Arjuna dikenal sebagai sosok yang dingin dan datar, hampir seperti seseorang yang alergi terhadap wanita. la jarang tersenyum, jarang berbicara, dan selalu menjaga jarak dengan gadis-gadis di sekitarnya. Namun, saat bertemu dengan Anna, gadis periang yang penuh canda tawa, sikap Arjuna berubah secara drastis.
Kehangatan dan keceriaan Anna seolah mencairkan es dalam hatinya yang selama ini tertutup rapat. Tak disangka, di balik pertemuan mereka yang tampak kebetulan itu, ternyata kedua orangtua mereka telah mengatur perjodohan sejak lama. Perjalanan mereka pun dimulai, dipenuhi oleh kejutan, tawa, dan konflik yang menguji ikatan yang baru saja mulai tumbuh itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ivan witami, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 3 Hati Yang Dingin
Anna berjalan pelan ke arah meja Juna, langkahnya terhenti tepat di depan kursi yang kosong. Ia menarik nafas panjang sebelum duduk, meletakkan kedua tangan mungilnya di bawah dagu, menatap serius wajah Juna yang terpaku pada layar laptop di hadapannya.
“Pak Bos, kamu gak istirahat? Sudah jam makan siang. Aku udah lapar nunggu izin keluar dari kamu. Bukain pintunya dong, Pak,” ucap Anna
Juna sekilas melihat Anna dengan tatapan datar lalu fokus kembali ke layar laptop.
“Aku malu keluar gara-gara kamu,” ucap Juna datar.
“Kok malu gara-gara aku, Pak? Memangnya aku salah apa?” Anna menatap Juna, alisnya terangkat, sedikit bingung.
Juna membuka kerah kemejanya, memperlihatkan tanda merah di lehernya akibat ulah Anna saat di mobil.
“Itu… aku gak sengaja. Aku–” Anna terdiam, ragu melanjutkan kalimatnya. Mana mungkin ia terus terang kalau saat kejadian di mobil ia tertarik dengan aroma tubuh Juna yang khas.
“Tapi tolong buka pintunya, cacingku sudah demo minta makan, Pak Bos..,” rengek Anna dengan nada manja, jari-jarinya meremas tangan Juna halus.
Juna menutup laptopnya lalu bangkit dari duduknya, diikuti Anna yang terlihat girang. Anna mengikuti langkah Juna keluar ruangan menuju lift
“Kenapa kamu tiba-tiba kayak gini? Kata orang -orang disini biasanya kamu cuek banget di kantor.” Anna menyeringai, melempar tatapan manja ke Juna.
Juna hanya menghela nafas pelan, menundukkan kepala sejenak.“Aku masih sama, tidak berubah.”
Mereka keluar dari lift, berjalan menyusuri koridor kantor, melewati beberapa karyawan yang masih sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Beberapa ada yang melirik mereka dengan pandangan tertahan, terutama saat Anna sedikit merapat ke sisi Juna sambil menggenggam tangannya sendiri.
Merasa Anna terlalu jauh darinya, Juna berhenti tiba-tiba, membuat Anna menabrak dirinya.
“Aduh, kenapa berhenti sih, Pak.” Anna mengusap keningnya dengan ekspresi kesal.
Tanpa kata, Juna meraih lengan Anna dan menariknya hingga Anna kewalahan mengimbangi langkah Juna yang kini mengarah ke taman menuju kantin khusus petinggi perusahaan.
“Pak, pelan dong. Ih … sakit,” rengeknya sambil mencoba melepas genggaman Juna.
Namun beberapa karyawan yang kebetulan melewati mereka, menatap tajam sambil bergumam. Mereka mengira Anna masih dihukum Juna karena ulahnya pagi tadi yang melompat ke gendongannya.
Juna menarik kursi untuk Anna membuat beberapa petinggi perusahaan menatap heran karena Juna paling anti menarik kursi untuk orang lain. Apalagi ini sampai membawa Anna ke kantin khusus.
“Duduk, mau makan apa?” tanya Juna datar sambil menggulung lengan kemejanya.
“Menunya apa? Aku gak tahu,” ucap Anna sambil mengusap lengannya.
Juna menatap Anna lalu pergi kebagian prasmanan. Juna melihat menu makanan, ia mengambil dimsum, udang tepung, nasi, sayur tumis, potongan buah. Juna membawanya untuk Anna.
Beberapa staf berbisik,“ Mimpi apa aku semalam, lihat pak Juna ngambilin makanan untuk karyawan baru, jangan-jangan Anna itu pacarnya? Kalau gak kok perlakukannya istimewa? Sampai dibawa ke kantin staff penting? Diambilin makanan pula.”
“Sudah, jangan campuri urusan pribadi pak Juna, bisa berabe nanti,” jawab yang lainnya.
“Ini makan? Habiskan,” ucap Juna pada Anna.
“Wouhhh…, banyak banget,” ucap Anna dengan ekspresi khasnya.
“Punya kamu mana?” tanya Anna tidak melihat piring milik Juna.
“Aku gak makan, masih kenyang.”
Anna melihat jam tangannya yang usang.“ Pak Bos, ini sudah jam dua. Kita istirahat saja sudah terlambat. Yakin gak makan..? Nanti kalau pingsan aku gak mau angkat,” ucap Anna lalu mengambil sumpit dan mulai memakan makanannya.
Juna hanya diam melihat ponselnya, sekali melirik Anna yang sedang makan dengan lahap. Ia sedikit merasa bersalah membiarkan karyawan barunya itu kelaparan.
Merasa diperhatikan, Anna sejenak melihat Juna yang tertangkap basah memandangnya, tetapi Anna mengira Juna ingin makan makanannya juga.
“Tuh, kan pengen. Ini cobain.” Anna menyodorkan sumpit berisikan dimsum kearah mulut Juna.
Juna melihat Anna dengan tatapan berbeda, tatapan penuh haru karena diperhatikan. Juna dengan ragu menerima suapan Anna.
“Enak, kan? Kalau ada lagi aku mau lagi, haha,” ucap Anna apa adanya.
Juna sedikit tersedak, Anna reflek memberikan minum dari gelasnya yang belum ia minum.“ Minum, ini belum aku minum.” Juna mengambil gelas dari tangan Anna.
Juna meletakkan gelasnya dimeja, matanya mencari pegawai kantin.“Pak Rahmat,” panggilnya.
Pak Rahmat menghampiri Juna dengan sopan.“Dimsumnya masih ada?”
“Masih, Pak Bos.”
“ Tolong bungkus dua porsi untukku,” pinta Juna.
“ Baik, Pak Bos.”
“Katanya gak mau makan, tapi minta dibungkus, humm, dasar,” desis Anna.
“Kamu bilang apa?” tanya Juna mendengar Anna bergumam.
“Gak ada.” Anna melanjutkan makannya sedikit takut, takut Juna mendengar ucapannya.
“Juna, Anna,” panggil Aldo tiba-tiba datang menghampiri.
Seperti biasa tatapan Juna begitu dingin dan datar pada Aldo. Walau begitu Aldo sudah paham dan melanjutkan kalimatnya.
Juna tersenyum senang melihat Anna yang juga melihatnya.“Anna, minggu depan seperti biasa, satu bulan sekali, kantor membebaskan semua karyawan untuk mengenakan pakaian cosplay,” jelas Aldo.
“Cosplay? Maksudnya?”
“Iya, Cosplay. Terserah kamu mau pakai apa? Kantor ngadain ini biar suasana kantor gak jenuh dan ada hiburannya.”
“Serius?” tanya Anna tidak percaya ada perusahaan yang unik.
“Hem, ini sudah berlangsung tiga bulan terakhir sih, ini juga masukan karyawan lainnya. Katanya biar gak jenuh kerjanya.
“Ok, aku mau jadi permaisuri kerajaan Tiongkok, karena aku suka drama-dramanya,” balas Anna senang.
“Pak Bos, jadi apa?” tanya Anna yang tidak tahu selama ini Juna tidak pernah ikut acara yang menurutnya tidak penting.
“Na, jangan tanya dia. Dia gak pernah ikut. Ya sudah kalau gitu aku mau jadi panglima perangnya. Kebetulan aku sudah siapkan kostumnya.
“Wah, keren. Aku pikir mau jadi kaisarnya, tapi gak apa-apa. Panglima melindungi permaisuri yang ditinggal kaisar perang, haha,” keduanya tertawa tetapi tidak dengan Juna yang masih diam tanpa ekspresi.
Juna diam-diam mencari informasi tentang kaisar Tiongkok di Internet dan setelah tahu ia diam dan memikirkan bagaimana mencari pakaian yang dimaksud Anna, mana mungkin ia membuat baju sendiri.
“Cepat habiskan makananmu, aku masih banyak pekerjaan,” ucap Juna.
“Iya, iya.” Anna melanjutkan makannya.
“Ya sudah, aku balik ke atas dulu ya,” pamit Aldo.
“Huem,” Anna mengacungkan jempolnya.
“Kamu akrab banget sama Aldo, suka ya?” selidik Juna tidak suka Anna terlalu akrab dengan asistennya.
“Huam? Suka, siapa sih ya gak suka sama pak Aldo, orangnya humoris, gak kaku kayak kamu,” jawab Anna asal.
Juna mengeratkan rahangnya, walau baru pertama kenal dengan Anna, entah mengapa ia merasa ada ikatan sendiri dan merasa tidak suka jika Anna dekat dengan pria lain
Juna bangkit dari duduknya lalu melangkah meninggalkan Anna yang masih makan. Anna melongo dengan makanan yang masih didalam mulutnya.
“Kok ditinggal!” teriak Anna lalu ia minum dan bangkit dari duduknya.
Anna mengejar Juna tetapi pak Rahmat menghentikannya.“Non, ini dimsumnya,” ucap pak Rahmat sambil membawa kantong plastik.
Anna berhenti lalu putar balik mengambil dimsum dari tangan pak Rahmat.“Terima kasih, Pak. Besok lagi ya. Dimsumnya enak,” jawanb Anna lalu buru-buru berlari mengejar Juna.
“Pak Bos! Tunggu!” teriaknya sambil berlari.
Anna berlari mengejar Juna dan akhirnya ia terjatuh.“Aduh,” jerit Anna membuat Juna menoleh.
“Aduh… sakit,” cicit Anna mengusap tangannya lalu lututnya.
Juna menghela nafas panjang menghampiri Anna.“Kalau jalan hati-hati,” ucap Juna sambil mengulurkan tangannya.
“Siapa yang jalan, jelas-jelas aku lari ngejar kamu.” Anna meraih tangan Juna.
Saat hendak melangkah, Anna hampir terjatuh. Tentu saja Juna sikap meraih tangannya.“Kakiku kayaknya kekilir,” Gumam Anna.
Juna hendak membopong Anna tetapi Anna menolak.“ Gak mau,” tolak Anna.
“Terus?” jawab Juna kesal menatap tajam Anna.
Anna menggerakan telunjuknya menginstruksikan Juna agar berbalik. Setelah Juna berbalik, Anna naik ke punggung Juna.“Gini aja, jadi aku gak lihat muka jutek kamu. Ayo jalan,” titah Anna. Walau begitu Juna tidak marah,dan justru tersenyum dalam hati melihat tingkah Anna.