" kita ngomong pake bahasa kalbu sayang" ucapnya dengan tangan terulur memegang dagu ku, " cup" sekali lagi Adi Putra mencium bibirku.
Biar sekilas aku sudah seperti orang mabok minum tuak tiga jerigen, " kamu nggak bisa menolak sayang" katanya masih menghipnotis.
Aku seperti kembali tersihir, habis-habisan Adi Putra melumat bibirku. Herannya walau tidak mengerti cara membalas aku malah menikmati kelembutannya.
" Hey... son belum waktunya" suara teguran itu membuat Adi Putra berhenti m3nghi$4p bibirku, sedang aku tegang karena malu dan takut.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ELLIYANA, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
#16 harus kerja.
Tubuhku langsung menegang detak jantungku berdegup kencang saat ku lihat mas Adi juga ada di situ, kedua manusia yang bernama Adi itu sama sama menatap ku. fikiran fikiran buruk melintas silih berganti. " Apa mereka mau gilirin aku" batinku tiba-tiba saja kepikiran menjurus ke arah itu.
sungguh saat ini aku butuh super Hero sebagai penyelamat, " ya Allah apa lagi ini" rintih ku dalam hati.
Di saat otak ku lagi ngebleng mikirin kedua Adi yang ada di situ, eh nggak lama malah tambah ngebleng lagi saat aku lihat si Vega tiba-tiba keluar dari pintu yang berada di belakang sofa tempat kedua Adi itu duduk.
" Ya Allah apalagi ini" batin ku, Fikiran ku langsung teringat masalah tempo hari, melihat kehadiran Vega aku semakin yakin bakalan ada yang nggak beres.
" Hey...Tiara masuk sini" sapa Vega begitu melihat ku, " cih " mendengar itu dalam hati aku berdecih, sapaan nya sok akrab bikin aku mual kapan pulak aku pernah sedekat itu sama dia.
" sejak kapan lo akrab sama gue apa lo lupa kejadian malam itu" batin ku masih ingat jelas bagaimana dia ngusir aku malam itu, pesta kelulusan yang harusnya jadi kenangan manis malah jadi kenangan buruk dalam hidupku.
" Apa kabar Tiara" tanya nya sambil menghampiri aku, tampa permisi Vega mau menyentuh tangan ku, " maaf " kataku langsung menarik tangan dan menggeser kebelakang.
Vega memutar bola matanya aku nggak kaget itu memang kebiasaan dan sifatnya yang selalu menganggap orang sepele, Aku sih sudah biasa dan nggak perduli yang penting dia jangan sampai menyentuh ku itu saja.
" Tiara kamu kerja dimana?" tanya nya sambil menatap ku, " Sory Ga aku masih ada kerjaan" jawab ku malas menjawab pertanyaan nya dan rasa ku nggak harus aku jawab.
Setelah mengucapkan itu aku langsung berbalik tapi blom sempet aku melangkah Vega berhasil menarik ku, aku yang memang masih menyimpan sakit hati langsung menepis tangannya, walau tidak kasar tapi cukup membuat Vega menatap wajah ku dengan tatapan tajam.
dari tatapan nya aku yakin untuk saat ini Vega mulai tersulut emosi, " Kamu masih marah sama aku?" tanya nya seolah pengusiran nya dulu tidak berarti apa apa bagiku.
" Maaf saya harus kerja" kataku sekali lagi pamit dan langsung pergi begitu saja, aku merasa nggak perlu banyak basa basi baik itu dengan mas Adi atau Vega.
Mereka sama-sama orang yang nggak punya perasaan, cukup lah malam itu sebagai pengingat agar aku menjauhi orang orang seperti mereka.
" Tiara masuk dulu agar semua jelas " ucap Adi Putra bikin langkah ku langsung berhenti, " pasti bakal ada klarifikasi masalah yang dulu itu " batin ku mengatakan begitu.
Aku berbalik, " Tapi saya harus bekerja pak" jawab ku sebenarnya itu juga bentuk penolakan ku.
Aku melangkah pergi tidak kembali ketempat mbak Marni dan yang lainnya, saat ini aku butuh ruang untuk berfikir jernih, aku perlu suasana yang bisa mengontrol emosi ku, sengaja aku pergi keluar lewat pintu belakang.
Mungkin bagi sebagian orang menggap apa yang di lakukan mas Adi dan Vega itu merupakan hal sepele, tapi bagi aku tidak tuduhan dan pengusiran itu masih aku ingat jelas dan mereka harus aku jauhi.
Sekarang yang ada di fikiran ku hanya keinginan untuk pulang, saat saat begini aku perlu ibu. sangking kesal dan jengkel aku terus berjalan nggak sadar kalau ada Adi Putra mengikuti ku dari belakang.
Sambil banting banting kaki aku terus melangkah sampai aku menemukan pintu, baru mau buka pintu ehh tiba-tiba tangan ku di tarik, reflek aku menoleh ternyata yang menarik ku Adi Putra dan sempat tatapan mata kami bertemu.
Gerakan tiba-tiba tubuhku nggak imbang aku nyaris jatuh.Untung dengan cepat Adi Putra meraih tubuhku, " mau kemana?" tanya nya tepat di depan muka ku, hembusan nafas nya terasa hangat menerpa wajahku mana wingi mint pulak.
Detak jantungku nggak beraturan aku menahan nafas, bukan cuma harum nafasnya yang tercium wangi parfum di tubuhnya juga tercium oleh ku. kalau boleh rasanya ingin terus menghirup aroma itu dan terus berada dalam posisi ini, antara dadaku dan dadanya begitu rapat. Seperti ada percik magnet yang begitu saja mengali. Aku sampai larut, " hangat kan pelukanku " katanya menyadarkan aku.
Asli aku sadar seperti orang yang baru kena tamparan keras, alamak malu Cok malu banget rasanya dunia yang sedang ku pijak ini kayak jungkir balik, Ku tolak kuat dadanya hingga aku terlepas tapi naas aku jatuh terduduk di lantai keramik kerak demi langit dan bumi saat ini tulang ekor ku rasanya sakit banget.
Entah apa yang ada di kepala Adi Putra, Dia jongkok di depan ku sambil tersenyum manis. " Ternyata kamu orang yang suka nyiksa diri sendiri" katanya seperti mengejek, aku tertunduk karena harus kembali menelan rasa malu di barengi ringisan menahan sakit
Benar apa yang dia bilang, kalau saja caraku melepaskan diri lebih lembut tentu nggak kesakitan kayak gini,coba aku nggak spontan nolak dadanya otomatis aku nggak akan jatuh dan kini tulang ekor ku beneran sakit.
" Ayo bangun jangan bengong" ucap Adi Putra yang tiba-tiba menarik tangan ku.
Aku bangun sambil bertumpu pada lengannya walaupun aku ikut bangun tapi mataku tidak lepas dari wajahnya bukan karena terpana tapi karena ada tamparan halus yang mengingatkan ku soal halal dan haram , sudah berapa kali dia nyentuh aku dengan sembarangan.
Petuah juga nasehat dari ibu dan guru ngaji ku dulu begitu saja teringat, " lepas" ucap ku dengan sekali hentak pegangan tangan nya lepas.
" Kenapa?." tanya nya .
" Bukan muhrim" jawab ku sedikit lantang lalu membuang muka.
" mau saya halalin " katanya bikin aku asli langsung cengo menatap wajah nya, " gilakkk..." teriak ku dalam hati nggak habis fikir aku kok ada dokter yang kayak begini gimana pasien nya waktu berobat pasti pulang nya bukan sembuh tapi mendadak pindah ke rumah sakit jiwa.
" Baru sadar saya cakep" ucapnya menyadarkan aku dari lamunan sesaat, narsis banget bikin aku eneg mau muntah tapi memang beneran dia cakep kayak opa opa Korea.
" ee..siapa bilang!?" kataku sengaja membuang muka lagi, sebenarnya aku buang muka karena malu.
" saya yang bilang" jawabannya sambil terkekeh lalu memangkas jarak diantara kami.
Reflek aku mundur, " usia udah cukup kan?" tanya nya tampa menghentikan langkah.
" Mau apa?" tanyaku yang panik karena dia seperti sengaja mau mepetin aku.