NovelToon NovelToon
Ibu Susu Pengganti

Ibu Susu Pengganti

Status: sedang berlangsung
Genre:Ibu Pengganti / Pernikahan Kilat / Pengganti / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati
Popularitas:4.2k
Nilai: 5
Nama Author: Irh Djuanda

"Aku akan menceraikan mu!".

DUAR!!!!!

Seakan mengikuti hati Tiara, petir pun ikut mewakili keterkejutannya. Matanya terbelalak dan jantungnya berdebar kencang. Badu saja ia kehilangan putranya. Kini Denis malah menceraikannya. Siapa yang tak akan sedih dan putus asa mendapat penderitaan yang bertubi-tubi.

" Mas, aku tidak mau. Jangan ceraikan aku." isaknya.

Denis tak bergeming saat Tiara bersimpuh di kakinya. Air mata Tiara terus menetes hingga membasahi kaki Denis. Namun sedikitpun Denis tak merasakan iba pada istri yang telah bersamanya selama enam tahun itu.

"Tak ada lagi yang harus dipertahankan. Aju benar-benar sudah muak denganmu!'"

Batin Tiara berdenyut mendengar ucapan yang keluar dari mulut Denis. Ia tak menyangka suaminya akan mengatakan seperti itu. Terlebih lagi,ia sudah menyerahkan segalanya hingga sampai dititik ini.

"Apa yang kau katakan Mas? Kau lupa dengan perjuanganku salama ini?" rintih Tiara dengan mata yang berkaca-kaca.

"Aku tidak melupakannya Tiara,...

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Irh Djuanda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

22

Denis tak bisa berkata-kata. Melihat kebencian dari mata Tiara membuat dadanya sesak. Kini ia hanya bisa merelakan mantan istrinya itu. Di bawah guyuran air hujan, Denis masih mencari keberadaan Tiara yang seketika lenyap entah kemana.

Sambil terus berjalan, mata Denis terus mencari-cari keberadaan Tiara.

"Ya Tuhan, aku benar-benar menyesal." gumamnya lirih.

Denis menghela nafas berat, lalu langsung menuju mobilnya. Tangannya gemetar saat membuka pintu mobil. Air hujan yang menetes dari rambutnya jatuh membasahi jok, tapi Denis tak peduli. Ia menatap kosong ke depan, pikirannya kacau. Wajah Tiara, tatapan dingin dan penuh luka itu terus terbayang di benaknya. Ia memukul setir keras-keras.

"Bodoh! Kenapa baru sekarang kau menyesal, Denis?" teriaknya pada diri sendiri.

Dadanya terasa sesak. Ia menunduk, menutup wajah dengan kedua tangan. Hujan di luar semakin deras, seolah ikut menenggelamkan semua suara selain detak jantungnya yang tak beraturan.

Ponselnya tiba-tiba berdering. Denis melirik layar, dan nama Mama terpampang di sana. Napasnya tertahan. Ia sempat ragu, tapi akhirnya menjawab.

"Kau di mana? Anindya, dia menunggu mu" suara Nancy terdengar tenang, tapi tegas.

"Baiklah, Ma, aku segera pulang " sahutnya lemas.

Telepon ditutup. Ia menatap layar ponselnya beberapa detik sebelum meletakkannya di kursi penumpang. Mesin mobil menyala, dan perlahan mobil itu mulai melaju di bawah guyuran hujan malam.

Namun jauh di dalam hatinya, satu nama terus menggema. Nama yang dulu ia tinggalkan, tapi kini menjadi beban penyesalan paling besar dalam hidupnya.

Di balik kaca jendela rumah, Nancy menatap kosong ke luar, menggenggam ponselnya erat. Ia tahu, putranya sedang tenggelam dalam luka yang belum sembuh. Sementara di kamar atas, Anindya berdiri di depan cermin, menatap dirinya sendiri dengan tatapan cemas.

"Dia masih mencari wanita itu," gumamnya lirih.

***

Hari berganti pagi, Tiara terbangun dan melihat melhat Galang tidur di sofa. Keningnya berkerut, menahan rasa pusing yang masih menderanya. Ia menyingkap selimutnya lalu perlahan menuruni ranjang. Ada rasa bersalah melihat Galang menjaganya sepanjang malam.

Tiara mendekati Galang, menatap wajah pria itu yang tampak lelah. Jantungnya berdebar namun bergegas menoleh ke samping sambil menahan sesak di dadanya.

"Tidak! ini tidak boleh!" gumamnya pelan.

Tiara membiarkan Galang di sana, bergegas pergi meninggalkan kamar itu. Tiara benar-benar tak ingin terjebak dalam situasi yang canggung. Tiara sadar, dirumah ini dia hanya sementara tak ingin berharap lebih.

Selesai membersihkan wajahnya, Tiara langsung keluar untuk mencari Reihan, bayi kecil yang selalu menjadi tumpuan hidupnya untuk saat ini.

Langkah Tiara terhenti di depan kamar kecil di ujung lorong. Dari celah pintu yang sedikit terbuka, ia melihat bu Suti tengah menggendong Reihan, menimang lembut sambil bersenandung pelan. Senyum tipis muncul di bibir Tiara, namun matanya tiba-tiba berkaca-kaca.

"Syukurlah, kau baik-baik saja, Nak…' bisiknya lirih sambil menyeka air mata yang jatuh begitu saja.

Bu Suti menoleh ketika melihat bayangan Tiara di ambang pintu.

"Nona Tiara! kau sudah bangun?" serunya pelan, agar tidak mengejutkan bayi di gendongannya.

Tiara buru-buru mengangguk.

"Ya, Bu… maaf kalau membuat semua orang repot kemarin."

"Tidak, tidak, jangan bicara begitu. Justru kami senang kau sudah sadar. Reihan ini semalaman susah tidur, terus mencari ibunya." jawab bu Suti cepat sambil tersenyum hangat.

Tiara melangkah mendekat, lalu menerima Reihan dari gendongan Bu Suti. Begitu bayinya berada dalam pelukannya, ia menunduk mencium dahi mungil itu.

"Maafkan ibu, Nak… ibu membuatmu khawatir, ya?" ucapnya dengan suara bergetar.

Reihan menggeliat kecil, seolah merespons suara ibunya, membuat Tiara tersenyum di antara sisa air matanya.

"Bu Suti, aku boleh bantu di dapur? Aku ingin sedikit bergerak," katanya, mencoba mengalihkan perhatian.

"Tidak perlu, Nona. Nyonya Raisa sudah berpesan, kau harus istirahat dulu. Sarapan juga sudah disiapkan," jawab Bu Suti lembut.

"Baiklah… tapi biarkan setidaknya menemaninya di dapur, aku tak bisa hanya duduk diam." ucapnya akhirnya.

"Baiklah, kalau begitu. Tapi jangan terlalu lama, ya?" balasnya sambil terkekeh kecil.

Mereka berdua berjalan menuju dapur, sementara Reihan tetap dalam pelukan Tiara. Aroma roti panggang dan teh hangat memenuhi ruangan, membuat suasana terasa tenang.

Namun ketenangan itu tak bertahan lama ketika Raisa masuk. Tatapannya langsung tertuju pada Tiara yang sedang menyuapkan bubur bayi ke mangkuk kecil.

."Tiara, kau sudah bangun. Bagaimana perasaanmu?" ucap Raisa lembut

Tiara buru-buru menegakkan tubuh.

"Sudah jauh lebih baik, Nyonya. Terima kasih… dan maaf karena telah merepotkan."

"Jangan terlalu sering minta maaf. Kau sudah cukup berterima kasih hanya dengan menjaga dirimu dan Reihan." ucap Raisa lembut.

"Tiara akan berusaha, Nyonya." sahutnya sambil menunduk sopan.

Tiba-tiba suara langkah kaki terdengar dari arah ruang makan. Galang muncul, masih dengan wajah lelah tapi kini rapi dengan kemeja kerja. Ia terdiam sejenak melihat pemandangan itu. Tiara menggendong Reihan, berdiri di dapur bersama Raisa dan Bu Suti.

Ada sesuatu di dadanya yang tiba-tiba bergetar aneh. Seolah waktu berhenti sejenak. Raisa menyadari tatapan itu. Ia melirik anak menantunya sekilas, lalu tersenyum samar.

"Galang, sarapanmu sudah siap. Duduklah dulu sebelum berangkat."

Galang menatap ibu mertuanya, lalu pandangannya beralih ke Tiara.

"Kau sudah bangun," katanya datar, tapi ada nada lega yang tak bisa disembunyikan.

Tiara menatapnya sekilas, lalu menunduk.

"Terima kasih… Tuan Galang."

"Dokter bilang kau harus banyak istirahat. Jangan memaksa diri untuk bekerja dulu." ujar Galang lagi.

Tiara hendak membalas, tapi Raisa cepat menimpali dengan lembut,

"Kau dengar sendiri, kan? Galang memang tidak pandai menunjukkan perhatian, tapi maksudnya baik."

Galang hanya mendengus kecil, sementara Bu Suti menahan senyum di sudut dapur.

Suasana itu hangat, tenang, tapi sarat makna, sejenak membuat Tiara bingung harus bagaimana bersikap. Ia tak tahu kenapa, tapi untuk pertama kalinya sejak lama, ia merasa seperti ada di rumah nya sendiri.

Namun di balik senyum itu, sebuah pikiran menyesakkan mulai muncul di hatinya:

"Aku tidak boleh merasa nyaman di sini. Rumah ini bukan milikku. Cepat atau lambat, aku harus pergi." batin Tiara.

Mereka akhirnya duduk dalam satu meja, menikmati sarapan yang sudah di siapkan bu Suti. Setelah memberi sarapan Reihan, buru-buru bu Suti menggendongnya dan membawanya berjemur.

"Tiara, makan yang banyak, ya," ucap Raisa.

Galang hanya menatapnya sekilas lalu ia kembali menyantap sarapannya dengan lahap. Tiara duduk dengan tenang di kursinya, tapi hatinya tak benar-benar tenang. Setiap kali menatap Galang, ada sesuatu di dalam dirinya yang bergetar—entah rasa canggung, kagum, atau takut akan harapan baru yang diam-diam mulai tumbuh. Ia berusaha mengalihkan pandangan, tapi sesekali matanya tetap saja tertuju pada sosok pria itu yang kini sedang sibuk dengan sarapannya.

Raisa memperhatikan mereka berdua dalam diam. Ia tahu betul, ada sesuatu yang belum mereka sadari, tapi ia memilih untuk tidak mencampuri. Setidaknya, belum saat ini.

"Kalau begitu, setelah makan, kau bisa beristirahat lagi, Tiara," ujar Raisa sambil meneguk tehnya perlahan.

"Baik, Nyonya," jawab Tiara pelan.

1
Lisa
Hati Galang mulai lembut dan dapat menerima Tiara dirmhnya..
Lisa
Pasti lama² Galang suka sama Tiara
Lisa
Puji Tuhan Tiara dipertemukan dgn Raisa..ini adl awal yg baik..yg kuat y Tiara..jalani hidupmu dgn penuh harapan..
Lisa
Ceritanya sedih..
Lisa
Aku mampir Kak
sunshine wings
Ceritanya bagus author..
❤️❤️❤️❤️❤️
⭐️⭐️⭐️⭐️⭐️
❤️❤️❤️❤️❤️
Soraya
ku dh mampir thor lanjut
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!