NovelToon NovelToon
CINTA ANTARA DUA AGAMA

CINTA ANTARA DUA AGAMA

Status: sedang berlangsung
Genre:Diam-Diam Cinta
Popularitas:381
Nilai: 5
Nama Author: MUTMAINNAH Innah

Kamu anak tuhan dan aku hamba Allah. Bagaimana mungkin aku menjadi makmum dari seseorang yang tidak sujud pada tuhanku? Tetapi, jika memang kita tidak berjodoh, kenapa dengan rasa ini...

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon MUTMAINNAH Innah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

episode 3

Terlihat di sana Jasson dan beberapa orang lainnya seperti sedang merayakan Natal dengan topi sinterklas dikepalanya.

'Ya! Aku tidak salah lihat dan aku masih ingat wajahnya yang bertemu dengannya beberapa hari yang lalu. Dia benar-benar Jasson! Apa jangan-jangan dia non muslim?' Aku mulai curiga.

Aku langsung menggeser foto-fotonya dengan cepat. Mencari bukti lain dari apa yang ada di pikiranku kini. Di foto lainnya, terlihat dia tidak lagi menggunakan topi itu lagi. Beberapa wanita di gambar berikutnya memakai hijab dan ada lelaki yang memakai baju koko juga. Namun dari foto-foto itu masih belum bisa kupastikan apakah dia seiman denganku atau tidak. Jika tidak, sudah jelas akan kubuang jauh semua perasaan ini. Umi dan abi sudah pasti menentang keras.

Berjam-jam aku menghabiskan waktu hanya untuk mencari tahu tentangnya. Orang yang entah punya perasaan yang sama denganku atau tidak.

Semalaman aku mencoba mengusir bayangan yang tak mau hilang itu. Berkali- kali mencoba melepaskan seseorang yang belum kudapati ini. Tetetapi bagaimana besok? Aku sudah terlanjur menjanjikan buku itu untuknya.

Aku harus mencari jalan agar perasaanku tidak semakin dalam. Aku sendiri heran dengan hatiku kini. Yang sudah sekian lama tertutup rapat kenapa kini harus terbuka lagi?

***

Pagi-pagi usai sholat subuh aku sudah bersiap untuk berangkat ke Jakarta, mengurus ijazahku agar segera kuterima. Aku baru saja wisuda S1 seminggu yang lalu. Jadi, masih ada beberapa hal yang akan kuurus di kampus.

Umi sudah sibuk membuatkan bekal untukku. Sedangkan abi sedang mengulang nasehat-nasehat yang sama setiap kali aku meninggalkan mereka. Bahwa aku tidak boleh pacaran, tidak boleh bergaul sembarangan dan jangan melupakan salat dan mengaji.

Selesai sarapan aku pamit pada umi dan abi. Kusalami kedua orang yang sangat berarti bagiku itu lalu kucium pipi mereka bergantian dan melangkah pergi.Hati-hati, Nak," ucap umi sambil melambaikan tangannya.

"Iya, Umi. Assalamualaikum," pamitku sambil memutar setir mobil yang sedang mundur mencari jalannya.

"Waalaikumsalam," sahut mereka serentak.

Mobilku mulai merangkak meninggalkan rumah dan melaju santai. Aku terus berpikir bagaimana caranya memberikan buku ini padanya, tetapi aku nggak perlu bertemu dengannya lagi. Aku sudah memantapkan diri semalam. Dalam tahajud pun aku sudah meminta pada Allah agar hilang semua rasa ini.

Buku ini, sebaiknya kuberikan saja padanya agar tidak ada lagi pertemuan berikutnya. Tetapi, bagaimana caranya?

Pagi tadi chatnya sudah masuk ke aplikasi hijau di ponselku. [Ini nomorku, Jasson.] Kira-kira seperti itu isi pesannya. Aku hanya membalas dengan sticker jempol saja. Setelah itu tidak ada percakapan apapun lagi.

Aku berhenti di salah satu tempat y

Pengisian minyak setelah menemukan ide yang kucari. Segera kuraih gawai yang tergeletak di sampingku. Cepat-cepat kucari pesannya sebelum ide ini hilang.

"Assalamualaikum. Maaf jika mendadak aku harus kembali ke Jakarta pagi ini. Karena aku buru-buru, bagaimana jika buku ini kutitipkan saja di cafe tempat kita ketemu kemaren?" tanyaku dengan sedikit senyum kemenangan di bibirku.

Pesan terkirim dan langsung centang biru. Hatiku kembali risau menunggu balasannya. Terlihat keterangan bahwa dia sedang mengetik balasan untukku. 'Ya Allah, semoga dia setuju,' doaku.

[Waalaikumsalam. Iya, nggak apa-apa. Nanti titip saja sama satpam yang ada di sana karena jam segini cafenya belum buka,] jawabnya.

Aku tidak membalas apapun lagi dan segera menjalankan mobil menuju cafe tersebut. Sampai di sana, seperti yang dikatakannya cafe itu belum buka. Hanya ada satpam dan OB yang sedang bertugas di sana.

Aku segera turun dan satpam langsung menyambut kedatanganku dengan senyuman.

"Pagi, Pak," sapaku ramah.

"Pagi, Kak, ada yang bisa saya bantu?" tanyanya setelah berhadapan denganku.

"Maaf, Pak. Boleh saya menitipkan buku ini? Nanti teman saya akan mengambilnya ke sini," ucapku sambil memperlihatkan buku ditanganku.

"Oh, iya, tentu saja boleh," sahutnya sambil mengulurkan tangan kearah buku yang kupegang.

"Terima kasih banyak, Pak," ungkapku setelah memberikan novel itu sambil menundukkan kepala dan bergegas untuk pergi.

"Sebentar, Kak. Nama temannya siapa ikut kaget mendengar dia menyebut cowok yang masih muda itu bapak.

"Memang masih muda, Kak. Saya memanggilnya bapak karena menghargainya sebagai atasan saja," imbuhnya lagi.

Apa benar cowok itu pemilik cafe sebesar ini? "Sebentar," pintaku sambil mencari ponsel di dalam tas. Kemudian kucari media sosialnya dan membuka salah satu foto yang ada di sana "Apa ini orangnya?" tanyaku sambil memperagakan wajah Jasson.

"Iya, dia pemilik cafe ini. memangnya kakak nggak tahu?" tanyanya.

"Nggak, perkenalan kami begitu singkat.

Kemaren aku ada acara di cafe ini, lalu bukuku ketinggalan. Dan dia menemukannya lalu meminjamnya," terangku.

"Wah, kakak beruntung sekali," ucap satpam itu membuatku bingung.

"Beruntung?" Kini aku nggak lagi kepikiran mau pergi sebelum rasa penasaranku terjawab.

"Iya, Pak Jasson itu dingin sekali. Banyak cewek-cewek ke sini hanya karena ingin melihatnya, atau ingin di layani olehnya. Dia rendah hati sekali, jadi terkadang dia ikut mengantarkan makanan kalau cafe sedang rame. Kadang Pak Jasson juga bekerja sebagai kasir. Tetapi karena sikap dingin dan cueknya, belum ada satu wanita pun yang dapat meluluhkan hatinya," papar satpam itu panjang lebar.

Wahat? Dingin? Aku nggak menemukan sikap dingin di dirinya ketika bertemu denganku kemaren. Apakah ini memang keberuntunganku seperti yang dikatakan satpam ini? Kenapa aku tiba-tiba mengaguminya lagi? Tidak hanya tampan, ternyata dia juga mapan. Di umurnya yang masih muda dia sudah punya usaha sebesar ini. Tetapi jika dia beda agama denganku, tidak mungkin aku bisa bersamanya. Astaga, bersamanya apa? Gila sekali aku mikir kejauhan begini.

"Oh, begitu ya, Pak. Aku benar-benar nggak nyangka. Oh iya, aku pamit dulu. Terima kasih banyak." Aku segera pamit untuk melanjutkan khayalanku.

Sebelum berangkat dan memikirkannya lagi, aku mengirimkan chat dulu padanya.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!