “Semoga ke depannya hidup kita lebih baik.”

“Semoga,” sahut Kemala, suaranya lirih tapi penuh doa.

Mereka bertiga tersenyum, seakan menemukan harapan baru setelah sekian lama terhimpit kesulitan.

 

Pagi itu Kevia melangkah ke kampus dengan semangat berbeda. Rambutnya dikuncir rapi, wajahnya berseri. Koridor kampus yang biasanya terasa biasa saja, kini seperti menyambutnya dengan cerah.

Namun langkahnya terhenti ketika suara itu terdengar, memanggil namanya dengan lantang.

“Kevia!”

Spontan Kevia menoleh. Napasnya tercekat. Di sana, seorang pemuda berjalan mendekat, mengenakan kemeja putih sederhana namun terlihat begitu menonjol di antara kerumunan. Senyum tipis menghiasi wajahnya.

“Kevin…” gumam Kevia tak percaya.

Bisik-bisik langsung terdengar dari mahasiswa lain.

“Siapa tuh? Ganteng banget…”

“Astaga, mahasiswa baru ya?”

“Kayaknya anak orang kaya…”

Kevin berhenti tepat di hadapan Kevia. Tanpa ragu, ia meraih tangannya. Tatapannya teduh, penuh perasaan yang tak pernah benar-benar padam.

“Akhirnya kita bertemu lagi,” ucapnya, suaranya mengandung nada lega yang susah disembunyikan.

Kevia terperanjat. “Bukankah kamu kuliah di luar negeri?” tanyanya heran.

Kevin tersenyum tipis. “Ibuku sakit. Beliau ingin aku tetap di sisinya. Jadi… aku batal ke luar negeri.”

“Oh begitu…” Kevia mengangguk pelan. “Semoga ibumu lekas sembuh. Tapi, aku harus masuk kelas.” Ia buru-buru melirik jam di ponselnya, mencari alasan untuk melepaskan diri.

Kevin sempat melirik ponsel itu. Bukan lagi ponsel dengan layar kusam dan retak yang biasa dipakai Kevia. Bahkan pakaian yang dikenakan Kevia juga bukan pakaian murahan.

“Kebetulan kita di kelas yang sama. Ayo, tunjukkan aku ruangannya.” Ujung jarinya menguat, tetap menggenggam tangan Kevia.

Kevia melangkah, tapi hatinya gelisah. Sesekali ia melirik tangannya yang masih dipegang Kevin, tubuhnya kaku.

“Vin…” suaranya lirih. “Tolong lepaskan tanganku.”

Kevin berhenti, menatap matanya dengan heran. “Kenapa?”

...🌸❤️🌸...

.

To be continued

1
love_me🧡
walaupun kevia sudah menolak aku yakin anak buah yoga tetap memantau, coba saja Poppy kalau kau bisa menyentuh kevia
Siti Jumiati
ayo kevia Coba beranikan dirimu untuk menghubungi pria misterius,kalau kamu gk mau kehilangan dia,dia hanya butuh kepastian darimu.
Cicih Sophiana
kasian kamu Kevia... masalah sll datang bertubi tubi... semoga kamu bisa bahagia sama orang yang mencintai kamu dengan tulus...
asih
hehhh si duo R belm hancur datang musuh baru lagi via,malang bener nasib mu,,,,,
abimasta
musuh kevia tambah lagi
septiana
makin seru aja... lanjut kak Nana, semangat 💪🥰
anonim
Kevia jadi bingung sendiri atas kebodohannya menolak pria yang tidak tahu siapa namanya. Menyesali diri telah menolak pria tak bernama.

Popy ini harusnya belajar mengambil hati Kevin, bukan menyalahkan Kevia.
Kevin bisa benci kamu kalau sampai menyakiti Kevia.
Fadillah Ahmad
Lanjutkan Kak Nana... 🙏🙏🙏😁
naifa Al Adlin
bakalan gabung deh poppy sama riri, buat nyakitin kevia
Dek Sri
jangan khawatir Popy, kevia gak akan merebut Kevin darimu
karena kevia sudah ada yang punya
Hanima
sedihhh kan jadi nyaaaa
Anitha Ramto
Kamu yang menolak Kevia..kamu juga yang nyesek karena menyesal sudah pergi dari Pria misterius/Yoga...

Anaknya siapa sebenarnya kamu Kevin..dan Popy mau di jodohkan denganmu ortu macam apa zaman now masih mau jodoh²in...

apa kamu bisa Popy menyingkirkan Kevia..?lihat saja nanti
far~Hidayu❤️😘🇵🇸
Kevin Sama popy saja.. Kevia duda di sentuh om yoga kepunyaan om yoga.. semoga Kevia menyedari yg om Yoga adalah lelaki yang di ciptakan untuk nya.. menyedari yg perawan yg dia jual itu adalah milik yoga.. tetapi bagaimana author membongkar misteri ini sehingga Kevia menerima kenyataan bahawa Om yoga lah penyelamat nya
far~Hidayu❤️😘🇵🇸
apa si om sugar daddy Alias Yoga sudah akad nikah diam2 bersama pak Ardi Thor???
love_me🧡
ikatan batinnya kuat ya via walaupun mukanya tersembunyi tp mampu memporak porandakan perasaanmu
Siti Jumiati
jangan diam aja kevia kalau kamu benar2 cinta dan engak mau kehilangan pria misterius itu,
ayo semangat kejar cintamu sebelum ia diambil orang lain ntar nyesel Lo...
walaupun kamu belum tau wajahnya tapi kamu kan tau ketulusan cintanya itu benar2 nyata,
dia rela memberikan apapun yang ia miliki kalau kamu mau menikah dengannya,tunggu apalagi kevia...
selama kamu bersama ia terasa nyaman dan terlindungi itu sudah cukup.
semangat lanjut kak Nana sehat selalu 🤲
Cicih Sophiana
karena kamu sdh merasa nyaman dengan dia... maka kamu sekarang sdh mencintai nya Kevia tanpa sadar kamu takut kehilangan dia..
abimasta
begitulah disaat dekat di tolak setelah pergi baru mikir,semangat kevia..yoga pasti datang lagi
Cicih Sophiana
SINTING tunjukan wajah ganteng mu yg paripurna nya dong... biar Kevia meleleh seperti coklat kena panas
Hanipah Fitri
Kevia ternyata cinta nya sama sinting bukan yoga, walaupun dgn org yg sama
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!