Erlin, gadis mandiri yang hobi bekerja di bengkel mobil, tiba-tiba harus menikah dengan Ustadz Abimanyu pengusaha muda pemilik pesantren yang sudah beristri.
Pernikahan itu membuatnya terjebak dalam konflik batin, kecemburuan, dan tuntutan peran yang jauh dari dunia yang ia cintai. Di tengah tekanan rumah tangga dan lingkungan yang tak selalu ramah, Erlin berjuang menemukan jati diri, hingga rasa frustasi mulai menguji keteguhannya: tetap bertahan demi cinta dan tanggung jawab, atau melepaskan demi kebebasan dirinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon my name si phoo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 16
Setelah melakukan kewajibannya, Abimanyu mengajak istrinya untuk mandi bersama.
Di dalam kamar mandi, Abimanyu memeluk erat tubuh istrinya.
"Terima kasih sayang," ucap Abimanyu.
"Iya Abi, sekarang ayo kita mandi. Aku mau ke pantai." ucap Erlin yang sudah tidak sabar ke pantai.
Abimanyu mengangguk kecil dan segera mereka menyelesaikan mandinya.
Setelah itu mereka lekas bersiap-siap untuk menuju ke pantai .
Abimanyu membuka pintu villa dan melihat Made yang sudah menunggunya.
Ia melihat Made yang sedang menggendong anak kecil berusia satu tahun.
"Maafkan saya Bi, saya mengajak putri saya kerja." ucap Made.
Made juga mengatakan kalau istrinya sedang sakit di rumah sakit.
"Tidak apa-apa Made, nanti setelah mengantarkan kami ke Pantai. Kamu boleh langsung pulang. Istrimu lebih membutuhkan kamu." ucap Abimanyu.
Erlin tersenyum kecil saat melihat putri Made tersenyum tipis.
"Made, boleh aku menggendongnya?" tanya Erlin.
"Tentu saja boleh, Non Erlin." jawab Made.
Made langsung memberikannya kepada Erlin dan setelah itu mereka masuk kedalam mobil.
Erlin memangku bayi mungil itu dengan penuh kasih. Jemarinya yang lembut mengusap pipi halus si kecil yang tampak nyaman di pelukannya. Bayi itu sesekali tersenyum sambil menggenggam jilbab Erlin dengan tangan mungilnya.
Abimanyu yang duduk di sampingnya hanya bisa tersenyum haru melihat istrinya.
Dalam hatinya ia berdoa agar suatu saat Allah juga menitipkan buah hati untuk mereka.
“Abi, lihat deh, dia cantik banget. Rasanya hati aku adem sekali menggendongnya,” ucap Erlin sambil menatap wajah bayi itu.
“Kalau kamu yang gendong, Lin. Sepertinya kamu sudah siap jadi seorang ibu.” ucap Abimanyu.
Erlin langsung menoleh ke arah suaminya dengan pipinya memerah.
“Abi ini suka bikin aku malu saja," ucap Erlin
Made yang mendengarnya juga ikut tersenyum kecil.
"Non Erlin memang sudah cocok untuk menjadi seorang ibu. Asal Non tahu kalau Galuh susah untuk bersama dengan orang yang baru ia kenal. Tapi bersama Non Erlin, Galuh langsung mau." ucap Made.
Erlin yang mendengarnya langsung meneteskan air matanya.
Ia mencium kening Galuh dan mendoakan semoga Galuh menjadi anak yang berbakti kepada kedua orangtuanya.
"Semoga Allah juga segera memberikan kita amanah seperti ini, ya sayang." ucap Abimanyu.
"Aamiin..."
Beberapa menit kemudian mereka telah sampai di pantai.
Erlin memberikan Galuh kepada Made yang baru saja turun dari mobil.
Abimanyu mengambil dompetnya dan memberikan beberapa lembar uang kepada Made.
"Untuk Galuh dan istrimu. Semoga istrimu lekas sembuh." ucap Abimanyu.
Made menganggukkan kepalanya dan ia mengucapkan terima kasih kepada Abimanyu.
Abimanyu menepis tangannya saat Made akan mencium punggung tangannya.
"Lekas ke rumah sakit, istrimu menunggumu." ucap Abimanyu.
Made lekas masuk kedalam mobil dan kembali melajukan mobilnya menuju ke rumah sakit.
"Abi, terima kasih sudah menjadikan aku sebagai istrimu." ucap Erlin sambil memeluk tubuh suaminya.
"Sayang, sudah jangan menangis lagi. Ayo kita ke sana." ujar Abimanyu yang kemudian menggandeng tangan istrinya dan mengajaknya ke bibir pantai.
Mereka berdua seperti anak kecil yang sedang bermain air.
Erlin tertawa kecil melihat pakaian suaminya yang basah kuyup.
Abimanyu tak mau kalah dan mengambil air laut lalu menyiramkannya.
"Abi curang," ucap Erlin.
Abimanyu mencubit hidung Erlin yang sangat menggemaskan.
Setelah bermain air, Abimanyu mengajak istrinya untuk membeli es kelapa muda.
Penjual kelapa muda yang sangat ramah langsung menyambut mereka berdua.
"Bu, minta es kelapa muda dua yang segar." ucap Abimanyu.
"Baik, Mas. Tunggu sebentar saya buatkan."
Penjual memilih kelapa muda yang segar untuk mereka berdua.
Abimanyu menggenggam tangan Erlin yang sedang melihat deburan ombak.
"Bi, apakah aku boleh bekerja lagi setelah bulan madu?" tanya Erlin.
Abimanyu menghela nafas panjang saat mendengar pertanyaan dari istrinya.
"Sayang, kenapa bertanya seperti itu? Apakah kamu takut jika Abi mu ini tidak bisa menafkahimu?"
Erlin terdiam sejenak mendengar perkataan dari suaminya.
"Bukan seperti itu,Bi. Aku hanya ingin ada kesibukan kalau Abi sedang bekerja." jawab Erlin.
"Sayang, lebih baik kamu dirumah saja. Kamu bisa melakukan hal lain atau kamu mau mengajar di pesantren?"
Abimanyu tahu jika istrinya pintar di bidang pelajaran matematika.
"Abi mau aku jadi guru di pesantren? Tapi, bukankah Riana juga mengajar matematika disana, Bi?"
Abimanyu langsung terdiam saat mendengar nama Riana yang merupakan istri pertamanya disebut.
Erlin tidak mau membuat Riana kembali cemburu untuk kesekian kalinya.
"Lin, Abi tahu kalau kamu itu pintar dan kamu bisa memberikannya ilmu kamu ke para santri dan santriwati yang ada disana. Siap Riana kamu tidak perlu takut, karena aku nanti akan bicarakan semuanya dengan Riana."
Erlin menundukkan kepalanya sambil tangannya bermain di kursi yang ia duduki.
"Bi, aku tidak mau jika nanti banyak orang yang mengatakan kalau aku merebut apa yang Riana miliki."
“Sayang, dengarkan Abi baik-baik. Kamu tidak merebut apa pun dari siapa pun. Kamu adalah istri sah Abi dan Allah yang sudah menakdirkan kita bersama. Jangan pernah merasa rendah diri di hadapan siapa pun, apalagi merasa merebut sesuatu yang bukan hakmu.”
Erlin menghela napas dalam, air matanya menetes perlahan.
“Tapi Bi, Riana itu lebih sempurna dariku. Dia lebih pintar, lebih berwibawa, dan lebih dulu jadi istri Abi. Sedangkan aku…”
Abimanyu langsung menyentuh bibir Erlin dengan telunjuknya, menahan agar istrinya tak melanjutkan kata-katanya.
“Cukup, Lin. Jangan bandingkan dirimu dengan orang lain. Abi mencintaimu apa adanya. Justru dengan kesederhanaanmu, ketaatanmu, dan usahamu belajar, Abi merasa lengkap. Ingat Lin, bidadari surga pun masih belajar untuk bisa setia, apalagi kita manusia. Jadi jangan pernah merendahkan dirimu.”
Erlin eneteskan air matanya saat melihat suaminya yang bicara.
Hatinya terasa hangat, seolah semua keraguan perlahan luluh.
“Abi…” ucapnya lirih.
“Hm?”
“Kalau begitu, aku mau mencobanya. Tapi aku ingin mengajar bukan karena ingin dibandingkan dengan siapa pun. Aku ingin mengajar supaya ilmuku bisa jadi amal jariyah buat kita berdua.”
Abimanyu tersenyum lega dan ia mengusap lembut pipi istrinya.
“MasyaAllah, itulah jawaban yang Abi tunggu. Kamu bukan hanya istri dunia, Lin, kamu nanti juga teman Abi menuju surga.”
Tak lama kemudian penjual kelapa muda datang sambil meletakkan dua buah kelapa segar di meja.
“Nah, ini pesanan Mas dan Mbaknya. Silakan diminum.”
“Terima kasih, Bu.” jawab Abimanyu sambil menyerahkan uang dan sedikit tambahan.
Mereka berdua menikmati es kelapa muda sambil saling bercengkrama.
"Setelah ini mau kemana lagi?" tanya Abimanyu
"Kita beli oleh-oleh untuk Kyai, Abi , ibu, Umi dan Riana, Bi. Bukankah besok kita sudah pulang." jawab Erlin
"Maaf ya, bulan madunya cuma sebentar. Banyak pekerjaan yang sudah menunggu Abi." ucap Abimanyu.
Erlin mengangguk kecil sambil menyandarkan kepalanya di bahu Abimanyu.
Setelah selesai menikmati es kelapa muda nya, mereka memanggil taksi untuk menuju ke pusat oleh-oleh.