NovelToon NovelToon
Sebaiknya Kamu Lari

Sebaiknya Kamu Lari

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Berondong / Ketos / Dosen / Nikahmuda / Duniahiburan
Popularitas:880
Nilai: 5
Nama Author: HARJUANTO

Hanya cerita fiktif belaka, jangan dijadikan keyakinan atau kepercayaan. Yang pasti ini adalah cerita horor komedi.

Awalnya dia hanyalah seorang ibu biasa tetapi saat dia kehilangan putrinya saat mengikuti masa orientasi penerimaan mahasiswi baru, dia tak tinggal diam. Kematian putrinya yang mencurigakan, membuatnya tak terima dan mencari tahu penyebab kematiannya serta siapa yang paling bertanggung jawab.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon HARJUANTO, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 9 : Luka

Luka

Pelukan Agni pada kedua putrinya terasa erat, menyalurkan segala rasa sakit, kehilangan, dan sedikit kelegaan yang bercampur aduk di dadanya. Air mata akhirnya tumpah, membasahi rambut kedua gadis kecil yang kini menjadi satu-satunya alasannya untuk terus bernapas. Mereka membalas pelukannya, merasakan getaran tubuh ibunya dan ikut terisak.

Di tengah isakan itu, Agni merasakan tepukan lembut di bahunya. la melepaskan pelukannya dan menoleh. Kakek, ayah Anggi, berdiri di belakangnya dengan mata berkaca-kaca namun sorotnya penuh dukungan. Tanpa kata, Kakek merangkul Agni dan kedua cucunya. Mereka bertiga berpelukan, menciptakan lingkaran kekuatan di tengah hiruk pikuk orang-orang yang mulai meninggalkan ruang sidang.

Agni menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan dirinya. Sidang sudah berakhir, sebuah keputusan telah dibuat. Bukan keputusan yang sepenuhnya ia inginkan, namun ia tahu, setidaknya kebenaran tentang apa yang terjadi pada Anggi telah terungkap. Evelyn memang tidak dihukum penjara, tetapi sanksi yang diberikan padanya, ditambah dengan perubahan peraturan universitas, adalah langkah awal.

Saat mereka keluar dari gedung, langit sore tampak berwarna jingga. Agni menggandeng kedua putrinya, Kakek berjalan di sampingnya. Mereka berjalan dalam diam, pikiran masing-masing dipenuhi dengan kenangan tentang Anggi. Senyum ceria Anggi, suara tawanya, semua terasa begitu dekat namun tak mungkin lagi terjangkau.

Sesampainya di rumah, suasana terasa lebih sepi dari biasanya. Kamar Anggi masih tertutup, menyimpan semua jejak kehadirannya. Agni mengusap air mata yang kembali menetes di pipinya. la tahu, luka ini akan menganga lebar untuk waktu yang lama. Namun, ia juga tahu, ia tidak sendiri. la memiliki kedua putrinya, ayahnya, dan kenangan indah tentang Anggi yang akan selalu ia jaga.

Malam itu, sebelum tidur, Agni masuk ke kamar kedua putrinya. Mereka sudah terbaring di tempat tidur, saling berpelukan. Agni berbaring di samping mereka, memeluk keduanya erat. Dalam keheningan malam, Agni berbisik, "Kalian adalah segalanya bagi Mama. Mama akan selalu menjaga kalian, seperti Mama menjaga Anggi."

Kedua putrinya mengangguk dalam pelukannya. Mereka tahu, meskipun Anggi telah pergi, cinta dan kasih sayang di keluarga mereka akan tetap utuh. Mereka akan saling menguatkan, saling menjaga, dan bersama-sama melewati hari-hari yang sulit di depan. Luka kehilangan Anggi akan selalu ada, tetapi mereka akan belajar untuk hidup bersamanya, mengenang Anggi dengan senyum, dan melanjutkan hidup dengan lebih berhati-hati. Karena, seperti judul cerita ini, terkadang, dalam hidup, kita memang harus berlari. Berlari dari bahaya, berlari dari kesedihan yang berlarut, dan berlari menuju masa depan, meskipun terasa berat.

Menata Hati yang Patah

Hari-hari berlalu, namun bayangan Anggi masih lekat dalam Ingatan Agni. Setiap sudut rumah mengingatkannya pada putri sulungnya itu. Foto-foto Anggi yang tersenyum cerah seolah mengejek kesunyian yang kini melingkupi mereka. Kedua putrinya yang lain berusaha menghibur, namun Agni tahu, mereka juga merasakan kehilangan yang sama.

Agni mulai mencoba menyibukkan diri. la kembali menekuni hobinya berkebun, merawat tanaman-tanaman di halaman belakang rumahnya. Mencangkul tanah, menyiram bunga, dan melihat tunas-tunas baru tumbuh memberinya sedikit ketenangan, la merasa seperti sedang menanam kembali harapan di tengah kehancuran hatinya.

Suatu sore, saat Agni sedang duduk di teras menikmati secangkir teh, Rosa datang berkunjung. Matanya masih terlihat sembab, namun ada ketegaran yang terpancar dari wajahnya. Ia membawa sebuket bunga mawar putih, bunga kesukaan Anggi.

"Agni, saya ingin meminta maaf sekali lagi," ucap Rosa dengan suara lirih sambil menyerahkan bunga itu. "Saya tahu kata maaf tidak akan pernah cukup, tapi saya benar-benar menyesal."

Agni menerima bunga itu dan tersenyum tipis. "Rosa, saya tahu kamu juga korban dalam situasi ini. Anggi tidak akan suka melihat kita terus bersedih dan saling menyalahkan."

Mereka berdua duduk dalam diam beberapa saat, hanya suara angin yang berhembus pelan. Kemudian, Rosa bercerita tentang Evelyn. Ternyata, Evelyn memiliki masalah ketergantungan obat-obatan sejak lama dan masa orientasi itu hanyalah pemicu terakhir. Rosa berjanji akan memastikan Evelyn mendapatkan rehabilitasi yang terbaik.

"Saya juga ingin berterima kasih, Agni," kata Rosa akhirnya. "Berkat kamu, kebenaran terungkap dan tidak akan ada lagi orang tua lain yang mengalami hal yang sama."

Agni mengangguk. la merasa sedikit lega mendengar penuturan Rosa. Meskipun rasa sakit kehilangan Anggi masih terasa begitu dalam, ia mulai bisa menerima kenyataan. la tahu, ia harus melanjutkan hidup demi kedua putrinya yang lain.

Beberapa minggu kemudian, Agni dan keluarga memutuskan untuk mengadakan acara kecil mengenang Anggi. Mereka mengundang teman-teman dekat Anggi, para guru, dan beberapa kerabat. Mereka berbagi cerita tentang Anggi, mengenang kebaikan dan keceriahannya. Malam itu, meskipun air mata tetap menetes, ada juga tawa dan kehangatan yang menyelimuti mereka.

Agni melihat kedua putrinya tertawa saat menceritakan kenakalan Anggi semasa kecil. la tersenyum, la tahu, kenangan tentang Anggi akan selalu hidup dalam hati mereka. Dan meskipun luka itu tidak akan pernah benar-benar sembuh, mereka akan belajar untuk hidup. dengan luka itu, menjadi lebih kuat, dan saling menyayangi lebih erat. Karena pada akhirnya, keluarga adalah yang terpenting, dan cinta akan selalu menjadi kekuatan terbesar mereka.

Senyum di Balik Air Mata

Beberapa bulan berlalu. Kehidupan keluarga Agni perlahan mulai menemukan ritmenya kembali. Kedua putrinya semakin dewasa dan mandiri, meskipun terkadang masih merindukan sosok kakak mereka. Agni sendiri mulai aktif kembali di komunitas ibu-ibu di lingkungannya, berbagi pengalaman dan memberikan dukungan kepada mereka yang membutuhkan.

Suatu sore, saat Agni sedang membantu putrinya mengerjakan tugas sekolah, tiba-tiba Kakek datang dengan wajah berseri-seri.

"Agni, cucuku sayang," sapanya sambil tertawa kecil. "Kakek punya tebak-tebakan lucu nih!"

Agni dan kedua putrinya saling pandang, sedikit terkejut melihat Kakek seceria ini. Biasanya, setelah kepergian Anggi, Kakek lebih banyak diam dan merenung.

"Apa itu, Kek?" tanya salah satu cucunya penasaran.

"Begini," kata Kakek sambil memasang wajah misterius. "Kenapa kucing kalau jalan selalu menunduk?"

Agni dan kedua putrinya berpikir sejenak. Mereka menggelengkan kepala, tidak tahu jawabannya.

"Karena dia malu pernah makan cicak di depan umum!" seru Kakek sambil tertawa terbahak-bahak.

Awalnya, Agni dan kedua putrinya hanya tersenyum tipis. Namun, melihat Kakek tertawa begitu lepas, mereka pun ikut tertawa. Tawa yang sudah lama tidak terdengar di rumah itu. Tawa yang terasa ringan dan menenangkan.

"Ada lagi, ada lagi!" seru Kakek antusias. "Kenapa anak kodok suka mencolot-mencolot?"

"Hmm, karena dia senang?" tebak putri bungsu Agni.

"Salah!" jawab Kakek sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. "Karena dia nggak punya ongkos buat naik ojek!"

Kali ini, tawa mereka bertiga pecah lebih keras. Agni sampai memegangi perutnya, la merasa ada kehangatan yang menyebar di hatinya. Ternyata, di tengah kesedihan yang masih membekas, masih ada ruang untuk tawa dan kebahagiaan.

"Terima kasih ya, Kek," ucap Agni sambil mengusap air mata harunya. "Lelucon Kakek berhasil membuat kami tertawa lagi."

Kakek mengangguk sambil tersenyum lembut. "Hidup ini memang penuh dengan cobaan, Agni. Tapi kita tidak boleh terus larut dalam kesedihan. Kita harus belajar untuk mencari celah kebahagiaan, sekecil apapun itu."

Malam itu, sebelum tidur, Agni kembali masuk ke kamar kedua putrinya. Mereka sedang bercanda dan tertawa pelan. Agni duduk di tepi ranjang dan mengamati mereka. la bersyukur memiliki mereka. Mereka adalah alasan baginya untuk terus melangkah maju, untuk menata kembali hati yang sempat patah.

la tahu, kenangan tentang Anggi akan selalu menjadi bagian dari hidup mereka. Namun, mereka tidak akan membiarkan kesedihan menguasai mereka. Mereka akan belajar untuk mengenang Anggi dengan senyum, dengan cerita-cerita indah, dan dengan terus menjaga kehangatan dan kebersamaan dalam keluarga mereka. Karena, meskipun terkadang hidup terasa berat, selalu ada alasan untuk tersenyum dan melanjutkan perjalanan.

1
HARJUANTO
😊
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!