Zely Quenby, seorang gadis yang bekerja di sebuah perusahaan. ia hanya seorang karyawan biasa disana. sudah lama ia memiliki perasaan cinta pada Boss nya yang bernama lengkap Alka farwis gunanda. Hingga timbul lah tekad nya untuk mendapatkan Alka bagaimana pun itu. meskipun terkadang ia harus menahan rasa sakit karena mencintai seorang diri.
bagaimana yah keseruan kisah antara Alka si bos galak dan crewet dengan gadis bermulut lembek itu?
pantengin terus yah, dan jangan lupa untuk tekan favorit biar bisa ngikutin cerita nya😍.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon sopiakim, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
33.Malu dan ragu
Alka terbangun pelan, matanya terasa berat namun pikirannya langsung siaga ketika ia menyadari ada sesuatu yang berbeda dari biasanya. Tubuhnya terasa hangat, nyaman… dan ketika pandangannya mulai jelas, ia menyadari tangannya melingkar rapat di pinggang Zely. Napas gadis itu teratur, matanya terpejam, wajahnya terlihat begitu damai di bawah cahaya tipis yang masuk dari celah tirai.
Jantung Alka berdetak sedikit lebih cepat. Ia menegakkan tubuhnya perlahan, masih dalam posisi setengah berbaring, mencoba memastikan apa yang sebenarnya terjadi. Rasa kaget bercampur gugup merayap di dadanya. Semalam, ia ingat jelas mereka tidur dengan jarak cukup jauh—setidaknya ada batas aman yang membuatnya merasa tak melanggar privasi Zely. Tapi entah bagaimana, kini jarak itu hilang sama sekali, digantikan dengan posisi yang… intim.
Tangannya yang melingkar itu ingin segera ia lepaskan, tapi gerakan kecil membuat Zely sedikit menggumam dalam tidur, membuatnya justru membeku. Ia takut membangunkan gadis itu. Pandangannya jatuh pada wajah Zely yang begitu dekat; bulu matanya panjang, bibirnya sedikit mengerucut seperti anak kecil yang sedang bermimpi manis. Ada perasaan aneh yang mengaduk dalam diri Alka—perasaan yang selama ini berusaha ia tutup rapat.
Alka menarik napas pelan, menatap lekat wajah istrinya itu. Dalam jarak sedekat ini, ia bisa merasakan aroma samar shampoo yang biasa dipakai Zely. Hatinya menegang sekaligus hangat. Sejenak ia berpikir untuk mundur, kembali mengambil jarak, namun entah mengapa tubuhnya enggan bergerak. Ada rasa nyaman yang tak pernah ia rasakan sebelumnya, bahkan di tengah keterkejutan ini.
Namun logikanya tetap berbicara. Ia harus melepaskan pelukan ini sebelum Zely terbangun dan salah paham. Perlahan ia mengendurkan pelukan, tapi tatapannya masih bertahan. Rasanya seperti sedang memandangi sesuatu yang berharga, namun tak berani ia sentuh lebih lama. Jantungnya tetap berdebar tak karuan, dan ia bertanya-tanya, apakah ini hanya kejadian tak sengaja… atau tanda bahwa hatinya mulai goyah?
Alka masih memandangi wajah Zely yang terlelap, tapi pikirannya melayang ke kejadian tadi malam. Saat itu, Zely sudah lebih dulu tertidur, napasnya teratur, dan wajahnya terlihat begitu tenang di bawah lampu kamar yang temaram. Alka sendiri belum bisa memejamkan mata. Entah kenapa, matanya terus saja menatap gadis itu, seperti ada sesuatu yang menahan kelopak matanya untuk tertutup.
Semakin lama menatap, hatinya terasa hangat, lalu bergemuruh tanpa alasan jelas. Tatapannya terhenti pada bibir Zely yang tipis dan sedikit terbuka, membuat pikirannya sempat melayang ke arah yang tak seharusnya. Pelan-pelan, tanpa sadar, ia mendekatkan wajah. Jarak mereka kian menyempit, dan ia hampir bisa merasakan hembusan napas Zely di ujung hidungnya.
Namun tepat sebelum bibirnya menyentuh, akalnya menjerit keras. “Apa yang kau lakukan, Alka? BODOH!” gumamnya dalam hati. Ia tersentak, mundur cepat, lalu membalikkan badan menghadap ke arah lain.
Malam itu ia mengutuk kebodohannya sendiri—bagaimana mungkin ia hampir saja melanggar batas, apalagi pada gadis yang selama ini ia jaga jaraknya?
Tapi yang lebih membuatnya gelisah adalah kenyataan bahwa detik-detik itu begitu sulit ia lupakan. Dan kini, ketika terbangun dalam posisi memeluk Zely, perasaan itu kembali menghantamnya, membuatnya semakin bingung membedakan antara kebodohan… dan kerinduan yang mulai tumbuh diam-diam.
Kelopak mata Zely mulai bergerak, perlahan membuka dari tidurnya yang nyenyak. Pandangannya masih buram, namun ia segera menyadari sesuatu yang aneh—Alka berada begitu dekat, bahkan lengannya masih melingkar di pinggangnya. Gadis itu refleks menahan napas, kaget bukan main.
Alka, yang melihat sedikit gerakan itu dari sudut matanya, langsung panik. Ia buru-buru memejamkan mata rapat-rapat, berpura-pura masih tertidur. Nafasnya ia atur sedemikian rupa agar terdengar tenang, padahal jantungnya berdegup tak karuan. Ia tidak siap berhadapan dengan tatapan Zely dalam situasi seperti ini.
Zely sempat ingin menjauh, namun sesuatu membuatnya menahan diri. Ia melihat kening Alka dari dekat, dan seketika hatinya tercekat—kulitnya terasa panas sekali. Tanpa sadar ia mengangkat tangannya, menyentuh dahi pria itu perlahan. Panasnya tinggi, jauh lebih dari normal.
Bibir Zely mengerucut cemas. “Ya Allah… mas Alka demam,” gumamnya pelan, memastikan sekali lagi dengan menyentuh pipinya yang juga terasa hangat.
Alka sendiri benar-benar tak menyadari, pikirannya sejak tadi hanya terjebak pada perasaan yang ia coba abaikan, membuatnya tidak peka pada tubuhnya sendiri yang sedang melemah.
Zely menatapnya lama. Ada campuran perasaan di sana—kaget, canggung, dan juga khawatir. Ia akhirnya bangkit perlahan dari pelukan Alka, berusaha tidak membangunkannya, lalu pergi mengambil kain basah. Dalam hati, ia masih tak habis pikir… laki-laki itu bahkan tidak sadar sedang demam tinggi, karena terlalu sibuk tenggelam dalam pikirannya tentangnya.
Zely berdiri perlahan dari sisi ranjang, memastikan gerakannya tak membangunkan Alka. Begitu keluar kamar, langkahnya berubah jadi terburu-buru. Ia menuruni tangga dengan hati gelisah, terus memikirkan panas tinggi di tubuh suaminya itu.
Sampai di dapur, ia langsung menyalakan kompor. Tangan kecilnya cekatan menyiapkan air panas untuk membuat teh hangat. Di rak, ia mengambil madu dan sedikit jahe, berharap campuran itu bisa membantu menurunkan demam Alka. Sambil menunggu air mendidih, Zely membuka kulkas, mengambil beberapa bahan untuk membuat sarapan sederhana—telur dadar dan roti bakar.
Sesekali ia melirik jam dinding, merasa waktu berjalan terlalu lambat. Setiap detik, kekhawatirannya bertambah. Ia mengingat wajah Alka yang terbaring tadi—pucat, tapi tetap terlihat tenang, seakan tidak ada yang salah. Pria itu memang begitu, selalu menahan diri dan jarang mengeluh, bahkan saat sakit.
"Masak apa sayang?"
"Mas Alka demam mah, aku buatkannteh dan sarapan. Mamah mau dimasakin apa?" Tanya Zely pelan.
Mamah tersenyum, ia benar-benar sangat sangat bersyukur melihat ketulusan menantunya.
"Alka pasti sangat kelelahan, tidak apa sayang rawat saja Alka biar mamah yang masak nanti."
Mamah berlalu dan kembali melanjutkan aktivitas nya mengumpulkan cucian.
Begitu teh jahe madu selesai, Zely menuangkannya ke dalam cangkir. Aroma hangatnya memenuhi dapur. Ia lalu cepat-cepat menyusun sarapan di nampan, memastikan semuanya rapi. Dalam hati, ia bertekad akan memaksa Alka minum dan makan, meski ia tahu pria itu mungkin akan mencoba menolak. Merasa canggung dan sebagainya.
Dengan hati-hati, ia membawa nampan itu naik kembali ke kamar, siap menghadapi Alka yang mungkin masih pura-pura tidur… atau malah benar-benar tak sadar kalau tubuhnya sedang demam tinggi.
Zely masuk kembali ke kamar dengan langkah pelan, membawa nampan berisi teh jahe madu dan sarapan. Alka masih dalam posisi yang sama, berbaring miring menghadapnya, namun napasnya terdengar sedikit berat. Zely meletakkan nampan di meja samping, lalu duduk di tepi ranjang.
Ia meraih kain basah yang tadi sempat diambil, memerasnya perlahan, lalu menempelkannya ke kening Alka. Laki-laki itu sedikit mengernyit, membuka mata setengah sadar. “Kamu… ngapain?” suaranya serak, nyaris berbisik. Berpura-pura baru bangun namun ia sedikit malu, entahlah Alka benar-benar mengutuk dirinya yang semakin hari semakin aneh.
“Kamu demam mas. Minum ini dulu, nanti makan sedikit biar kuat,” jawab Zely lembut, tanpa menatap langsung, takut terlihat terlalu khawatir dan ditambah lagi ia sedikit malu karena kejadian tadi. Ia membantu Alka duduk, menopang punggungnya dengan bantal, lalu menyodorkan cangkir teh hangat.
Alka menatapnya lama sebelum menerima cangkir itu. Ada sesuatu yang sulit ia jelaskan—tatapan Zely yang penuh perhatian, tangan kecilnya yang sigap namun hati-hati, dan nada suaranya yang hangat. Semua itu menembus dinding hati yang selama ini ia pasang rapat-rapat.
Saat Zely menyuapkan potongan roti kecil kepadanya, Alka hanya bisa diam, menuruti tanpa protes. Dalam hati, ia merasa seperti sedang dimanjakan, sesuatu yang sudah lama tidak ia rasakan. Dan entah sejak kapan, rasa nyaman itu berubah menjadi sesuatu yang lebih dalam.
"Sebenarnya mas tidak sadar sedang demam? Mas merasa baik-baik saja."
"Panas begini mas bilang baik-baik saja? Untung saja tidak sampai kejang kejang kamu mas, kalau mas merasa sakit mas bisa beritahu aku mas." Gadis itu benar-benar tidak sadar telah menunjukkan ke khawatiran nya.
Zely sendiri tidak menyadari betapa tatapan Alka kini berbeda—lebih lembut, penuh rasa. Ia terlalu fokus memastikan laki-laki itu minum obat dan kembali berbaring. Sementara Alka, meski tubuhnya panas dan kepala berat, justru merasa hatinya semakin hangat… jatuh hati, perlahan namun pasti.
Alka tidak merasa sakit sedikit pun, namun ia benar-benar bersyukur karena dirawat penuh kasih oleh Zely. Jantungnya berdebar dan hatinya hangat.
Alka sudah kembali berbaring, punggungnya bersandar pada tumpukan bantal. Zely duduk di sisi ranjang, mengganti kain basah di keningnya yang masih terasa panas. Laki-laki itu memandangnya lekat, membuat Zely sedikit kikuk.
“Kamu tahu nggak?” suara Alka pelan, sedikit serak. “Kayak gini, mas ngerasa kita seperti suami istri sungguhan. Kamu sangat pantas jadi seorang istri, merawat mas dengan sepenuh hati.”
Zely menunduk, pura-pura sibuk merapikan selimut. Lagi dan lagi Alka memberikan ia sebuah harapan, dan ini bahkan lebih dari sekedar harapan. Entah itu sinyal atau hal lajn, Zely semakin kebingungan. Alka sendiri langsung membaca diri, ia kaget kenapa ia mengatakan hak seperti itu saat ia dengan jelas memberikan batasan kepada Zely.
Zely menoleh cepat, tidak tahu harus berkata apa dan ia melihat kearah Alka dengan canggung, tapi Alka sudah mengalihkan pandangan, seolah tak mau ia melihat rona hangat di matanya. Ia lalu mengambil cangkir teh yang sudah tinggal separuh, menyodorkannya lagi. “Minum ini mas dan habisin, biar badan mas hangat.”
Sambil meneguk, Alka kembali berkata pelan, “Terima kasih sudah merawat mas.” Zely mengangguk tersenyum kaku. Hawa diantara mereka benar-benar sangat canggung.
Zely masih tekun menempelkan kain basah di kening Alka. Wajahnya penuh konsentrasi, gerakannya lembut seakan takut menyakiti. Pintu kamar memang tidak tertutup rapat, membiarkan cahaya lorong masuk tipis ke dalam.
Di luar, langkah Mamah terdengar pelan. Ia sedang menuju kamar Andin untuk mengantarkan cucian yang baru disetrika. Namun saat melewati kamar Alka, pandangannya tanpa sengaja jatuh pada celah pintu yang sedikit terbuka.
Mamah terhenti. Dari posisinya, ia bisa melihat jelas Zely yang duduk di tepi ranjang, dengan penuh perhatian merawat Alka yang terbaring lemah. Tangannya mengusap pelan dahi anaknya, sesekali mengganti kain basah dengan hati-hati. Wajah Zely terlihat begitu tulus dan hangat.
Hati Mamah berdesir. Ada rasa haru yang menjalar, melihat menantunya yang begitu peduli. Ia tahu Alka bukan laki-laki yang mudah dekat dengan perempuan, apalagi menunjukkan kelemahan. Tapi kini, anaknya itu membiarkan dirinya dirawat tanpa protes—dan itu hanya mungkin karena kehadiran Zely.
Tanpa suara, Mamah tersenyum tipis. Dalam hati ia berbisik, “Alhamdulillah… semoga mereka saling menemukan kebahagiaan.” Rasa syukur mengalir, membuat langkahnya terasa ringan saat kembali berjalan menuju kamar Andin.
Di dalam kamar, Zely tetap fokus pada Alka, tak tahu bahwa momen itu sempat menjadi saksi kecil bagi Mamah—saksi bahwa hubungan mereka mulai berubah, perlahan tapi pasti.
...🎀Bersambung🎀...
Tuhhh kan Alka emang udah suka cuma gengsi ajaa, busetdahh pake acara gengsi segala.
Jangan lupa like komen dan votenya wan kawan.
See you guys🫶
ini beda 👍👍👍👍