Amezza adalah seorang pelukis muda yang terkenal. Karakternya yang pendiam, membuatnya ia menjadi sosok gadis yang sangat sulit ditaklukan oleh pria manapun. Sampai datanglah seorang pria tampan, yang Dnegan caranya membuat Amezza jatuh cinta padanya. Amezza tak tahu, kalau pria itu penuh misteri, yang menyimpan dendam dan luka dari masa lalu yang tak selesai. Akankah Amezza terluka ataukah justru dia yang akan melukai pria itu? Inilah misteri cinta Amezza. Yang penuh intrik, air mata tapi juga sarat akan makna arti cinta dan pengampunan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Henny, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Maafkan Amezza
Elora melihat putrinya yang duduk sendiri di beranda samping. Semenjak pulang dari rumah Fifi, Amezza nampak murung. Ia bahkan tak makan malam hari ini.
Entah apa yang Amezza pikirkan. Dia terlihat seperti menatap jauh ke depan.
Elora berjalan perlahan lalu duduk di samping putrinya. "Mama tahu kalau jatuh cinta itu sangat indah rasanya. Apapun keburukannya talkam terlihat. Karena itu mama mohon padamu, pikirkan baik-baik tentang hubunganmu dengan Evradt."
Amezza menarik napas panjang dan menghembuskannya perlahan. "Mau dipikirkan sedetail apapun, tak ada gunanya. Dia suamiku dan aku mencintainya. Mamanya mungkin punya masa lalu yang buruk tapi Evradt tulus mencintaiku."
"Nak, mama takut kalau Evradt akan membalas dendam pada keluarga kita melalui kamu."
"Ma, bukankah Evradt sudah pernah mengatakan tentang ketulusannya padaku?"
"Sebaiknya kalian tak bersama, nak. Pernikahan kalian terlalu cepat."
"Aku akan ikut kemana suamiku pergi."
"Apa?" Elora terkejut. "Jangan lakukan itu, anakku. Mama mohon padamu! Mama tak akan pernah ijinkan kalian bersama. Dengarkan itu!" Elora meninggalkan anaknya dan segera menuju ke kamarnya. Enrique yang sedang membaca laporan penjualan anggur menatap istrinya.
"Ada apa, sayang?"
"Amezza tetap keras kepala ingin bersama anaknya Vania. Aku takut dia akan tersakiti."
Enrique melepaskan kertas yang dipegangnya lalu mendekati istrinya. "Dia akan mendengarkan kita. Ingat kata mama, kita harus lebih sabar kepadanya. Jangan dia merasa bahwa kita memusuhinya."
Elora menatap suaminya. "Aku takut kehilangan anakku, sayang."
"Tidak. Jangan berpikiran seperti itu. Amezza akan mengingat bagaimana kasih sayang kita kepadanya. Sebaiknya sekarang kamu tidur. Seharian ini aku perhatikan kalau kamu gelisah terus. Aku jadinkhawatir, sayang." Enrique memeluk istrinya. Lalu mereka pun menuju ke ranjang tidur mereka. Enrique tahu kalau tidur sambil memeluk istrinya akan membuat Elora merasa tenang.
*************
Nuna, sang pelayanan yang sudah hampir 40 tahun bekerja di rumah ini, tiba-tiba berteriak histeris saat ia kembali dari kamar Amezza.
"Ada apa, Nuna?" tanya Elora yang memang sudah duduk di depan meja makan.
"Nona Amezza tak berada di kamarnya. Dia kayaknya pergi karena aku menemukan ini. Ada satu koper juga yang bilang." Nuna menyerahkan sebuah amplop yang di depannya bertuliskan: untuk papa, mama dan Oma.
Papa, mama dan oma....
Maafkan aku karena tak mendengarkan kalian. Aku mencintai Evradt. Aku tak mau kehilangan dirinya. Karena bagiku kehilangan Evradt artinya kehilangan segalanya. Aku pergi dengan suamiku. Aku akan tinggal dengannya. Bukankah suami istri harus tetap bersamanya. Maafkan aku jika aku mengecewakan kalian. Aku akan kembali jika kalian sudah bisa menerima suamiku.
Elora langsung berteriak sambil menangis histeris saat selesai membaca surat itu. Tubuhnya keliatan bergetar. "Tidak anakku. Jangan lakukan ini."
Enrique langsung berlari ke ruang kerjanya untuk melihat CCTV. Nampak jam 4 subuh, Amezza keluar dari pintu utama. Itu adalah mobil Fifi. Amezza sempat melihat ke arah rumahnya sebelum ia naik ke dalam mobil Fifi dan pergi.
Atas perintah Enrique, Nuna memanggil cucunya itu.
"Kenapa kamu membantu nona Amezza melarikan diri?" Nuna memukul pantat cucunya dengan gagang sapu.
"Oma, sakit....!" kata Fifi sambil memegang pantatnya.
"Nuna..., jangan!" ujar Oma Tizza. Perempuan berusia 70 tahun itu menatap Fifi. "Oma mengerti kamu pasti akan melakukan apa saja untuk sahabatmu. Katakan sekarang, di mana Amezza?"
"Dia....dia.....ada di Madrid. Semalam, Evradt menjemputnya dengan helikopter." jawab Fifi dengan wajah penuh ketakutan.
"Kita ke Madrid sekarang! Aku tak mau kehilangan putriku." kata Elora sambil menatap suaminya dengan tajam.
Mereka tiba di rumah keluarga Evradt. Namun rumah itu nampak sepi. Setelah membunyikan bel berulang kali, seorang pelayan akhirnya membukakan pintu.
"Nyonya Vania, tuan Evradt dan istrinya sudah berangkat ke bandara." ujar pelayan perempuan itu.
Mereka pun bergegas ke bandara. Setelah Enrique menggunakan pengaruhnya, petugas bandara mengijinkan mereka masuk melalui pintu khusus.
Evradt dan keluarganya akan menggunakan jet pribadi mereka.
"Amezza.....!" teriak Elora saat melihat putrinya yang akan menaiki tangga pesawat.
Langkah Amezza terhenti. Ia kaget melihat mamanya. Elora segera menarik tangan putrinya itu namun Amezza menarik tangannya dengan kasar.
"Maaf, ma. Aku nggak mau pulang. Aku mau dengan suamiku." kata Amezza.
Vania dan putranya berdiri di belakang Amezza.
"Nak, ayo pulang. Kamu akan menyakiti hati mamamu." kata Enrique. Oma Tizza yang juga ikut, berjalan perlahan mendekati cucunya.
"Amezza, kamu lebih percaya dengan orang yang baru saja kamu kenal dari pada dengan keluarga mu sendiri? Bukankah oma selalu mengajarkan padamu, agar jangan mudah percaya dengan orang yang kamu kenal?" tanya Tizza.
"Aku tahu, oma. Tapi oma juga pernah bilang, jika kamu bingung harus melakukan apa, maka ikutilah kata hatimu. Aku mengikuti kata hatiku. Aku tak mau berpisah dengan suamiku." ujar Amezza pelan namun sangat menusuk hati Elora sebagai ibu.
"Papa akan tetap membawamu pulang!" Enrique maju namun Tizza menghadang langkah putranya.
"Kamu yakin dengan kata hatimu?" tanya Tizza.
"Ya. Aku percaya kalau Evradt tak akan pernah menyakitiku."
Tizza tersenyum. "Kamu tahu kalau oma selalu mendukungmu dalam segala hal. Namun kali ini, oma tak akan mendukung pilihanmu. Maka kamu akan pergi tanpa restu dari oma." kata Tizza tanpa bisa menahan air matanya.
Amezza menatap suaminya. Evradt hanya tersenyum. Ia kemudian menatap omanya. "Kalau begitu, aku akan pergi tanpa restu kalian semua. Maafkan aku." Amezza membalikan badannya. Ia langsung memegang tangan Evradt.
"Kamu yakin akan pergi, sayang?" tanya Evradt.
"Ya." jawab Amezza.
Evradt langsung menarik tangan Amezza menaiki tangga.
"Tidak....! Tidak....! Terkutuk kamu Vania....!" teriak Elora. Enrique segera memeluk istrinya. "Lepaskan aku.....!"
"Dia sudah dewasa. Dia punya hak menentukan pilihannya sendiri. Kita tak bisa melarangnya. Karena mereka sudah menikah." kata Tizza.
"Amezza.....Amezza.....!" teriak Elora saat putrinya sudah menghilang dari pandangan mereka.
Vania yang sejak tadi diam, kini bergerak menaiki tangga pesawat. Namun baru satu tangga, ia membalikan badannya. "Maaf. Aku mengambil putri kalian untuk menjadi putriku. Kalian akan merasakan sakit yang sama kehilangan anak, seperti aku yang harus dipisahkan dengan anakku selama bertahun-tahun." Lalu Vania masuk ke dalam pesawat. Enrique akan menyusulnya, namun petugas bandara langsung menahannya. Pintu pesawat terkunci. Pesawat bergerak perlahan menuju ke landasan pacu.
Elora langsung pingsan saat pesawat itu akhirnya tinggal landas.
***********
Di dalam pesawat Amezza menangis. Evradt langsung memeluknya. "Tenanglah, sayang. Kamu pasti akan melupakan peristiwa di hari ini. Aku harap agar kamu tak menyesali keputusanmi. Aku tahu ini hari yang sangat berat untukmu. Namun Paris akan membuatmu sembuh dari luka hatimu."
Amezza menangis di dada Evradt. Ia sangat sedih karena melukai hati orang-orang yang selama ini mencintainya. Amezza sudah dibutakan oleh perasaan cintanya. Ia tak mampu berpikir jernih. Cinta memang buta sehingga tak bisa melihat akibat yang dapat ditimbulkan nanti.
**********
Seminggu sudah Elora dirawat di rumah sakit. Hari ini ia sudah kembali ke rumahnya.
Kedua putranya pulang saat tahu apa yang terjadi. Alejandro dan Luis Figo adalah adik Amezza. Keduanya sedang keluar di luar negeri.
"Mama, kayaknya kita sudah lama tak pulang ke Indonesia. Menurut mama, bagaimana kalau kita liburan ke sana?" tanya Luis. Ia memang anak bungsu. Namun dia sangat perhatian kepada semua orang rumah. Lelaki tampan berusia 17 tahun itu adalah pemain basket.
"Kamu paling tahu apa yang mama butuhkan. Terima kasih ya anakku." Elora memeluk putranya.
Dari jauh Enrique sedikit bernapas lega melihat Elora yang terhibur dengan kedatangan kedua putranya.
"Awasi anakku di Paris. Aku sudah mengirimkan alamat rumah mereka kepadamu. Jika ternyata anakku menderita, maka aku sendiri yang akan menghabisi laki-laki itu dan ibunya." kata Enrique lalu menutup panggilan teleponnya.
**********
Apa yang akan terjadi dengan. Amezza di Paris?