Dikhianati dan dijebak oleh suami dan kekasih gelapnya, seorang wanita polos bernama Megan secara tak terduga menghabiskan malam dengan Vega Xylos, bos mafia paling berkuasa di dunia malam. Hingga akhirnya, dari hubungan mereka malam itu, menghasilkan seorang putra jenius, Axel. Tujuh tahun kemudian, Vega yang terus mencari pewarisnya, tapi harus berhadapan dengan Rommy Ivanov, musuh lamanya, baru mengetahui, ternyata wanita yang dia cari, kini telah dinikahi musuh besarnya dan berniat menggunakan kejeniusan Axel untuk menjatuhkan Kekaisaran Xylos. Bagaimana Vega akan menghadapi musuh besarnya dan apakah Megan dan putranya bisa dia rebut kembali?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Black _Pen2024, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 15: Perang Senyap dan Pesan Pemberontakan
Dua hari setelah Megan meletakkan pesan pemberontakan di dalam jurnal kulit hitam, ketenangan Peternakan Bunga Api pecah. Bukan karena teriakan ayam atau suara bising ternak, melainkan oleh deru mesin mobil yang datang lagi, kali ini lebih cepat dan lebih agresif.
Ibu Rosa sedang berada di dapur, membuat kopi, ketika seorang pria besar berjas hitam, dengan tatapan sedingin es yang baru saja ia lihat di pintu gerbang, berdiri di teras. Pria itu, yang hanya memperkenalkan diri sebagai Tora, adalah utusan yang datang untuk mengambil laporan mingguan dan memastikan pengiriman vitamin telah diterima.
“Mana laporannya?” tuntut Tora, suaranya berat dan tanpa basa-basi.
Ibu Rosa menyerahkan buku catatan medis yang berisi detail tentang asupan makanan dan tidur Megan. “Sehat. Dia meminum vitaminnya. Tidak ada masalah,” jawab Ibu Rosa, tangannya gemetar sedikit saat meletakkan buku catatan itu di atas meja kayu.
Tora mengabaikan buku catatan itu. Matanya terpaku pada kotak kayu berukir elang yang baru saja diambil Megan dari bawah papan lantai. Ia membuka kotak itu dan mengeluarkan jurnal kulit hitam yang kosong. Jurnal itu harusnya bersih, menunggu catatan pribadi Vega Xylos, atau catatan kehamilan yang diminta.
“Dan ini?” tanya Tora, nadanya berubah tajam, seperti pecahan kaca.
“Itu... buku jurnal kosong yang Anda tinggalkan, Tuan,” jawab Ibu Rosa, bingung.
Tora membuka halaman pertama. Ia membaca tulisan tangan yang tegas dan penuh amarah milik Megan. Wajahnya yang kaku berubah menjadi badai yang mengerikan. Ia mengeluarkan telepon satelit yang kecil dan sangat aman dari saku jasnya.
“Zeno. Saya butuh klarifikasi. Jurnal itu tidak kosong,” kata Tora, suaranya kini bergetar karena menahan amarah.
Suara Zeno, tangan kanan Vega, terdengar datar dari speaker telepon, seolah dia sedang berada di ruang operasi dan tidak ada waktu untuk drama. “Bacakan.”
Tora membaca setiap kata yang ditulis Megan, suaranya semakin keras: “Aku bukan Gadis Malammu. Putraku bukan warisan. Dia milikku. Kau bisa mengawasiku, Vega Xylos, tetapi kau tidak akan pernah menguasai pikiranku. Aku akan mempersiapkan diri. Tunggulah aku kembali. Kali ini, bukan kau yang akan berburu.”
Keheningan di saluran telepon terasa mencekik. Ibu Rosa menelan ludah, menyesali aliansi senyap yang baru ia buat dengan Megan.
“Zeno?” panggil Tora.
“Berikan teleponnya pada Nyonya Rosa,” perintah Zeno.
Ibu Rosa mengambil telepon itu dengan tangan dingin. “Ya, Tuan Zeno?”
“Kau dipekerjakan untuk menjaga Nona Megan tetap aman dan patuh. Bukan untuk membiarkannya menulis surat ancaman kepada Tuan Xylos,” suara Zeno tidak meninggi, tapi ketajamannya memotong udara. “Bagaimana dia bisa mendapatkan pena? Bagaimana dia mendapatkan privasi? Kami membayar mahal untuk memastikan dia hanya fokus pada pekerjaan dan janinnya.”
“Maafkan saya, Tuan. Saya tidak tahu dia punya waktu menulis itu. Dia bekerja keras sekali,” Ibu Rosa memohon.
“Kerja keras? Dia sedang menyiapkan perlawanan di bawah hidungmu. Dengarkan aku, Ibu Rosa. Kami tidak suka kejutan. Kami tidak suka pemberontakan. Kau harus mengingatkannya tentang posisi dia. Jika dia berpikir bisa memprovokasi Tuan Xylos, dia salah besar. Keberaniannya hanya akan mempercepat penjemputannya, dan itu tidak akan menyenangkan. Sampaikan ini kepadanya: Tuan Xylos hanya menganggap ini sebagai permainan yang menyenangkan. Dan permainan ini, Nona Megan tidak akan pernah menang.”
“Akan saya sampaikan, Tuan.” Ibu Rosa menyerahkan telepon kembali kepada Tora.
Tora mengangguk dingin pada Ibu Rosa. “Kau telah mendengarnya. Kau telah lalai.” Ia mengambil jurnal itu dan membakarnya dengan pemantik api canggih, membiarkan abunya jatuh di teras. “Selanjutnya, tidak ada komunikasi selain laporan medis. Tidak ada pena. Tidak ada kertas. Jika Nona Megan menghilang, kami tidak akan mencarinya. Kami akan mencarimu terlebih dahulu.”
Tora pergi secepat dia datang, meninggalkan Ibu Rosa dalam keadaan terguncang, mencium bau asap kertas terbakar.
...****************...
Megan baru saja selesai membersihkan kandang babi ketika Ibu Rosa memanggilnya masuk. Wajah Ibu Rosa pucat pasi, matanya memancarkan ketakutan yang mendalam, lebih dari yang pernah Megan lihat.
“Pesanmu, Neng. Mereka membacanya,” kata Ibu Rosa, langsung ke intinya.
Megan merasakan denyutan jantungnya yang cepat. “Dan apa reaksinya? Apakah Vega marah?”
“Vega? Bukan Vega. Tangan kanannya, Zeno. Dia yang marah. Dia bilang Tuan Xylos hanya menganggap ini permainan, dan kau tidak akan menang,” jelas Ibu Rosa, suaranya serak. “Mereka tahu kau memberontak, Megan. Dan mereka menuntut agar aku memastikan kau tidak bisa menulis atau berkomunikasi lagi. Mereka mengancamku!”
Megan duduk di kursi kayu, menyeka keringat di dahinya. Alih-alih merasa takut, ia merasakan adrenalin yang luar biasa. Ia berhasil memancing reaksi. Itu berarti Vega membacanya.
“Lalu, apa yang akan kau lakukan, Bu?” tanya Megan.
“Aku akan menuruti mereka! Aku tidak mau mati karena kelalaianmu! Mulai sekarang, kau akan bekerja di bawah pengawasanku langsung. Tidak ada waktu luang. Tidak ada pena. Aku tidak mau tahu tentang rencanamu melawan bos mafia internasional, Neng!” Ibu Rosa hampir berteriak, menunjukkan batas kesabarannya.
“Kau tidak perlu takut, Bu. Aku tidak akan melibatkanmu lebih jauh,” Megan tersenyum pahit. “Kau sudah melakukan bagianmu dengan baik. Aku yang akan menyelesaikan ini.”
“Menyelesaikan? Apa maksudmu?” Ibu Rosa menatap Megan dengan curiga.
“Aku sudah tahu. Tempat ini bukan tempat persembunyian. Ini sangkar. Mereka tahu setiap langkahku, setiap denyut jantung Axel. Aku tidak bisa memenangkan perang senyap ini jika aku terikat pada jadwal mereka,” Megan berbisik, matanya menatap tajam ke arah hutan yang diselimuti kabut sore.
“Jangan lakukan hal bodoh, Megan! Di luar sana lebih berbahaya! Kau sendirian, hamil! Setidaknya di sini kau aman, dan kau punya vitamin!” Ibu Rosa mencoba memegang lengan Megan.
Megan menarik lengannya. “Aman? Mereka memberiku vitamin untuk ‘Warisan Sang Xylos’. Mereka tidak memberiku vitamin karena peduli padaku. Mereka mengklaim putraku bahkan sebelum dia lahir. Aku tidak akan membiarkan itu terjadi.”
Megan bangkit, berjalan ke gudang. Ia mengambil kotak kayu berukir elang yang sekarang kosong, dan juga liontin ‘V’ yang ia sembunyikan. Dia harus meninggalkannya. Dia tidak bisa membawa jejak Vega bersamanya.
“Aku harus pergi, Bu. Sekarang,” kata Megan, mengenakan pakaian paling kusam yang ia miliki dan memasukkan sedikit uang tunai sisa yang ia miliki ke saku celana kerjanya.
Ibu Rosa berdiri di ambang pintu, air mata mengalir. “Mereka akan menemukanmu, Neng. Mereka selalu menemukan. Itu yang dikatakan Zeno.”
“Mungkin,” jawab Megan, suaranya tenang, penuh tekad yang dingin. “Tapi kali ini, mereka harus mencariku lagi. Aku akan memastikan jejakku menghilang sepenuhnya, dan mereka harus bekerja keras untuk menemukannya. Jika aku tetap di sini, aku hanyalah umpan yang patuh.”
Megan memeluk Ibu Rosa sebentar, mengucapkan terima kasih atas perlindungan yang canggung itu. Ia meninggalkan kotak berukir elang dan liontin 'V' di tempat persembunyiannya. Itu adalah deklarasi bahwa dia melepaskan diri dari 'perlindungan' Xylos.
Di luar, langit sudah gelap. Kabut tebal menyelimuti Peternakan Bunga Api. Megan mengambil ransel lusuh berisi beberapa potong pakaian. Ia berjalan cepat ke arah belakang peternakan, menuju jalan setapak yang jarang dilalui, menuju kota berikutnya yang jauh lebih kecil, yang tidak memiliki akses jalan raya yang mudah.
Ibu Rosa melihat kepergian Megan dari jendela dapur. Ia tahu, kepergian ini akan menimbulkan masalah besar baginya, tapi ia juga melihat tekad seorang ibu yang siap melakukan apa saja demi melindungi anaknya. Ia berdoa agar Vega Xylos tidak sekejam yang ia dengar.
Megan berjalan tanpa menoleh ke belakang. Dia hanya punya satu tujuan: menghilang. Melindungi Axel. Dia harus menjadi hantu. Dia harus memaksa Vega Xylos mengakui bahwa wanita yang dia temui di klub malam itu tidak mudah dimiliki.
...****************...
Beberapa jam kemudian, di sebuah markas besar mewah di Eropa, Zeno Xylos sedang berdiri di depan layar besar yang memproyeksikan peta pergerakan aset dan musuh. Telepon satelitnya berdering.
“Ya, Tora?”
“Laporan darurat. Ibu Rosa baru saja menelepon. ‘Gadis Malam’ itu menghilang. Dia kabur dari peternakan. Dia meninggalkan semua yang kita kirimkan, termasuk kotak berukir Xylos. Ibu Rosa bersumpah dia tidak tahu ke mana perginya,” lapor Tora.
Zeno terdiam. Dia menoleh ke belakang, ke arah Vega Xylos, yang sedang duduk di kursi kebesarannya, menatap lautan data di layar pribadinya. Vega, yang tidak pernah menunjukkan emosi, kini menghentikan semua kegiatannya. Keheningan yang tiba-tiba ini lebih menakutkan daripada teriakan apa pun.
“Apakah kau sudah membaca pesan terakhirnya, Zeno?” tanya Vega, suaranya rendah dan berbahaya.
“Sudah, Tuan. Dia menantang Anda. Dia menyatakan putranya bukan milik kita,” jawab Zeno, merasa tegang.
Vega bangkit. Matanya yang tajam seperti elang menatap Zeno, lalu ke peta Indonesia di layar. “Dia berani. Dan dia naif. Dia pikir bisa lolos dari kita dua kali?”
“Perintah, Tuan? Kami akan mengirim tim elit sekarang. Kami bisa melacak jejaknya dalam beberapa jam—”
“Tidak,” potong Vega dingin. Ia menyunggingkan senyum tipis, yang lebih terasa seperti ancaman. “Dia ingin bermain petak umpet? Biarkan dia bersembunyi. Untuk sementara.”
Zeno mengerutkan dahi. “Tapi, Tuan. Kesehatan pewaris—”
“Dia telah meminum vitamin yang kita berikan. Itu sudah cukup untuk beberapa saat,” ujar Vega, melangkah mendekati peta. “Aku akan memberinya waktu, Zeno. Waktu untuk merasa aman, waktu untuk melahirkan anakku. Lalu aku akan mengambil mereka kembali. Dia berpikir dia berburu? Tidak. Dia baru saja membuat perburuan ini semakin menarik.”
Vega menunjuk ke peta dengan jari telunjuknya. “Fokuskan seluruh sumber daya kita untuk melacak Rommy Ivanov. Jika dia berani menyerang markasku saat aku sedang bersama wanita itu, dia pasti memiliki tujuan yang lebih besar. Biarkan dia berpikir kita lemah karena kita fokus pada Gadis Malam itu.”
“Megan?”
“Dia akan kembali. Aku telah menanamkan sesuatu yang lebih dari sekadar benih di rahimnya, Zeno. Aku telah menanamkan rasa takut dan rasa penasaran. Sekarang, fokus pada Rommy. Aku ingin tahu setiap detail pergerakannya. Perburuan yang sebenarnya dimulai sekarang, dan itu bukan tentang Megan. Itu tentang musuh yang mengancam kekaisaranku.”
Zeno membungkuk. “Siap, Tuan.”
Saat fajar menyingsing di Eropa, dan Megan berjalan jauh ke pelosok desa yang tak terjamah di Indonesia, Vega Xylos tidak lagi mencarinya. Dia membiarkan Megan pergi. Sementara itu, Rommy Ivanov, musuh yang bertanggung jawab atas penyerangan markas Vega, baru saja menyelesaikan persiapan besar untuk menyerang kerajaan Vega di pasar saham. Vega tahu, perburuan Megan akan menjadi lebih mudah setelah ia menumpas Rommy, musuh bebuyutannya. Megan kini aman dari kejaran Vega, tetapi ia baru saja melangkah ke wilayah yang sepenuhnya di luar kendalinya, tanpa tahu bahwa di kegelapan markasnya, Vega Xylos telah mengalihkan fokusnya sepenuhnya kepada musuh utama mereka.
...****************...
Enam bulan berlalu. Megan pindah lagi, bekerja keras, menyembunyikan kehamilannya yang semakin membesar, dan Vega Xylos tidak pernah ditemukan di mana pun. Ia berhasil. Ia telah menjadi hantu. Atau setidaknya, itu yang ia pikirkan. Tetapi di markas Vega, peta perburuan Rommy Ivanov semakin rinci, dan Vega semakin gusar karena ia tidak bisa menemukan Megan. Ia telah mengalahkan musuhnya, tetapi wanita itu dan putranya masih hilang.
Di tengah badai yang diciptakan Vega di Eropa, Rommy Ivanov, dengan tenang dan licik, mengarahkan pandangannya ke timur, ke Indonesia. Ia telah berhasil memicu perang besar dengan Vega. Kini saatnya mencari hadiah hiburan, yang juga merupakan senjata rahasia. Rommy tahu bahwa Vega kehilangan sesuatu yang sangat berharga. Dan Rommy tahu bagaimana cara mengambilnya.
“Kami menemukan sesuatu, Tuan Rommy,” bisik tangan kanan Rommy, menunjuk ke laporan intelijen yang samar. “Ada desas-desus tentang seorang wanita hamil yang bekerja di peternakan terpencil di Indonesia, sebelum dia menghilang tiba-tiba. Dia adalah istri mantan karyawan kita, Jose. Tapi yang menarik, dia baru saja mendapat kiriman vitamin prenatal dari merek Xylos.”
Rommy Ivanov menyeringai. Matanya berkilat penuh rencana jahat. “Vega Xylos, kau benar-benar kehilangan jejakmu, ya? Menarik. Jadi, si Gadis Malam itu tidak hanya menghilang, dia sedang membawa warisanmu. Carilah wanita itu, segera. Sebelum Vega menyadari bahwa apa yang ia anggap sebagai permainan, telah jatuh ke tanganku.”
Pencarian Megan yang sesungguhnya kini dimulai, bukan oleh sang ayah, melainkan oleh musuh bebuyutan sang ayah. Musuh yang licik.