NovelToon NovelToon
Pembalasan Rania

Pembalasan Rania

Status: sedang berlangsung
Genre:Angst / Pelakor / Keluarga / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Penyesalan Suami / Selingkuh
Popularitas:3.4k
Nilai: 5
Nama Author: sweetiemiliky

Calon suami Rania direbut oleh adik kandungnya sendiri. Apa Rania akan diam saja dan merelakan calon suaminya? Tentu saja tidak! Rania membalaskan dendamnya dengan cara yang lebih sakit, meski harus merelakan dirinya sendiri.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon sweetiemiliky, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 15 : Kembali

Beberapa hari ini, Rania merasa tubuhnya kurang fit meskipun hari-hari aktivitas yang ia lakukan hanya bersantai dan melukis dihalaman belakang. Ngomong-ngomong soal melukis, Rania memiliki aktivitas baru setelah memutuskan untuk tidak bekerja.

Dia menghabiskan waktunya untuk melukis, lalu lukisan yang sudah selesai akan Rania jual melalui sosial media. Meski tidak laku setiap hari, yang pasti Rania tetap menghasilkan rupiah meski hanya dirumah saja.

Pagi hari sekitar pukul 06:00, Rania memutuskan untuk lari pagi disekitar komplek agar ada keringat yang keluar. Ia memiliki niat untuk rajin olahraga setelah semalam merasa tak enak badan. Rania menyimpulkan bahwa itu semua karena ia kurang berkeringat selama ini.

''Eh, mbak Rania. Sedang berolahraga?''

Rania menghentikan gerak langkahnya didepan halaman tetangga yang baru saja menyapa. Ia melempar senyuman ramah, kemudian mengangguk.

''Iya, bu. Agar berkeringat saja, sih.''

''Oalah ... Saya kira karena ingin menurunkan berat badan. Anak saya seperti itu juga dulu, setiap pagi lari, sampai rumah makan makanan yang direbus saja. Saya yang hanya melihat saja ikut lemas.''

Tertawa singkat. ''Kalau saya tidak, kok. Lagipula tidak diet pun saya sudah langsing,'' Guraunya.

Ibu itu ikut tertawa atas candaan Rania. ''Kalau begitu, silahkan dilanjut lagi olahraganya, nanti keburu siang dan panas.''

''Kalau begitu, saya lanjut lagi ya, bu?''

Mendapat jawaban berupa anggukan kepala, Rania kembali melanjutkan larian yang sempat terhenti selama beberapa saat.

Salah satu alasan kenapa Rania bisa waras sampai saat ini karena memiliki tetangga yang baik-baik. Mereka sama sekali tidak mengungkit tentang batalnya pernikahan. Malah, mereka terkesan memberikan support dan menciptakan lingkungan yang nyaman.

Kurang lebih setengah jam Rania berlari santai, tiba-tiba saja ia merasa tak enak pada bagian perut. Terpaksa Rania berhenti dipinggir jalan dan menyempatkan untuk duduk.

''Kenapa rasanya tidak nyaman, ya? Apa mungkin karena belum terisi apapun? Sepertinya begitu.''

Pandangan Rania menyapu sekitar guna mencari penjual makanan yang sudah buka pagi-pagi sekali. Biasanya, sih, ada. Beruntung tak jauh dari tempatnya beristirahat, ada penjual bubur ayam yang sudah membuka lapaknya.

Rania segera berdiri dan mendekati penjual bubur ayam tersebut. Disana hanya ada tiga pembeli lain yang sedang mengantri, jadi Rania tidak membutuhkan waktu lama untuk mendapatkan pesanannya.

''Terimakasih, pak.''

...----------------...

''Kamu darimana saja? Dari tadi ibu mencari dikamar dan dihalaman belakang tidak ada.''

Baru menginjakkan kaki diteras rumah, Rania sudah disambut dengan omelan sang ibu. Hal itu tentu saja sedikit mempengaruhi suasana hati Rania yang sebenarnya sedang baik-baik saja.

''Aku baru saja lari untuk olahraga. Memangnya ada apa ibu mencari ku? Tumben sekali.''

''Ibu dan ayah akan pergi ke rumah sakit. Awalnya kami berniat membawamu sekalian, tapi melihat kamu belum bersiap dan masih berkeringat, lebih baik kamu dirumah saja.''

Dahinya mengerut tipis. ''Ke rumah sakit? Siapa yang sakit?''

''Ambar. Ibu mendapatkan kabar dari Bumi kalau dia pendarahan. Jadi, ibu akan ke sana bersama ayah untuk memastikan keadaannya,'' Mina sibuk mengecek barang didalam tas, takut ada yang ketinggalan dan berakhir merepotkan. ''AYAH, CEPAT.''

Mendengar hal itu, kepala Rania mengangguk-angguk tak peduli. Lebih baik ia pergi ke halaman belakang menikmati sejuknya pagi sambil menyantap bubur ayam yang belum ia makan.

''Rania. Tolong bersihkan kamar Ambar, ya? Sepertinya dia akan tinggal disini lagi setelah keluar dari rumah sakit.''

Langkah Rania spontan terhenti dengan jantung berdetak kencang. Pegangannya pada plastik mengerat disisi tubuh, maniknya mulai memanas.

Kalau Ambar ke rumah ini lagi, itu tandanya Bumi akan ikut serta, 'kan? Dan Rania akan bertemu dengan mereka setiap hari. Rania tidak tahu apakah dia akan sanggup atau tidak.

''Apa Ambar sengaja melakukan hal ini?''

...----------------...

Semenjak Mina berkata kalau Ambar akan kembali ke rumah ini lagi setelah keluar dari rumah sakit, Rania terus memikirkan hal itu sampai mual.

Entahlah, mungkin karena Rania terus berpikir tanpa henti, bahkan ia tidak keluar kamar dan membiarkan lukisannya teronggok dihalaman belakang selama dua hari ini.

Untuk ke-dua kalinya, Rania mengeluarkan isi perut yang nyatanya hanya cairan bening saja. Tapi meski begitu, Rania harus bersusah payah untuk mengeluarkannya.

Saat melangkah keluar dari kamar mandi, pintu kamar diketuk dari luar. Niat awal langsung melempar tubuhnya ke atas tempat tidur menjadi urung karena harus melihat siapa yang datang mengetuk pintu.

''Ibu—,''

''Ibu 'kan sudah berpesan sebelumnya, minta tolong untuk membereskan kamar Ambar. Ibu pakai kata tolong, loh, sama kamu. Tapi kenapa sampai Ambar datang belum kamu bersihkan? Kamar itu berdebu, loh. Tidak baik untuk ibu hamil.''

''Kenapa ibu malah mengomel padaku? Aku tidak memberikan jawaban apapun kemarin, aku tidak bilang kalau aku sanggup membersihkan kamar Ambar.''

''Bu, sudahlah. Jangan mengomeli Rania lagi.''

Rania melirik ayahnya yang baru saja datang dan berdiri dibelakang tubuh ibu. Tumben mau membelaku, batinnya.

Anton merangkul bahu istinya yang sedikit tegang agar lebih rileks. ''Kita bisa membereskannya bersama. Lagipula yang akan menempati 'kan Ambar. Otomatis Rania tidak wajib membersihkan kamar itu.''

''Ya tapi—,''

''Sudah, ayah bilang sudah. Ayah lihat Rania juga sedikit pucat, mungkin dia juga kurang enak badan. Iya 'kan, nak?''

''Itu juga pasti karena ulahnya sendiri yang sok mogok makan. Padahal ibu selalu menyediakan makanan diatas meja.''

Belum sempat Rania menjawab pertanyaan sang ayah, Mina langsung menyerobot begitu saja dengan kalimat yang belum tentu benar. Padahal Rania baru ingin bercerita pada ayah kalau ia merasa mual, dan agaknya membutuhkan obat agar kondisinya lebih baik. Tapi diurungkan karena Mina terus mengomel.

''Aku hanya butuh istirahat sebentar, yah. Kalau aku sudah merasa lebih baik, aku akan membantu kalian.''

Kepala Anton menggeleng dibarengi kibasan tangan didepan dada. ''Tidak perlu. Kamu istirahat saja.''

Anton tidak membiarkan Mina berbicara lagi, ia langsung menarik istrinya menjauhi kamar Rania meski Mina terus memberontak dan sedikit membuat Anton kesusahan.

Setelah ayah dan ibu pergi, Rania kembali masuk ke dalam kamar. Tidak lupa menutup dan mengunci pintu agar tidak ada yang menganggu istirahatnya lagi.

Rania langsung melempar tubuhnya ke tempat tidur dan menarik selimut sampai sebatas perut. Setelah Rania memutuskan untuk hidup sehat dan banyak berolahraga, justru yang ia rasakan tubuhnya malah semakin lemah. Perutnya terasa sakit dan mual.

Buktinya seperti saat ini. Tubuhnya sangat lemas setelah menempel pada tempat tidur. Rania rasa, ia tidak sanggup beranjak dalam waktu singkat, sepertinya ia harus beristirahat lebih lama.

...----------------...

Disisi lain, Mina masih diseret oleh Anton sampai lantai satu. Bumi dan Ambar yang sedang duduk disofa dan melihat hal tersebut tentu saja dibuat heran.

''Ayah! Jangan kasar pada ibu,'' Ambar beranjak dari duduknya, lalu menghampiri dan menarik sang ibu agar menjauh dari Anton.

''Ayah tidak kasar, hanya menuntun ibu agar berjalan lebih cepat,'' Menjawab santai sambil mendudukkan dirinya disamping Bumi.

Mina hanya mendengus dan tidak membela diri. Terlalu malas berdebat dengan sang suami, apalagi ada anak dan mantu didekat mereka. Tidak pantas jika mereka melihatnya bertengkar dengan Anton hanya karena Rania.

''Kamar milikmu belum dibersihkan, masih ada banyak debu disana,'' Berdecak keras. ''Ini semua salah—,''

''Nanti biar ayah saja yang membersihkan kamarnya. Untuk sementara, kalian bisa istirahat dikamar ayah dan ibu sampai kamar selesai dibersihkan.''

Mina menggerutu dalam hati. Entah kenapa akhir-akhir ini Anton sering membela Rania, bahkan kali ini melindungi Rania didepan Ambar. Dan tentu saja hal itu membuat Mina kesal.

Bumi yang sejak tadi hanya diam, kini bersuara. ''Lalu ayah dan ibu bagaimana?''

''Tenang saja, kami bisa tidur didepan televisi.''

''Bagaimana kalau saya dan ayah saja yang tidur didepan televisi? Ibu dan Ambar yang tidur didalam kamar. Nanti saya juga akan membatu ayah membersihkan kamar.''

Untung tidak ada yang membantah saran dari Bumi kali ini. Mina dan Ambar langsung masuk ke dalam kamar untuk istirahat, sedangkan Bumi dan Anton bersiap menggelar kasur didepan televisi.

''Kalau tidak bisa tidur disini, kamu bisa masuk ke dalam kamar dan tidur disana. Disini memang sedikit dingin, ada banyak nyamuk juga yang akan menganggu.''

Bumi melirik ayah mertuanya yang berbaring tepat disamping kanan. ''Saya merasa biasa saja tidur didepan televisi. Dulu, saat kecil sering melakukan hal seperti ini. Saya malah seperti sedang bernostalgia sekarang.''

''Tidak usah terlalu formal, Bumi. Kamu boleh memakai bahasa lebih santai saat berbicara pada ayah dan ibu. 'Kan, kita sudah menjadi keluarga. Agar lebih akrab juga.''

''Baiklah.''

''Jujur saja, ibu tadi memarahi Rania dilantai dua karena kamar Ambar masih berantakan. Ayah merasa tak tega, apalagi sepertinya dia sedang sakit,'' Menghela napas dengan pandangan tertuju pada langit-langit ruangan. ''Dia berbeda dengan Ambar. Jika merasa sakit, Ambar langsung merengek dan minta dibelikan obat. Berbeda dengan Rania yang akan diam saja sampai sembuh sendiri. Terkadang ayah merasa bersalah karena tidak memperhatikan Rania dengan baik.''

Diamnya Bumi hanya diluar. Didalam hati, ia ngedumel karena sikap tidak peka Anton. Mengingat lagi cerita Rania tentang hubungannya dengan Anton dan Mina, tentu saja Rania akan sungkan mengatakan apa yang sedang dia rasakan.

Bumi menghembuskan napas lirih. Kalau disaat seperti ini, pasti Rania akan meminta bantuan padanya untuk membelikan obat di apotek. Bumi bertanya dalam hati, apakah Rania baik-baik saja? Apakah perempuan itu sudah minum obat? Dan apakah sakitnya parah?

Tiga pertanyaan itu terus berputar dikepala Bumi hingga ia jatuh terlelap. Jujur saja rasanya memang sangat mengantuk, apalagi setelah menjaga Ambar selama beberapa hari dirumah sakit, Bumi tidak bisa tidur dengan baik.

1
sutiasih kasih
ambar... km itu jenis makhluk benalu tak tau diri....
hobi merampas yg bukan milikmu....
tunggulah azab atas smua kbusukanmu ambar...
tak kn prnah bahagia hidupmu yg sll dlm kcurangan...
sutiasih kasih
lnjut up....
👍👍
Riska Ananda
terfav🥰🥰
Riska Ananda
gk sabar nunggu kelanjutannya klo bisa up banyak2 thor
sutiasih kasih
org tua tak adil itu memang sll ada... & benar adanya....
tpi.... ank yg tak di anggp justru kelak yg sll ada untuk org tuanya di bandingkn ank ksayangan....
𝙋𝙚𝙣𝙖𝙥𝙞𝙖𝙣𝙤𝙝📝: Halo kak baca juga d novel ku 𝘼𝙙𝙯𝙖𝙙𝙞𝙣𝙖 𝙞𝙨𝙩𝙧𝙞 𝙨𝙖𝙣𝙜 𝙜𝙪𝙨 𝙧𝙖𝙝𝙖𝙨𝙞𝙖 atau klik akun profilku ya😌
total 1 replies
Shreya Das
Bagus banget, jadi mau baca ulang dari awal lagi🙂
KnuckleBreaker
Gak bisa berhenti!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!